08. Menyampaikan Kabar

1.8K 252 26
                                    

08

Jisoo keluar dari ruangan Chaeyoung untuk menelepon seseorang karena tidak ingin mengganggu tidur Chaeyoung.

Sesampainya di luar ruangan, Jisoo mencari kontak nomor orang yang selama ini ia rindukan, sudah lama ia tidak bertemu dengannya.

Ponsel sudah berada di telinganya, menunggu suara seseorang yang terdengar dari ponselnya.

"Yaa eonnie," suara itu akhirnya menyapa Jisoo, Jisoo tersenyum senang.

"Jennie, apa kabarmu?"

"Aku baik Eonnie. Ada apa eoh?"

"Kau di mana saat ini? Masih di Paris?"

"Iya Eonnie, aku di Paris. Ada apa?"

"Cepat pulang. Chaeng membutuhkan keluarganya."

Mendengar nama itu, seseorang di balik sana lama tidak menjawab pernyataan Jisoo.

"Jen, eonnie mohon. Pulanglah."

"Maaf Eonnie aku tidak bisa, aku sedang bekerja di sini."

"Jen, kau tahu, setelah perceraian kemarin ternyata sekarang Chaeyoung sedang mengandung, apa kau tak kasihan pada adikmu sendiri?" ingin sekali rasanya Jisoo menangis menumpahkan segalanya.

Teringat jelas di pikirannya tentang Chaeyoung yang merintih sakit dan kenyataan yang ada. Ditambah Jennie yang masih keras kepala ingin sekali Jisoo berteriak menghentikan semua ini.

"Apa kau tahu, Chaeng sangat terluka sekarang? pulanglah Jen, eonnie moh—," belum selesai Jisoo berbicara, Jennie sudah menutup teleponnya.

Selalu begini, jika sudah bersangkutan dengan Chaeyoung pasti Jennie selalu menghindar dan seolah tidak mau tahu apa yang terjadi pada adiknya itu.

Jisoo menghela napas lelah. Bagaimana ini?


<><><><><>


"Eum.." semua mata langsung tertuju pada sumber suara yang terdengar lirih. Menatapnya dengan intens.

Chaeyoung mengeryitkan dahinya yang terasa pusing. Dan sedikit memegang perutnya sakit.

Semua ekspresi diusahakan untuk tidak mengundang Chaeyoung sedih.

"Chaeng, bagaimana keadaanmu? Masih sakit?" Jisoo mengelus pucuk kepala adiknya lembut.

"Sedikit sakit eonnie,"

"Mulai sekarang, kau harus istirahat yang cukup, makan makanan yang sehat dan jangan terlalu lelah." Chaeyoung mengeryit heran saat Lisa berkata demikian.

Ada apa dengan tubuhnya?

"Lisa, aku sakit apa?" tanya Chaeyoung melirik ke arah Lisa dan kakaknya.

Lisa hanya bisa melihat ke arah Jisoo yang lebih dekat dengan Chaeyoung. Berharap kakaknya itu yang akan menjelaskan kepada Chaeyoung yang sudah penasaran.

Jisoo yang merasa diperhatikan melihat Lisa lalu mengangguk.

"Tidak ada penyakit serius yang hinggap ditubuhmu Chaeyoung-aa,"

"Tapi?"

"Tidak ada tapi," kali ini Lisa yang menjawab pertanyaan Chaeyoung dengan senyum.

"Sebab di sini," Jisoo mulai menempatkan tangannya di perut Chaeyoung. "Ada yang harus kau jaga."

Seolah diberi sengatan yang keras, jantung Chaeyoung tengah berdegup kencang ketika mendengar penuturan Jisoo.

Lisa menghela napas lega, kakaknya itu telah berhasil meloloskan kata kata walau tak banyak, tapi itu cukup pada intinya.

Melongo tak percaya, Chaeyoung memberikan ekspresi terkejutnya.

Setelah sekian detik mencerna karta yang harus ia kirimkan ke otaknya, barulah, detik itu pula Chaeyoung menjatuhkan air matanya.

Tangannya memegang perutnya yang masih rata.

Entah bagaimana perasaan yang Chaeyoung rasakan, tangisnya terlihat begitu lirih, berbeda dengan tangis bahagia yang akan menyunggingkan sedikit senyuman di bibirnya.

Lirihan itu tertangkap jelas pada pendengaran kakaknya dan saudari kembarnya. Seolah ditransfer, mereka kembali menangis. Dan semakin tidak tahu tangis mereka itu tertuju pada hal apa.

Hal haru selayaknya keluarga yang senang diberikan anak oleh Sang Tuhan?

Atau hal sakit mengingat Chaeyoung harus berjuang sendiri membesarkan anak yang ada dalam kandungannya tanpa belaian halus seseorang yang membuatnya nyaman?

Entahlah, saat ini mereka hanya menyalurkan apa yang ingin keluar dari matanya.

Suffering [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang