[ 0.9 ]

968 158 17
                                    

Jeno jelas menyukai Nesya.

 Atau setidaknya itulah yang Nesya pikirkan. Lelaki itu memperlakukannya dengan sangat manis. Seperti, misalnya, Jeno memeluk Nesya kalau Ia sedang sedih atau sedang senang. Atau, Jeno senang sekali membelai rambut Nesya. Semuanya semakin jelas ketika Jeno bilang bahwa Ia ingin berada di sekolah yang sama dengan Nesya saat SMA nanti. 

Nesya mengulum senyum. Ia dan Jeno sekarang berada di salah satu restoran makanan cepat saji. Hujan baru saja turun beberapa saat lalu menciptakan hawa dingin yang menusuk kulit. Nesya menggosokkan telapak tangannya berharap mendapat sedikit kehangatan. 

"Nah, kalau X nya udah ketemu, tinggal masukin sama 2 nya," Jeno menoleh ke arah Nesya, "dingin Nes?" 

Nesya mengangguk. Jeno sedang mengajarkan Nesya materi ujian sekolah. Kali ini, mereka mempelajari matematika. Jeno melepas hoodie hitamnya kemudian memberikannya pada Nesya. Alis Nesya menyatu, "Ini apaan?"

"Hoodie."

"Ya, aku juga tau. Maksudnya buat apaan?"

"Loh, tadi katanya lo kedinginan. Pakai aja, gue lagi gerah."

Nesya menurut, Ia mengenakan hoodie yang diberikan Jeno. gadis itu sedikit mengendus aroma khas Jeno pada Hoodie nya. Aromanya tegas tapi tidak terlalu kuat. Manis tapi juga maskulin. Juga hangat. rasanya tidak jauh beda dengan dipeluk Jeno. 

"Paham?" Nesya mengangguk. "Yaudah, untuk hari ini cukup. Besok, kita jalan-jalan, gak usah belajar karena senin udah ujian, kan?"

"Loh!" Nesya mendelik. "Kalau seninnya udah ujian, kok minggunya malah jalan-jalan?"

"Biar gak stress dong, mau es krim gak sebelum pulang?"

"Boleh!" 

"Tapi disini gak ada rasa semangka." ucap Jeno dengan nada yang—menurut Nesya—menyebalkan. 

"Iya udah tau kali, mau yang rasa cokelat aja." Jeno mengacungkan ibu jari sebelum akhirnya beranjak menuju kasir untuk membeli es krim. Lima menit kemudian, Jeno kembali dengan dua cup es krim di tangannya. 

Jeno dan Nesya keluar dari restoran tersebut dengan cup es krim di tangan masing-masing. Jalan masih basah membuat wangian rumput segar menyeruak. Baunya aneh, sulit dijelaskan, tapi entah kenapa Nesya menyukainya. Jarak antara restoran dan rumah mereka tidak terlalu jauh, jadi mereka memutuskan untuk jalan kaki.

"Nes...."

"Kenapa?"

"Kita temenan lama banget ya?"

Nesya menelan ludah gugup. Apa...ini saatnya? Jangan-jangan Jeno mau nembak aku!?

"Emangnya kamu gak suka temenan sama aku?"

"Bukan gitu, gue seneng aja bisa kenal sama lo dan temenan selama ini. Tetep jadi temen gue, ya?"

"Iyaa." Nesya diam-diam membuang napas kasar. Entah karena lega, atau karena kecewa. Okay, mungkin karena besok ujian makanya Jeno gak nembak dulu. Sabar Nes, sabar.

"Langit kalau habis hujan jadi cantik, ya."

Nesya tidak menanggapi. Gadis itu hanya sedikit mendongak menatap langit. Jeno benar, langit menjadi sedikit lebih teduh. Bulannya masih setengah bersembunyi dibalik awan. Ada kabut-kabut tipis yang membumbung tinggi. 

"Nes, katanya, perempuan jadi lebih cantik kalau lagi menangis."

"Langit juga jadi lebih cantik kalau nangis."

"Iya, tapi tanah sakit kalau langit menangis." ada jeda cukup lama, namun Nesya tahu bahwa Jeno belum selesai berbicara. Nesya membulatkan mata kala Jeno tiba-tiba saja menangkup pipinya. "Kalau lo langit, udah pasti gue tanahnya. Jadi setiap kali lo nangis, gue pasti sakit."

Azura | Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang