[ 1.6 ]

892 142 31
                                    

"Oh lo kesini kalo lagi kabur?" Jeno mengernyitkan dahi, Ia sedikit terpenjat tatkala melihat Kyra duduk di tengah lapangan. Lelaki itu tersenyum simpul, Ia melangkah ringan. Jeno menjatuhkan bokongnya tepat di sebelah Kyra. "Tempat luas kaya gini emang paling enak gak sih buat kabur?"

Jeno mengangguk, "dari kita kecil, kita kalo kabur pasti ke tempat luas."

"Biasanya sih, kita maunya sendiri-sendiri. Tapi karena, kayaknya, kita satu kubu gue biarin lo deh ngikut duduk disini." Kyra merangkul Jeno mendekat.

Jeno terkekeh singkat, Ia mendorong pelan tubuh Kyra. "Sotoy, tetep beda kubu gue sama lo."

"Jen, gimana tadi lombanya? Gue dateng nonton. Tapi gue cari-cari lo gak ada."

"Loh kok lo tau gue bakal milih basket."

"Kita kan sama-sama keras kepala, Jen. Gak mungkin lo mau nurut Mama gitu aja."

"Gue kabur dari sana, Nesya nelepon gue terus nangis-nangis. Gue khawatir, jadi gue lari gitu aja. Parah banget gak sih gue?"

"Lo udah ngelakuin apa yang terbaik menurut lo kok, itu bagus."

"Bentar, kok lo tau sih tempat turnamen gue!?"

"Lo lupa pelatih lo siapa gue?"

"Mantan?" Jeno bertanya ragu. Kyra tertawa kecil kemudian mengangguk. "Oh, lo tau dari dia."

"Hai, kalian disini?"

Baik Jeno maupun Kyra, keduanya sama-sama menoleh ke arah sumber suara. Nesya melangkah ringan menuju mereka. Gadis itu masih dibalut dress yang Ia kenakan tadi, artinya Ia baru pulang dan belum sempat berganti pakaian. Matanya bengkak, wajahnya benar-benar basah. "Gabung ya?" suaranya serak dan basah. gadis itu mendudukkan diri di sebelah Jeno.

"Nesya kenapa?" Kyra melepas rangkulannya dari Jeno. Ia sedikit mendorong Jeno ke belakang. "Minggir-minggir tukeran tempat."

Jeno terpaksa menyingkir. Sekarang posisi Nesya berada di antara Jeno dan Kyra. Kyra merangkul gadis itu hangat, membelai surai Nesya hati-hati. "Nesya gak apa-apa, Kak."

Untuk pertama kalinya, Jeno melihat senyum paling menyakitkan hadir dalam wajah Nesya. Di dalam diri itu pasti terdapat sesuatu yang bukan hanya hancur, tapi juga lebur. Nesya pasti sekarang sedang sangat rapuh. Sedikit saja tekanan, Nesya tidak akan berbentuk lagi.

"Kalian sendiri kenapa?"

"Mau kabur kita Nes. Mama maunya punya anak dokter, insinyur, blablabla. Gue sama Jeno bukan salah satu diantaranya."

"Gak elit banget si Jeno kabur pakai seragam gitu." Mata Kyra membulat. Ia baru sadar kalau adiknya masih mengenakan seragam basket. Bedanya, Ia mengenakan hoodie berwarna hitam sekarang.

"Ih ganti baju dulu sono!" usir Kyra.

"Yah kak, masa balik lagi. Gak jadi kabur dong namanya," elak Jeno. "Gue bawa baju ganti di tas, Santai aja."

Setelahnya tidak ada pembicaraan diantara mereka. Semuanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Jeno mendongak, lalu menunduk lagi, begitu seterusnya. Nesya memeluk lututnya, kepalanya tertunduk menatap lantai lapangan. Sedangkan Kyra, gadis itu membuat lingkaran-lingkaran bayangan tak beraturan di lapangan.

Setelah beberapa saat, Jeno menepuk-nepuk bahu Nesya. Cukup kuat sebenarnya, sebab gadis itu meringis keras. "ES DOGER!" seru Jeno. "MAU GAK!? BANG BELI BANG!"

Jeno berlari keluar lapangan menuju tempat sang penjual memberhentikan gerobaknya. Nesya dan Kyra mengikuti Jeno dari belakang. "Pesen deh, gue bayarin," ucap Kyra.

Azura | Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang