✨ A letter for my self - 2019

2.3K 287 41
                                    

Tahun lalu aku nggak sempet nulis surat buat diriku sendiri karena... apa ya? Nggak tau deh, lupa lagi.

Sekarang beneran mau nyempetin nulis, soalnya aku mau baca surat ini tahun depan dan tahun-tahun berikutnya lagi. Aku mau baca sambil senyum dan bersyukur karena udah berhasil melalui tahun demi tahunㅡ tentunya dengan banyak pelajaran buat bekal kehidupan di tahun-tahun berikutnya.

Jujur, selama 2019 aku mengalami banyak up and down kehidupan. Banyak banget yang bikin bahagia, tapi aku nggak bisa bohong kalau sering merasa tertekan. Aku sering mengalami existential crisis alias bingung apa gunanya aku ada di dunia? Bahkan sering juga aku merasa sebaiknya aku nggak pernah lahir.

Ibadah dibanding tahun sebelumnya? Waduh, kacau balau. Ibadah wajib sering ditinggalin, apa lagi yang sunnah. Bodohnya, aku tau itu salah, aku tau itu dosa. Aku ingin berhenti berbuat dosa, mau tobat, tapi nggak dilakuin juga. Wacana terus, cuma sekedar omdo.

Kesalahan-kesalahan di masa lalu juga perlahan datang lagi ke ingatan. Aku langsung merasa jadi orang yang jahat, pernah menyakiti banyak orang di masa lalu. Susah buat memaafkan diri sendiri dan move on. Pokoknya aku bingung deh, merasa tersesat.

Bantuan profesional udah aku tempuh juga. Psikolog bilang masalahku ada di dalam diriku sendiri. Beliau bilang aku minder parah, nggak bisa bersosialisasi dengan baik. Aku terlalu mengambil hati omongan orang baik di kehidupan nyata atau sosial media. Solusi dari beliau adalah jangan terlalu dipikir, fokus ke diri sendiri, dan tulis hal-hal yang bisa disyukuri.

Nggak ada orang yang pengen punya mental illness. Nggak ada. Aku pun nggak mau. Makanya, aku bersyukur ternyata nggak dirujuk ke pskiater. Cuma ya kalo nggak membaik harus konseling lagi. Semoga sih nggak perlu. Biayanya nggak sedikit sis, mental illness itu bukan buat keren-kerenan doang.

Aku berusaha memperbaiki kebiasaan, mulai membuka diri, nggak segala dipikirin. Sebenernya akar permasalahan adalah aku merasa sering dibandingin sama orang lain yang seumuran. Makanya aku sering minder, nggak pede ketemu orang. Merasa nggak sepinter, secantik, semapan mereka. Tapi ya udah, aku mulai berusaha menerima diriku sendiri apa adanya. Toh aku bahagia dengan apa yang aku lakukan.

Terus, awal Desember tahun ini bisa dibilang salah satu hari yang nggak akan pernah aku lupakan seumur hidup. Hari itu aku bangun tidur dan mengalami kejadian paling menakutkan seumur hidup. Nggak usah dijelasin apa detailnya, tapi yang jelas hal itu cukup meninggalkan trauma. Aku histeris, nangis, shock, ketakutan, semua campur jadi satu. Sampai akhirnya bisa ditenangin walaupun masih paranoid.

Tapi, kejadian itu seakan-akan bikin aku langsung sadar. Berhari-hari berikutnya aku sering nangis sendiri. Nangisin dosa. Aku sadar betapa aku udah jahat sama diri sendiri selama beberapa bulan belakangan. Aku juga kufur nikmat padahal hidup nggak pernah merasa kekurangan. Harusnya, aku nggak pernah berpikir buat minta nggak pernah adaㅡ padahal banyak orang lain ingin terus hidup.

Renungan terus berjalan. Aku berniat buat nggak akan putus asa dan banyak mengeluh lagi. Ibadah yang bolong-bolong juga sekarang nggak dikasih kendor lagi. Rutinitas juga diperbaiki buat hal-hal yang lebih bermanfaat. Kenapa? Karena aku takut banget hidupku sia-sia, dan takut sama kehidupan setelah mati.

Aku bersyukur banget masih bisa dikasih teguran, seakan-akan dikasih kesempatan buat jadi lebih baik lagi. Nggak boleh disia-siakan, walaupun perubahan yang mampu aku lakukan juga sedikit demi sedikit. Tuhan Yang Maha Esa itu Maha Pengampun, aku minta dosa-dosaku diampuni dan dikasih kesempatan untuk sehat serta berumur panjaaaang biar bisa bertaubat. Selain itu, keinginanku buat bantu orang-orang yang butuh bantuan juga makin kuat.

Sejatinya semua orang itu pernah jadi toxic atau penjahat di kisah lorang lain, termasuk aku. Pasti banyak banget kesalahan yang udah aku buat dan belum tentu bisa dimaafkan. Satu hal yang aku sadar, menyesal itu nggak ada gunanya kalau nggak ada keinginan buat berubah.

Nggak apa-apa, minta maaf mulai sama diri sendiri.

The fact that the orange platform has given me a lot of joy, but gave me severe trauma as well...

I cried a lot this year. Both tears of sadness and happiness.

Bukan cuma karena sosmed deng, kehidupan rl juga bikin banyak nangis sampe kadang bingung harus ke mana dan harus apa. Semoga tahun depan nggak gini lagi, udah cukup, jangan lebih buruk lagi. Allahuma aamiiin.

Sebelum surat ini menutup tahun 2019, aku mau berterima kasih sama temen-temen semua karena udah jadi bagian dari support system-ku selama bertahun-tahun. Jangan bosen dan kapok ya, maaf juga kalau aku punya salah atau annoying. Walaupun nggak bisa aku sebut satu-satu, percayalah tanpa temen-temen semua aku bukan apa-apa.

Happy nu year! Let's be happier and healthier!

Happy nu year! Let's be happier and healthier!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
вraιnѕтorмTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang