20. Remorse.

1.9K 232 14
                                    

20. Remorse. Dua penyeselan. Double J.

Perdebatan itu berakhir dengan Chaeyoung yang merasakan kesakitan di bagian perut dan kepalanya. Lagi.

Pilihan antara mereka belum terselesaikan. Jisoo, Jennie dan Lisa ingin sekali Chaeyoung memilih untuk menggugurkan kandungannya. Tapi itu sangat sulit.

Jisoo sedang berhadapan dengan Wendy yang menangani Chaeyoung. Duduk berdua di ruang dokter setelah melihat begitu merintihnya Chaeyoung tadi saat tak kuasa menahan segala rasa sakitnya.

"Ini salahku"

"Tidak bisa menjaga Chaeng dengan benar" Jisoo merasa bersalah, Wendy sebelumnya pernah mengatakan untuk menjaga Chaeyoung, tapi apa? Hal yang lebih buruk malah terjadi.

"Tidak Jis, ini bukan salahmu. Ini terjadi diluar ketidaktahuan kita" tetap saja, Jisoo tertunduk.

Sedikit hening, kemudian Jisoo mengatakan hal lain lagi.

"Kami juga sebenarnya ingin sekali Chaeng menggugurkan kandungannya. Tapi Chaeng tidak mau. Kami harus bagaimana Wen?"

Wendy sangat paham bagaimana perasaan Jisoo. Kasus seperti ini bukan sekali dua kali Wendy hadapi, makanya ia paham dengan keputusan dari dua belah pihak yang bertolak belakang seperti ini.

"Chaeng kini sedang memerankan perannya sebagai ibu, dan tentu seorang ibu tidak akan tega menggugurkan bayi yang ada dalam kandungannya"

"Yaa tapi kami tidak mau jika Chaeng bertahan, dia justru akan mengalami sakit yang mungkin jauh lebih parah dari ini" Jisoo sudah tak tahan sebenarnya mengatakan hal yang membuatnya menangis. Namun itulah yang ingin Jisoo sampaikan pada Wendy.

Wendy berdiri dari kursinya, berjalan mendekati sahabatnya. Sedikit menunduk untuk merangkul tubuh Jisoo yang tengah menutup wajahnya dengan kedua tangan. Menahan tangis.

"Aku paham Ji, sekarang kau tenanglah. Kuatkan adikmu yang kini sedang berjuang melawan segala rasa yang membuatnya sakit" mengelus lembut bahu Jisoo untuk memberi dukungan pada apa yang sedang dihadapi Jisoo.

"Pada akhirnya, keputusan dari yang bersangkutanlah pihak dokter akan melakukan tindak lanjut dari semua ini"

<><><>

Jennie kini tengah menenangkan adiknya yang baru saja merasa lebih baik dari sebelumnya.

Seolah sedang membayar semua rasa bersalahnya, Jennie terus berada didekat Chaeyoung dengan kalimat penenang sebagai sesuatu yang dapat membantunya lebih nyaman lagi.

Lisa duduk di sofa yang berada di dalam ruangan Chaeyoung. Menenangkan sendiri hatinya.

Lisa tetap menginginkan Chaeyoung untuk menggugurkan kandungannya.

"Eonnie" Jennie melihat kearah Chaeyoung yang sedang memejamkan matanya sejenak saat memanggil nama Eonnienya.

"Hmmm, kenapa? Masih sakit?" Jennie bertanya penuh kelembutan.

"Aku, tidak ingin menggugurkan bayi ini, aku harus hidup dengannya" Chaeyoung berkata lemah, matanya kini sudah terbuka melihat langit langit ruang rawat.

Jennie menunduk, ia sudah mendengar kalimat ini 3 kali. Dan Jennie tidak mudah lupa dengan apa yang baru saja disampaikan.

"Chaeng, kalau Chaeng ingin tetap pada pilihan Chaeng, maka Chaeng tidak boleh banyak pikiran" Jennie menepuk nepuk pelan punggung tangan Chaeyoung dengan sesekali mengusapnya lembut.

"Sekarang Eonnie sudah ada disini" Jennie kembali menunduk. Mengetahui fakta bahwa dirinya ternyata sudah disini. Disamping adiknya yang membutuhkan.

Lisa benar, Chaeng buttuh Eonnienya, butuh saudarinya untuk menguatkan hati yang rapuh.

Dan disini, para saudarinya siap untuk melakukan hal itu.

"Maaf. Eonnie baru datang hari ini" Chaeyoung mengalihkan pandangannya kini pada Jennie.

"Tidak apa, yang penting Eonnie sudah disini. Chaeng sangat senang, harusnya Chaeng yang minta maaf, karna kebodohan Chaeng hubungan darah kita menjadi reng~" telunjuk Jennie sudah lebih dulu menempel pada bibir Chaeyoung. Memberhentikan kalimat yang sangat tidak ingin ia dengar selanjutnya.

"Sudah Chaeng jangan diteruskan" jemari Jennie kini sudah mengusap kepala Chaeyoung.

Chaeyoung pun mengerti, ia juga merasa sakit jika sudah mengingat masa yang tidak berhak ia ingat kembali. Sebab mengingatnya hanya menimbulkan luka.

"Temani Chaeng untuk sekarang dan selamanya"

Jennie ingin sekali rasanya memeluk tubuh Chaeyoung lebih leluasa. Memberikan pelukan yang selalu Chaeyoung dapat sebelumnya.

Namun, keadaan Chaeyoung yang masih sakit untuk sekedar duduk membuat Jennie hanya bisa memeluk Chaeyoung dengan kondisi yang kurang nyaman.

Jisoo masuk dengan raut wajah tak terkontrol. Terlihat jelas bahwa dirinya sudah lelah raga hati dan pikirannya. Pembicaraannya dengan Wendy cukup menampar pada kenyataan.

Dengan langkah perlahan, Jisoo menghampiri ranjang adiknya. Tepat berdiri disamping Chaeyoung, Jisoo mengelus pucuk kepala itu tanpa bicara dan hanya menatap dengan senyum yang coba merekah walau layu.

Chaeyoung memandang wajah Jisoo, ada kekhawatiran saat melihatnya. Dan Chaeyoung merasa raut wajah seperti itu ditimbulkan olehnya.

Jujur saja, Chaeyoung tidak mau melihat keadaan duka dari saudarinya. Tapi juga, ia tidak bisa untuk melakukan hal yang menurutnya amat jahat dilakukan.

"Eonnie akan menerima keputusan akhir yang Chaeng pilih" ada rasa ketidakterimaan yang Jisoo rasakan. Namun hal ini lah yang harus ia sampaikan.

Pada akhirnya memang keputusan Chaeng yang akan diambil oleh pihak dokter.

Lisa yang mendengar itu langsung mendongak, menatap bingung pada Jisoo yang dengan tiba tiba mengatakan itu. Jennie pun sama terkejutnya.

Jisoo melihat ke arah Lisa yang kini sudah berdiri. Tatapan kecewa terlihat dari wajah lesunya.

Jisoo lalu menghampiri Lisa. Memegang kedua pundak Lisa yang terasa tegang.

"Lisa-ya kita harus menerima apapun keputusan dari Chaeng" cukup kesal sebenarnya Lisa. Itu berarti, mereka harus siap dengan segala resiko mendatang.

Chaeyoung terus memperhatikan Lisa. Ia tau kembarannya itu sedang kecewa atas putusannya. Tapi bagaimana lagi.

Yang Chaeyoung butuhkan sekarang adalah dukungan dari para saudarinya agar Chaeyoung mampu melewati masa masa tersulitnya.

"Lisa" Chaeyoung memanggil lirih, ia ingin mendudukkan diri tapi rasanya sangat sulit dan sakit. Maka kepalanya terangkat untuk melihat Lisa.

Semua pandang tertuju pada Chaeyoung.

Lisa sakit saat melihat kondisi Chaeyoung saat ini. Dengan berat, kakinya melangkah mendekat ke arah ranjang Chaeyoung.

"Kenapa?"

"Aku hanya ingin dekat denganmu saat ini" inilah cara Chaeyoung agar Lisa bisa terfokuskan pada kondisinya, bukan pada hal hal buruk yang berterbangan diisi kepalanya.

Suffering [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang