"Palembang lagi?"
"Fell, lusa jadwal pemotretan ya, jadi kamu kosongkan semua kegiatan kamu." Pagi-pagi sekali aku dapat telepon dari pak Handoko yang tidak ada petir, tidak ada badai memberi kabar mendadak.
"Oh, bukannya bulan depan ya pak?, kok dipercepat." Demoku, karena aku punya banyak janji sama Kanya.
"Karena produk kita sudah jadi. Saya juga heran bisa secepat ini, tidak seperti biasanya. Supaya mempercepat pemasaran produk kita, maka pemotretan akan segera dilakukan." Perintahnya dengan sesuka hati, tanpa mau tau aku harus menerimanya. Menyebalkan!.
"Oke siap pak." Dengan terpaksa aku harus menerima perintah darinya, kalau tidak mau posisiku digantikan yang lain. Aku yang awalnya jadi dayangnya si Kanya, ngikutin dia kemana-mana pada akhirnya tertular jadi model. Bedanya Kanya sebagai model gaun-gaun pesta dan aku sebagai model gamis muslimah, padahal aku agak risih memakai gamis, tapi karena banyak dikasih si boss dan sayang kalo nggak kepake, yasudah dipake lagi pula aku sekarang sudah terbiasa memakainya.
Semua berawal dari Kanya yang mendaftarkanku onlyne tanpa sepengetahuanku, padahal aku tidak tau menau dan tiba-tiba dia heboh make upin aku dan nyuruh aku datang seleksi dengan ditemani dirinya, dan ternyata oh ternyata, menyebalkan.
Setelah tahap seleksi ternyat aku lulus, tapi kayaknya aku lulus karena pak Handoko melihat Kanya sebagai temanku, dia yang tau siapa kanya langsung menerimaku, mungkin pikirnya aku sudah ngerti tentang permodelan kerena sering ikut si Kanya, karena aku nggak yakin bisa langsung gol mengingat aku yang seperti ini.
Sebenarnya aku agak kesal, karena banyak tugas yang harus diselesaikan, juga harus menangani pasien kecantikan, ditambah mengikuti hal itu, seharusnya Kanya bilang dulu aku mau atau tidak. Tapi aku mikir kasihan orang tuaku, biaya kuliahku bukan sedikit, jadi apa salahnya jika aku bantu mereka.
Sebelumnya aku sudah bekerja di klinik kecantikan kemarin mereka membuka klinik baru dan membutuhkan beberapa dokter untuk menangani pasiennya. Sebenarnya yang lebih diutamakan adalah dokter kulit, tapi kerena kebanyakan dari mereka sudah terikat dengan rumah sakit dan ada yang buka praktek sendiri dirumah, jadilah aku yang dipilih melalui dosenku, karena pemilik klinik tersebut merupakan teman dosenku.
Walaupun bukan calon dokter kulit, dikit-dikit aku mengerti tentang treatmen begituan, lagi pula sebelum itu aku diajar dan dilatih dulu biar bisa langsung turun.
Aku tidak mau egois dengan mengandalkan uang dari orang tua. Semua orang tua sudah pasti memberikan yang terbaik untuk anaknya, tapi kita tidak tau apa yang mereka alami demi memperjuangkan kesuksesan kita. Kita tidak pernah tau apa mereka disana kerja banting tulang, minjam sana sini, atau mereka makan dengan lauk seadanya demi menyisihkan uang untuk kita. Hal itulah yang aku takutkan dan selalu menjadi buah pikirku. Itulah sebabnya aku harus pintar cari peluang tambahan untuk mengurangi biaya orang tuaku.
Sebenarnya ribet, apalagi ditambah tugas kuliah yang menumpuk. Tapi setelah terbiasa semuanya terasa jadi mudah, lagian pemotretan juga nggak terlalu sering, treatmen juga bergantian dengan dokter lain. Semoga lelah menjadi lilah, demi melihat senyum diwajah ayah dan ibuku atas keberhasilanku suatu saat nanti.
***
Pagi ini aku disibukkan dengan masak-memasak, kebetulan sekarang lagi weeken jadi aku mau bawain mas Rizal makan siang. Kekasihku itu sangat suka sayur-sayuran, mau makanan apa aja kalau bahannya sayur dia pasti suka, profesinya sebagai dokter menjadikannya herbipora sejati.
Dulu dia adalah dokter pembimbing saat aku dan teman-temanku datang kerumah sakit untuk mempraktekan salah satu alat kesehatan yang kebetulan belum ada dikampus. Jadi kami diberikan teori tentang kinerja alat tersebut serta diajarkan juga cara menggunakannya.
Dia merupakan salah satu dokter muda di sebuah rumah sakit besar di Bandung, karena waktu itu sering adanya interaksi antara aku dan dia, menjadikan kami akrab hingga ia mengutarakan rasa kepadaku. Sedikit tidak percaya saat mengetahui ketertarikannya tersebut, karena menurutku dia terlalu perfect untuk menjadi kekasihku.
"Mas Rizal..." aku menyelipkan kepalaku diantara pintu dan kusen ruangan mas rizal yang serba putih ini.
"Masuk fel!" Jangan heran, ia memang suka memanggil namaku tanpa embel-embel sayang, beb, honey dan sebagainya. Malu katanya, lagian dia geli kalau mau romantis seperti gitu. Yah dia memang agak kaku orangnya.
"Ini mas, makanan buat kamu, kamu sibuk ya?" Tanyaku memberkan rantang tadi saat sudah masuk ke ruangannya.
"Kamu tau banget sih aku lagi nggak doyan makan diluar. Tadi sibuk tapi udah kelar, bdw bawa apa nih." Bukan lagi nggak doyan, tapi memang nggak doyan. Dia memang tipe penghobi makanan rumahan, biar sehat katanya, lagian kita tidak tau bagaimana seseorang memasak makanan dagangannya. Untuk berjaga-jaga, lebih aman makanan rumahan, tidak seperti orang itu yang suka jajan diluar dan seenaknya. Tuh kan lagi-lagi aku mengingatnya, entah sampai kapan drama ini berakhir.
"Buka aja mas, itu ada capcay saus tiram, sambel cumi, dan udang goreng tepung, aku banyakin itu nasinya"
"Oh biar kita bisa makan berdua ya?. Hm.. enak banget nih, ini serius kamu yang masak?. Tanyanya entah mau meledekku atau ada maksud lain.
"Enggak, tetangga yang masak. Yaiyalah gimana sih mas, sering dibawain juga."
"Iya deh iya, fel aku mau ngomong." Ujarnya sambil menatapku, sepertinya benar-benar serius kalau dia sudah memberikan clue terlebih dahulu
"Kenapa?."
"Aku bakal dipindah tugaskan di Palembang, tepatnya di rs M.Husin palembang." Ujarnya lagi membuatku terkejut. Palembang, kenapa harus Palembang, tidak bisakah aku tidak berurusan dengan kota pempek itu.
"Deket rumah aku dong"
"Ya makanya itu, kamu cepat selesaiin kuliah kamu, biar aku cepet juga lamar kamu, enak kan kalo deket gini, aku jadi bisa sering nemuin orang tua kamu." Alibinya yang masuk akal tapi tidak bisa kubenarkan, malahan aku ingin mengajak ayah dan ibuku pindah kesini. Setelah aku kerja dan punya uang aku ingin beli rumah disini untuk mereka, selain dekat dengan nenek dan om-ku, juga karena itu.
"Mas, kenapa harus pindah sih. Aku kayaknya bakal disini terus, kerja disini dan tinggal disini." Tudingku berharap ia merubah keputusannya
"Loh kok gitu. Aku sengaja pilih Palembang diantara tiga kota yang ditawarkan Prof.Ruslan, karena mau ikut kamu." Alibinya meyakinkanku, aku tidak tau kenapa segitunya dia ingin bersamaku. Aku berharap agar cinta untuknya segera hadir dihatiku. Sungguh, aku tidak ingin mengecewakannya.
"Yaudah ganti aja mas."
"Nggak bisa dong fel, keputusannya udah fix dan dua kota lainnya udah diambil oleh Doni dan Firman." Ujarnya, membuatku pasrah akan keputusan yang dia ambil. Yasuhdah, mungkin ini sudah jakannya.
"Yaudah kalau gitu. Berarti kita LDR dong ya." Jawabku memberikan clue kalau aku bakal jarang balik ke Palembang.
"Sementara aja, kalau kamu selesai kuliah. Kita nikah dan kerja di Palembang aja." Ujarnya memutuskan sesuka hati. Kenapa tidak disin saja sih, toh orang tuanya ada disini, kenapa harus ikut aku.
"Yasudah terserah kamulah mas, aku nurut aja ini." Oke untuk sementara kuturuti keinginannya, tapi suatu saat aku akan membujuknya balik kesini. Sebenarnya aku ingin tinggal di Palembang, tapi apalah dayaku, aku takut hati ini masih merindu. Jadi keputusan terbaik adalah aku pergi dan melupakan segala tentangnya hingga aku bisa menata hidupku lebih baik lagi.
****
Yeeey update....
Maaf yah janjinya hari minggu, eh sekarang nunda. Kemarin aku ditelpon dosen bakal kompre, komorenya online dan dosennya empat orang pula. Enak kalau barengan, lah ini satu2. Jadi lama selesainya, mana aku harus belajar buat kompre tersebut, sekali lagi maaf yah.
Bdw, di Palembang sekarang kagi hujan deres banget, dari abis subuh tadi dan sekarang belum berhenti. Sungguh ini adalah suasana ternyaman yang sangat jarang datang, membuatku malas beranjak dan ingin bergelung dibawah selimut saja.Jangan lupa tinggalkan jejak yah sayangk
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertemuan Kedua
RomanceAku tak pernah minta pada tuhan untuk dihadirkan rasa ini, bukan seperti ini inginku. Tapi apa daya jika tuhan tiupkan cinta itu dalam sanubari hatiku. Salahkah aku? Sedikitpun tidak pernah terbesit untuk memilikimu, pun jua kau mencintaiku kembali...