Tiga Belas

5 0 0
                                    


►►

Rena menunjukkan seluruh isi chatnya dengan Adrian Niko pada Novi. Mereka berdua pun fokus menatap layar yang sama. "Wah... Ini sih bener kata elo, Ren. Ini mah udah keliatan, cowok playboy."

"Hhhh... Makanya. Sebenernya, kenapa dia kek gitu ya? Oh iya, gue juga sempet ngehubungin beberapa orang yang berteman di akun fbnya. Tapi anehnya, semua pada bilang kalo kenal nih cowok cuman dari fb doang. Nggak ada yang tau dia secara langsung. Aneh kan?"

Novi bangun dari senderannya, "iiihhhhh... Serius? Jangan-jangan dia bukan orang yang sama kek di foto lagi. Jangan-jangan dia aslinya.... Hiiii... zonk."

"Bener juga lo, Nov. Mana fbnya pake di privat segala. Jadi gue cuman bisa tau postingan yang buat publik doang." Rena mengerucutkan bibirnya.

"Udah lo coba add?"

"Udah. Tapi belum di confirm."

"Hmmhh.. Kayaknya emang beneran cuman playboy kurang piknik tuh. Sayang banget yah. Padahal yang difoto ini ganteng loh."

Rena mengangguk samar, "Iya sih. Lumayan. Dapet nilai 7 lah. Masih diatas rata-rata." Novi pun mengangguk mengiyakan dan kembali bersandar ke sofa.

"Gue disini loh gaess... Gue bukan asbak nganggur." Ucap Alfa dengan melirik kesal ke arah mereka berdua yang duduk tepat di samping kanannya di sofa yang sama.

Kedua gadis itupun menoleh dan baru menyadari keberadaanya yang sedari tadi memang duduk disana, terabaikan dan seakan terbuang. Mereka berdua pun tertawa cengengesan. "Heheheh..."

►►

Rena melambaikan tangannya pada Novi yang pergi dibonceng pacarnya. Lalu dia pun berbalik menghadap Alfa, juga mau pamit pulang.

"Kenapa nggak coba ngajak video call aja?"

"Hah?"

"Biar lo tau, tuh cowok sama kek difoto apa enggak. Zonk...atau enggak." Lanjut Alfa dengan sangat datar.

Gadis di depannya itu langsung mencubit pipinya tanpa aba-aba, membuat dirinya tak siap untuk mengelak, "iihhh... pinter juga ide lo. Seneng deh gue, punya temen pinter kek lo."

Alfa melepas cubitannya, "paan sih lo. Gue mah emang pinter dari dulu. Elo aja yang kurang...nggghh... yaudah pulang sono!" kalimatnya mendadak berubah. Ia juga langsung membalikkan badan Rena dan sedikit mendorongnya. Lalu dia masuk ke kafe meninggalkan Rena di depan pintu.

Rena menoleh kasar dengan mengernyitkan wajahya dan mencibir, "Ishh... Tuh anak kebiasaan banget sih. Sedetik bikin luluh trus berubah jadi ngeselin seketika." Dia pun kembali menatap kedepan dan melangkah pergi dari tempatnya.

►►

Hanya tinggal tiga jam lagi sebelum ujian seminar proposal, dan Rena masih di tempat ayam geprek bersama Ester, yang juga akan sempro di hari yang sama. Mereka berdua sudah memakai baju hitam putih dan bersepatu pantofel sesuai peraturan pelaksanaan ujian sempro. Dan saat ini mereka malah terlihat seperti sales yang lagi istirahat karena kecapek'an keliling.

"Buk, tambah es teh nya lagi satu ya!" pesan Rena dengan mengangkat gelasnya yang sudah kosong.

Wanita paruh baya itu pun tidak lama membawakan pesanannya ke meja. "Makasih buk!" dia mengangguk ramah dan kembali berkutat pada pesanan gepreknya yang begitu laris.

"Jadi, sekarang dia ngilang? Ngilang gitu aja?"

Rena mengangguk-angguk sambil menyeruput es tehnya.

"WA nya nggak aktif ato gimana? Masak nggak ada kabar gitu aja?" tanya Ester semakin memastikan.

"Aakkhhh... Aktif. WA nya tetep aktif. Bahkan gue liat dia online beberapa kali. Tapi nggak baca chat gue yang terakhir." Jelas Rena. Ia lalu merogoh saku rok span hitamnya dan menunjukkan chat yang dimaksud.

Ester menggeser kursor dan membacanya cepat. Matanya melebar lalu menyala, "Gila! Dia sampek bahas sejauh ini? Sampek bahas rencana pas udah jadiin elo istri lagi. Mana pake' udah manggil elo dengan sebutan sayang segala." Dia menatap Rena yang mengangguk malas lalu kembali menatap layar smartphone itu. "Yah... Ini sih udah jelas. Playboy satu ini bukan orang yang sama kek di foto. Dia aja langsung ngilang pas lo ajak video call, kan?" Lanjutnya dengan mengembalikan ponsel itu ke pemiliknya.

"Yaa... Gitu deh. Ngilang. Cara kabur termudah dan termanusiawi. Cerita lama lah itu. Basi. Siapapun dia, yang namanya cowok playboy pasti selalu gitu. Pas deketin aja, omongannya setinggi langit. Kalo udah bosen yah... udah. Bye." Rena mengantongi lagi ponselnya. "Padahal ya.. aslinya gue cuman pengen bantu dia. Keknya... dia ada masalah sama mentalnya. Ada indikasi psycho gitu, yang gue liat. Emang belom pasti banget sih. Tapi kalo bener, yaa... gue pengen aja bantu dia. Kasian."

"Kasian? Trus kalo yang Zem, Zem itu? Dia kan juga ada masalah mental tuh. Malah jelas lagi. Ekshibisionis."

Rena memutar matanya, "yaa.. itu beda lah. Kalo udah pervert gitu sih gue nggak berani ambil resiko."

Ester memicingkan matanya, "hmm... Beda ya? Awas malah elo yang jatoh hati loh entar."

"Gue? Jatoh hati sama nih playboy. Dih... otak gue masih berfungsi lagi. Gue nggak sebego' itu juga." Elak Rena.

"Elahhh... tapi kan cinta nggak pake' otak. Cinta itu pake' HA...TI...hmm... hmm... hmm..." Ester tersenyum dan menaik-naikkan alisnya beberapa kali padanya.

"Serah ah..." Renamemutar matanya dan menggeleng malas, lalu menyeruput tehnya hingga habis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Virtual & RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang