10. Memories

1.8K 222 28
                                    

10

Chaeyoung sudah berada di rumahnya. Keras kepala memang, harusnya Chaeyoung dirawat satu hari lagi untuk memulihkan keadaannya agar benar-benar baik.

Namun Chaeyoung yang tidak suka berada di ranjang rumah sakit, memilih untuk istirahat di rumah.

Jisoo dan Lisa akhirnya menuruti keinginan Chaeyoung itu.

"Chaeng apa kau yakin tidak apa jika ditinggal sendiri?" Jisoo bertanya, menatap wajah lemas Chaeyoung yang kini sedang bersandar pada kepala ranjang.

"Aku tidak apa eonnie, jangan mengkhawatirkanku." Chaeyoung mengusap lembut sentuhan Jisoo yang memegang tangannya.

"Yaakk! Tentu saja eonnie khawatir padamu." Chaeyoung hanya terkekeh kecil melihat kakaknya itu.

"Sudahlah eonnie, pulang saja. Suami dan anakmu menunggu di rumah." tidak berniat mengusir, tapi memang keadaannya seperti itu. Sebab ini sudah malam, pasti Suami dan anaknya sedang menunggu kedatangan Jisoo.

"Baiklah. Jika ada apa-apa telepon eonnie segera." Jisoo sudah bangkit dari duduknya. Mengusap lembut kepala adiknya dengan sayang.

"Jaga kesehatanmu Chaeng," Jisoo sudah berjalan menuju arah pintu. Menunggu Lisa yang masih duduk di sofa dekat ranjang Chaeyoung.

Lisa sedari tadi hanya diam saja. Sejujurnya, Lisa masih kaget dengan pernyataan Chaeyoung ketika di rumah sakit. Ia terus memikirkannya. Bagaimana jika kalimat yang Chaeyoung katakan benar?

Aish..

'Lisa kau tak boleh terlalu jauh memikirkan itu'

"Lisaa.. Pulang lah bersama Jisoo eonnie." Chaeyoung menyadarkan Lisa yang masih mematung.

"Dari kemarin kau sudah menjagaku. Istirahatlah." Lisa berjalan ke arah Chaeyoung. Duduk di sisi ranjang tersebut.

"Aku akan istirahat di sini, bersamamu." Lisa tahu betul keadaan Chaeyoung yang sendiri, maka ia berniat untuk terus berada di sampingnya.

"Pulanglah, nanti ke sini lagi kapan pun kau mau." Chaeyoung berujar dengan senyum tulus pada Lisa. Meyakinkan pada saudari kembarnya tidak perlu khawatir akan keadaannya. Toh rumah sudah menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi Chaeyoung.

Lalu sedikit cemberut saat Chaeyoung tidak mau ia temani, alhasil kata-kata yang mengarahkannya untuk pulang pun mau tidak mau membuat Lisa menyetujui.

Dengan posesif, Lisa memeluk Chaeyoung erat. Chaeyoung hanya menerima dengan senyum. Lisa begitu mengerti dirinya, dan pasti saat ini Lisa sedang merasakan apa yang Chaeyoung rasakan.

"Makan yang teratur Chaeng, jika ada apa-apa segera telepon." Lisa berbisik pada Chaeyoung, dan Chaeyoung hanya mengangguk sambil mengusap lembut punggung Lisa.

Bukan para saudarinya ini tidak mau menemani, tapi ada pekerjaan yang tidak dapat ditinggal, dan dengan terpaksa mereka meninggalkan Chaeyoung dengan kondisinya yang seperti itu.


<><><><><>

Chaeyoung menatap layar ponselnya yang tertera sebuah nomor dan nama dilayarnya.

Ia menimbang-nimbamg untuk menghubungi nomor tersebut.

Ayolah, Chaeyoung sangat rindu.

Ia akhirnya dengan cepat, menelepon nomor tersebut. Menempelkan ponsel pada telinganya.

Lama sekali ia menunggu tak ada jawaban.

Beberapa kali pun,

tidak dijawab.

Suffering [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang