"Motor Gede"
"Utamakan like sebelum membaca dan komen setelah membaca"
Cekidot...
Drrrt Drrrt... hpku bergetar mebangunkanku dari alam mimpi. Astaghfirullah... hampir malam, bahkan aku tidak sadar kapan tante Resti pulang.
Ia tadi tidur disebelahku. Bergegas aku wudhu untuk melakukan sholat ashar sebelum waktunya habis, tidak kuhiraukan panggilan tadi.
Setelah melakukan kewajibanku sebagai seorang muslim, aku keluar dan melintasi kamar Rasya, terlihat kamar tersebut sedah kosong menandakan mas Gavin dan tante Resti sudah pergi, kulihat mama dan papa juga sudah pulang.
"Ma... tadi ketemu sama tante Resti?"
"Iya sayang" kulihat mama dan papa ngopi berdua di sore yang dingin, duh mesranya.
"mereka sudah pulang ya?" Ujarku memastikan, ada banyak makanan di meja. Sepertinya sebelum pergi, tante Testy dan mas Gavin ikut ngopi.
"Udah, setengah jam yang lalu mungkin" aku rebahan di pangkuan mama, mama mengelus kepalaku.
"Udah nggak usah sedih gitu, nanti bakal ada laki-laki yang bisa mencintaimu." Ah mama begitu, aku kan malu ada papa disini. Bukan apa, akutu paling nggak suka terlihat menyedihkan didepan keluargaku.
***
"Ta... tadi ngapain nelpon?"
"Lo kemana aja sih, ditelponin mulu dari tadi." Kesalnya.
"Iya maaf, ketiduran tadi"
"Yaudah, jadi nggak kita daftar ptn yang kemaren?, Bareng aja ya Fel, pokoknya kita kita harus barengan, gue tuh nggak bisa jau dari lo" ah Sinta sweet banget sih, nggak tau aja dia aku mau ninggalin dia. Aku merasakan kesedihan menjalar dihatiku mengingat aku akan pergi meninggalkannya, aku sangat mencintai teman sekali gus sepupuku ini.
"Aduh gimana ya ta, sebenarnya gue mau kuliah di Bandung tempat nenek gue, papa bilang di usia tuanya nenek dan kakek ingin menghabiskan masa tuanya bersama cucunya, yaudah aku ikut aja."
Itu hanya bualku, kepindahanku ke Bandung adalah caraku untuk melupakan laki-laki itu, aku nggak bisa begini, kalau ketemu terus kapan aku move on nya.
"Yah kok gitu si fel, tega lo sama gue dari kecil kita udah sama-sama" ucapnya mulai terisak, tuh kan mellow. Aku jadi ikutan mellow juga.
"Yah gimana lagi, kamu tenang aja aku bakal sering pulang kok, udah ya jangan nangis" aku berusaha sebisa mungkin menenagkannya, padahal hatiku juga bergemuruh. Aku nggak yakin bakal dapay teman sebaik dia disana nanti.
"Kamu kayak gini karena kakak aku kan? udahlah fel nggak usah dimasukin ke hati" tuh kah, dia ini paling tau isi hatiku, paling mengerti diriku. Dia bukan hanya sahabat atau sepupuku, tapi juga belahan jiwaku.
"Enggaklah, aku mah sering tersakiti, hal begituan udah biasa ta, udah ya aku mau bantuin mama dulu". Aku berusaha bebohong. Aku tau sebisa apapun aku berbohong tapi tidak bisa menipi si Sinta. Dia paling tidak bisa kubohongi, sulit rasanya membual.
***
Di balkon ini aku sendirian entah mengapa malam ini aku terserang insomnia, suasana tengah malam semakin mencekam, aku bertekat kuat untuk pergi meninggalkan kota ini dan semua kenangannya.
Aku harus bangkit, lagian sebentar lagi laki-laki itu akan menikah. Akan kuingat kata-katnya, itu akan membantuku melupakannya.
Bergegas aku masuk kedalam karena suasana juga semakin dingin, sebentar lagi aku akan meninggalkan Sinta, berat rasanya karena dari kecil kami sudah bersama.
***
Flashback On....
Fel, ayo cepetan mas Gavin sudah nunggu. Aku yang masih menunggu bekal kami yang disiapkan oleh tante Resti mendengar teriakan Sinta dari luar.
Aku sering menginap disini kadang gantian Sinta yang menginap di rumahku, walau orang tua kami yang sepupu tapi berasa kami yang sepupu karena mama kami dibesarkan bareng.
Jika Sinta ngin nginap di rumahku, mas Gavin akan mengantarnya atau jika Sinta menginginkanku nginap di rumahnya, sinta juga memintanya untuk menjemputku.
"Udah ya te?" Tanyaku sambil menggoyangkan kaki dan menengok ke arah depan, memastikan mereka masih ada. Aku takut mas Gavin marah dan berakibat meninggalkanku.
"Udah sayang, yang rajin sekolahnya ya" tante Resti mengelus rambutku yang dikuncir dua olehnya.
Tante Resty ikut mengantarku keluar, terlihat Sinta dan mas Gavin sudah menungguku.
"Sini Sinta, rok kamu kok putih semua" tante Resti menepuk rok merah Sinta yang penuh dengan bedak.
"Udah ma jangan lama-lama kata pak Ruslan kalau sering telat nanti nggak naik ke kelas enam, lagian liat tuh mas Gavin marah-marah dari tadi." Ujar sinta, tapi aku merasa marahnya mas Gavin itu kepadaku. Terlihat matanya yang menajam kearahku.
"Iya tapi kerapian juga penting, sini salim" kami menyaliminya satu persatu, tak lupa tante Resti mencium pipi kami.
Saat naik motor mas Gavin kami sedikit kesulitan karena motor mas Gavin ini sangat besar dan kami kesusahan naiknya.
"Fel, kamu aja deh ditengah." Sebenarnya aku nggak mau, nanti dilempar mas Gavin, tapi nanti mas Gavin tambah marah kalau kelamaan, yaudah aku bergegas naik.
"Kami naik dibantu tante Resti, dia menaikanku lalu Sinta dan melajulah motor mas Gavin dengan kecepatan tinggi menuju sekolah kami, terlihat sekali mas Gavin marah, dia mengantar kami karena tidak mau menolak perintah ibunya.
Saat turun, lagi-lagi kami kesusahan. Kaki kami yang kecil ini tidak bisa menggapai pijakan motor mas Gavin. Biasanya mas Gavin menggunakan motor matic, tapi kemaren ia dibelikan om Hendra motor gede ini hadiah karena ia masuk SMA. Alhasil mas Gavin yang turun duluan lalu menurunkan kami. Terlihat kekesalan diwajah mas Gavin karena ulah kami, mungkin dia juga hampir telat.
"Yaudah, mas pergi ya, yang benar sekolahnya. Ingat jangan beli minuman warna-warni, air mentah itu." Nasihatnya kepada kami, kami hanya mengangguk-anggukan kepala. Siapa juga yang mau jajan, orang kan tadi dibekalin, batinku.
Mas Gavin kemudian berlalu setelah kami menyalaminya.
Flashback Of....
***
30 desember 2019
Jangan lupakan Votmen redersku, untuk menambah semangat penulis.Dilarang Copas...
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertemuan Kedua
RomanceAku tak pernah minta pada tuhan untuk dihadirkan rasa ini, bukan seperti ini inginku. Tapi apa daya jika tuhan tiupkan cinta itu dalam sanubari hatiku. Salahkah aku? Sedikitpun tidak pernah terbesit untuk memilikimu, pun jua kau mencintaiku kembali...