2. Ferdo permana

466 24 0
                                    

Sekolah Menengah Atas Bintara tengah ramai oleh siswa-siswi yang bermain di luar kelas, tak peduli pada guru-guru yang tengah mengadakan rapat.

Amira berjalan di koridor sekolah, menatap siswa-siswa yang bermain basket di lapangan. Dengan para siswi yang menjadi penonton serta menyemangati mereka. Wajar saja, di setiap sekolah pasti ada yang namanya idola. Para idola yang mereka tatap dengan binar di sorotan mata mereka.

Peluh serta hembusan nafas yang semakin tak beraturan menjadi teman siswa-siswa yang tengah bermain basket. Sedangkan teriakan serta senyuman hangat menjadi kawan para siswi yang menonton permainan basket tersebut.

Berbeda dengannya, Amira tak suka kebisingan seperti itu. Tapi, bukan karena tak suka ia jadi membenci kebisingan, karena disebuah situasi pasti akan ada kalanya Amira juga membutuhkan sebuah kebisingan. Misalnya, saat sepi datang melanda dan menyakiti jiwa?

Amira terus berjalan sampai akhirnya sampai di depan pintu bertuliskan perpustakaan. Masuk ke dalam dan tersenyum kearah penjaga perpustakaan yang sudah sering ia lihat.

Pandangannya tertuju ke arah buku-buku yang berjajar rapi di rak gendrenya masing-masing. Rasanya senang melihat deretan buku-buku itu, senangnya seperti saat melihat langit malam.

Setelah memilih satu dari ribuan buku di perpustakaan ini akhirnya pilihan itu tertuju pada sebuah buku bergendre fiksi remaja. Buku yang menceritakan tentang sosok perempuan yang mengidap suatu penyakit sehingga membuat dirinya tak bisa berinteraksi bebas, terlebih ketika seseorang yang ia kagumi malah tak percaya pada rasa sakitnya.

Itu membuatnya semakin merasa sakit. Atau mungkin rasa sakit tak pantas disimpulkan untuk perasaan itu. Lalu apa yang lebih pantas? Apakah, menderita?

Ditengah-tengah kegiatannya yang tergelam kedalam lautan cerita ini, Amira merasa ada pandangan yang menatap ke arahnya. Hati memang memilih tidak peduli, tapi anggota tubuh tetap mencari sebenarnya apa yang sedari tadi mengganggu hati.

Setelah merasa tak ada yang mengganggu Amira lanjut membaca bukunya, dan kembali tergelam dalam rasa sakit yang tokoh ini rasakan. Saat ini, ya saat ini. Amira harap ia tidak akan pernah merasakan rasa sakit seperti itu, dan untuk perempuan diluar sana yang mungkin merasakan sakit seperti tokoh yang kini Amira baca di buku tadi semoga hati dan raga kalian lekas sembuh.

Suara bel berbunyi menandakan siswa-siswi harus kembali ke dalam kelas, ya biasanya pukul 10 memang waktu nya siswa-siswi masuk ke dalam kelas untuk melanjutkan pembelajaran. Tapi ketika Amira masuk ke dalam kelas ternyata ada pemberitahuan yang memberitahu bahwa siswa-siswi dipulangkan lebih awal.

Sekilas perasaan senang terlintas dihatinya, hari ini Amira akan lebih cepat bertemu Reyhan. Dengan cepat ia mengambil tas gendongnya dan keluar kelas untuk pulang.

Ditengah-tengah perjalanannya menuju pos satpam untuk mengambil Reyhan yang ia titipkan disana ada seseorang yang menarik tangannya membuat tubuh Amira mau tak mau menatap kearah dimana orang itu berdiri.

Dia, FERDO PERMANA. Kakak kelas Amira yang dulu sempat Amira kagumi, namun dengan cepat perasaan tak pantas itu Amira sapu dan Amira hapus dengan kasar. Ada apa dia menemuinya?

"Halo, maaf udah narik tangan lo seenaknya" ucap Ferdo menyapa sambil meminta maaf.

"Gapapa, ada apa ya kak?" tanya Amira.

Ferdo tersenyum, mengundang tanya didalam benak Amira, lalu Amira menatap tangannya yang masih digenggam oleh Ferdo, "Lo tau gue? Nama gue Ferdo Permana. Dan lo.. Amira Zaleeta?"

"Iya, kenapa?" tanya Amira sekali lagi, masih dengan pertanyaan yang sama.

"Apa boleh, mulai hari ini gue sering ketemu sama lo?" Ferdo bertanya tanpa menjawab pertanyaan Amira.

"Untuk apa?" tanya Amira lagi sama seperti Ferdo tanpa menjawab pertanyaan yang dia lontarkan.

"Bikin lo seneng" jawab Ferdo sambil tersenyum.

Sekilas, perasaan hangat terasa di hati Amira. Namun dengan gesit ia mengusir perasaan itu. Amira menatap Ferdo bingung, lalu menatap tangannya yang masih betah Ferdo genggam.

"Aku udah seneng, enggak perlu. Lagian kalau kamu mau sering bertemu silahkan, itu hak kamu buat ngatur urusanmu, enggak perlu minta persetujuan aku," ucap Amira sambil melepaskan tangannya dari genggaman Ferdo.

Setelah itu Amira pergi, meninggalkan Ferdo agar perasaan yang sedari tadi sudah mengetuk bahkan menggedor pintu hatinya juga ikut pergi.

Memang benar, manusia memang membingungkan. Ketika ada yang ingin membuat bahagia dia malah menolak, tapi ketika ada yang ingin membuat luka malah diterima. Sudahlah, manusia seperti itu aku bukan kalian, Kata Amira.

Saat Amira berjalan menuju pos satpam, ia melihat pos satpam yang kosong tanpa ada seseorang yang menjaga. Saat Amira mencari kandang kucingnya ia hanya melihat sebuah kandang yang kosong dengan pintu kandang yang terbuka.

Dengan panik Amira berlari mencari Reyhan yang kabur dari kandangnya, saat ia terus mencari Amira mendengar erangan yang mirip seperti suara Reyhan. Dan yah! Amira melihat Reyhan tengah berada di atas pohon dengan raut seperti ketakutan.

Ia bingung harus bagaimana, jika ia naik apa itu tidak apa-apa dengan keadaan dia masih memakai rok sekolah yang hanya sepanjang lutut? Sejujurnya ia juga tidak pernah naik ke atas pohon. 

Apa ia harus menghubungi pemadam kebakaran? Salah satu tugas mereka juga untuk menurunkan kucing dari atas pohon bukan? Tapi, rasanya itu terlalu berlebihan.

Lalu hal apa yang bisa dia lakukan? Meminta tolong ke orang lain? Tapi bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tadi, apa masih ada orang?

Amira duduk di bawah pohon sambil terus menatap kucingnya yang mengaung dari atas pohon, ia berpikir keras tentang apa yang akan dia lakukan. Kalau saja ia bisa memanjat pohon pasti sudah dari tadi dia menolong kucingnya, ya walaupun harus berhati-hati karena ia memakai rok sekolah yang pendek.

Tapi kenyataannya? Dia tak bisa memanjat, dia mamakai rok sekolah pendek yang mungkin bisa dengan mudahnya robek jika dia memanjat ke atas pohon.

Dengan perasaan yang semakin panik ia berlari mencari seseorang. Namun nihil, orang-orang sepertinya sudah pulang dan tidak ada tanda-tanda kehadiran siapa pun disini.

Hingga seketika ia ingat, pasti satpam sekolah masih ada. Dan ketika ia baru sampai di tempat parkiran ia melihat seorang siswa yang tengah berjalan, dengan perasaan penuh rasa syukur dia berlari dan hendak meminta tolong pada siswa itu.

REYHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang