13

3.6K 300 179
                                    

MAVIN SANJAYA

Honestly, I hate this day.

Not being freak, but aku nggak nyangka aja kalau hariku akan berjalan se-badmood ini. Well, aku juga manusia biasa. Aku pun bisa sakit hati seperti yang lain.

Mas Yuba memarahiku pagi ini. Karena aku berangkat paling siang dari yang lain. He told me everything what made me down. Like... He said I was useless. Aku nggak bisa mengemban tanggung jawab dengan baik. Ketika semua mempersiapkan segala hal untuk pagi ini, aku datang di saat semua sudah beres. I tried to explain, but again, he didn't hear it.

"Kalo kamu emang niat, hal itu nggak bakalan terjadi. Ngerti?"

Well, aku salah set alarm. Nobody woke me up! In the other side, ponselku ketinggalan. Aku terpaksa putar balik meski sudah setengah perjalanan. And that happened.

But, aku sedikit keberatan soal Mas Yuba mengatakan aku nggak berguna. I've worked hard for this. Even before this day. Ketika semua nggak melakukan apapun, aku sudah berkutat dengan proposal. Something that made me dizzy for couple weeks!

Aku kecewa. Kerja kerasku nggak dipandang di sini.

"Jangan diambil hati. Buat pelajaran aja. Nggak semua orang mandang kamu begitu, kok."

"Not everyone, but there is."

Luki jadi orang pertama yang bersimpati. Thanks for that. But, aku lagi nggak butuh kata-kata simpatik yang bikin aku merasa baikan. I mean, yes I need it. But, aku pikir nggak bahas itu terlalu jauh jauh lebih baik. Aku ingin fokus ke event, rather than talking shit about it.

Aku udah mirip sipir penjara yang kerjaannya mondar-mandir. Membawa kertas bekas revisian proposal yang isinya urutan tampil semua kelas. Aku kebagian kelas sepuluh. Yang isinya pada ngaret karena berbagai alasan, mulai dari yang dandannya lama, sampai properti pentas yang ketinggalan. I don't fucking care. Masalahnya rundown udah ditentukan jauh-jauh hari. Nggak bisa gitu mereka inisiatif demi kelancaran acara?

"Ya, sabar dikit, dong? Nggak bakalan nyampe Maghrib juga!"

For god's sake!

"Kamu pikir ini acara mbahmu? Pake otak dikit lah? Yang tampil bukan cuma kalian! Aku udah empat kali kesini. Rundown empat kali berubah! Mohon kerja samanya dikit, lah!"

"SIAPA SURUH NGASIH URUTAN DADAKAN!"

"Ketua kelasnya mana? Aku pengen ngomong bentar?"

"Baru jadi OSIS udah songong! Babu sekolah bangga!"

"Kalo ngomong hati-hati ya, Mba?"

"Kenapa, Vin?" Ridwan muncul entah dari mana. Mengintrupsi emosiku yang sebentar lagi meletup.

"Kamu urus ini deh, Wan. Tolong, yah." I hate arguing with crazy people like them. Tanpa menunggu reaksi Ridwan aku langsung hengkang dari tempat itu. Aku nggak peduli Ridwan bisa handle mereka atau enggak. Kemungkinan besar sih enggak, palingan Ridwan cuma bisa haha hoho doang. Orang kalem kayak Ridwan mana bisa diajak debat.

Aku mangkir di salah satu sudut kelas. Memanfaatkan waktu yang ada buat nenangin semua. That happen almost in every school events. Ada aja orang yang otaknya nggak sampai sesendok. I mean, we need cooperation. Kami nggak butuh orang-orang tukang protes, yang jelas-jelas semuanya sudah disepakati dari awal.

"Vin, panggilin kelas 11 IPS 1, dong! Buru!"

Entah kenapa semua orang berubah jadi manusia-manusia menyebalkan di dunia. Like... mereka tuh nggak bisa ngomong selow. Always ngegas, ngegas, and ngegas.

AKU DAN DIAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang