15

2.5K 262 118
                                    

MAVIN SANJAYA

Well, it's happened. Sekarang aku harus menerima kenyataan kalau Kak Tampan mencampakkanku. Galau? Jelas. Aku nggak perlu cerita berapa banyak tisu yang udah aku habiskan di dalam kamar. Menangis layaknya tuan putri yang ditinggal mati pangeran. Menatap foto Kak Tampan yang sengaja aku gantung di setiap sela lampu tumbler, menanyakan kenapa dia melakukan itu, bermonolog seolah-olah dia beneran Kak Tampan, dan berakhir dengan aku yang tersadar kalo aku udah beneran kayak orang gila.

Itu juga yang membuatku  banyak makan akhir-akhir ini. Ya, it's true. Napsu makanku  bertambah kalo lagi galau. Seolah makanan adalah pelarian terbaik di saat hatimu kacau. Aku udah ngabisin 6 batang Chungky Bar, 7 kotak Ultramilk varian apapun, 4 cup besar Ice Cream Walls tiga rasa, satu loyang terang bulan  isi hazelnut keju yang wismannya lumer-lumer di mulut, intinya kalo nggak nangis ya makan, atau makan sambil nangis.

Dan semoga aku nggak mendadak mati karena diabetes.

Well, I'm not expected Kak Tampan  could say that "word" that made me really hurt. "Halu"? You know, that's a strong word for me. For real. Aku nggak pernah sepatah hati ini karena cinta. Even untuk seseorang yang nggak punya status apa-apa di dalam hidupku. But he made me really hurt. Ternyata Kak Tampan bisa sejahat itu.

Masalahnya... how come? How did he know? Kenapa dia bisa tahu? Dari mana Kak Tampan tahu kalo aku menyimpan fotonya diam-diam? I've never ever upload it on social media! I'm not that insane! Like... Really?

Teo? How? Dia pegang hapeku aja nggak pernah. Even if he was hacking my phone-pun aku meragukan itu. Analoginya mirip ikan disuruh manjat pohon. Impossible.

Teo menyewa hacker?

Nope! Dia miskin.

"You litteraly littering everywhere!" Nyatanya mommy nggak pernah tahu aku galau. Dengan wajah shock-nya mommy menatap kamarku horor lewat celah pintu. Nyatanya kamarku nggak kotor-kotor amat. Serius. Cuma aku males masukin beberapa bungkus jajanan di atas selimut ke tong sampah deket meja belajar aja. How it can be "everywhere"?

"I'll clean it up later. Don't worry."

"Mommy gak suka ya kamu jadi jorok begitu!" katanya melotot. "Mavin!"

"Mom, pleaseee." mataku memutar.

"Now!"

Aku memang ditakdirkan untuk patuh terhadap titah mommy. Like always, her voice hipnotized me like a doll. It will get louder and louder if you ignore what mommy said. Sambil memberesi sisa sampah pikiranku kembali mengingat ucapan Kak Tampan seminggu lalu. Kenapa sih kudu keinget terus?

Akhirnya aku kembali menangis setelah mommy menghilang di balik pintu.

***

"Akhir-akhir lesu banget? Kenapa?"

Aku nggak sadar kalau galauku menarik sebagian orang. Pertama Riani, Jeje, Luki, Mba Zuhrina, dan sekarang Rio. Ya gimana lagi, hati nggak bisa bohong. I'm not a faking person yang pura-pura tersenyum padahal hati sedang miris-mirisnya. Dan ya, Rio could see it. Even I'm sure he has no idea what actually happen on me. Masalahnya, aku lagi nggak tertarik ngobrol sama Rio.

"Woy!"

"Brisik!"

"Mavin kenapa, Luk?"

"Tau, tuh. Dari kemaren."

"Bedaknya ilang kali ketinggalan di WC pas nge-drag."

"Bhahaha si anjir!"

Aku nggak tahu itu suara siapa. Aku sibuk menatap halaman sekolah dari jendela Ruang OSIS. Yang dia maksud bukan "drag" semacam balapan. Tapi "Drag Queen". Yakali eyke bebancian di Indo? Hell, nah!

AKU DAN DIAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang