Prologue

295 28 2
                                    

Pria yang akrab di sapa 'Jeon' itu terduduk di bangku taman depan rumah sakit, menunggu sembari menelepon seseorang. Sesuatu mengganggu pikirannya. Seiring berjalannya waktu, bertambah pula rasa bersalahnya. Harus ada kejelasan disini.

Pria itu menghela napasnya. Ia mengusap wajahnya kasar, dan satu tangannya masih menempelkan ponsel ditelinga. Perasaannya begitu gusar, hatinya tercabik-cabik, pikirannya bergulat.

"Ingatlah, ini adalah risiko dari langkah yang kau ambil. Terdengar menyakitkan memang, karena bukan kau yang menentukan. Jeon, alam itu adil. Alam lebih tau tentang segalanya" Ucap pria diseberang telepon.

Jeon memperbaiki duduknya, dalam hati ia sudah tau risiko dari langkah yang akan diambilnya. " Aku ingin bertemu dengannya, menggunakan identitasmu. Aku hendak mengucapkan permintaan maaf" katanya

"Bertemu? Kau gila? Setelah semua ini kau ingin bertemu untuk meminta maaf menggunakan identitasku? Hhhh.... Baiklah, tapi cukup berkomunikasi, itu lebih baik." tanggap pria diseberang telepon. Jeon kembali menghela napas, ia sungguh tak sanggup.

"Baiklah, yang jelas aku menggunakan identitasmu" katanya kemudian.

"Iya, kalau begitu akan kuatur pertemuanmu dengannya. Datanglah ke garden besok jam empat sore. Dan.. sudah dulu, aku masih ada urusan yang lain"

"Mm.. Bekerjalah dengan baik" Setelah itu, panggilan berakhir. Jeon menyimpan ponselnya disaku, kemudian mengeratkan jaket. Tidak lama, datanglah seorang wanita dengan wajah berserinya.

"Kau menunggu lama?" tanya wanita itu. Jeon balas tersenyum, lalu bangkit dari duduknya seraya berkata "Tidak juga". Ia kemudian merapikan syal si wanita, dan memegang kedua bahunya.

"Udara semakin dingin, kuharap kau selalu merasa hangat" ucapnya

"Eey, aku selalu merasa hangat denganmu" tanggap si wanita. Jeon lalu meraih tangan wanita itu, menariknya lembut kemobil

"Jadi kita akan kencan malam ini? Tidakkah kau merasa kita kencan tiap hari?" tanya si wanita saat mobil melaju

"Kau tau? Bersama denganmu selalu membuatku merasa jika itu adalah momen terakhir kita. Jadi aku ingin agar kau bahagia terus. Kuharap kau tau seberapa besar cintaku padamu" kata Jeon yang dihadiahi pukulan dilengan

"Eey, aku tau jika kau mencintaiku. Kau selalu saja menggombal" Balas si wanita dengan kekehan kecil.

"Lagipula kau adalah istriku. Salahkah jika aku ingin menggoda istriku sendiri?" tanya Jeon yang digelengi wanita disampingnya.

"Bagaimana keadaan rumah sakit hari ini, apakah pekerjaanmu berjalan lancar?" tanya sang suami kemudian

"Lancar. Tak ada pasien yang terkena hal serius hari ini. Aku selalu berharap setiap hari begini"

"Aku tau ini adalah pertama kalimu lagi jadi dokter setelah bertahun-tahun, tapi jangan terlalu memaksakan dirimu" si wanita menggeleng dengan senyum.

"Tenang, aku tidak pernah ingin membuatmu khawatir" beigut ucapnya.

Jeon tidak membalas setelahnya, teringat bagaimana kejamnya ia. Pancaran sinar bahagia wanita itu yang membuatnya terdiam, membatin "Please, don't smile on me, light on me. Karena aku bahkan tidak tau diriku pantas untukmu atau tidak"

***

Jeon menghentikan langkahnya, menyandarkan punggung di pohon, lalu memeriksa jam. Sudah pukul empat sore, harusnya orang yang ingin ditemuinya telah tiba. Ia mengedarkan pandangannya. Tumbuhan disini lumayan tinggi, cukup untuk menjadi penghalang mata.

"Hei, kau ada disana?" Tanya Jeon.

"Beberapa menit yang lalu" Jawab wanita dibalik tumbuhan itu. "apa yang ingin kau katakan?"

"Kau marah padaku?" Jeon mulai berbicara. "Ini berdasarkan kenyataan dan bukti yang ada. Maaf, aku memang tidak pantas untukmu. Terlalu banyak rahasia yang kusembunyikan, diriku penuh kebohongan"

"Mungkin kau sering mendengar kata-kata ini di novel-novel. Tapi apa yang kusampaikan benar-benar dari hati terdalamku." Jeon menunduk dengan mata tertutup. Suaranya terdengar lirih, bahkan sepertinya air matanya sudah berkumpul dipelupuk

"Aku mencintaimu, selalu mencintaimu. Juga dia, dia selalu mencintaimu. Aku tak ingin egois, jadi kusimpan rasaku dan biarkan dia untuk mengejarmu. Tapi keadaanku dan dia tidak beda jauh. Tak ada dari kami yang bisa memilikimu, bahkan aku tidak punya nama untuk dipanggil."

"Hari - hari di momen kehidupanku, aku harus memasang topeng tiap kali bertemu denganmu. Bahkan hingga kini, sulit sekali menjadi diriku sendiri. You know what? But i still want you"

Hening barang sejenak.

"Itu saja? Aku harus pergi, suamiku mungkin telah menunggu" kata si wanita kemudian.

"Hm.. Selamat tinggal" ucap Jeon membuka mata, dan cepat-cepat beranjak dari tempat itu. Ia harus segera kesuatu tempat, sebelum istrinya tiba disana terlebih dahulu.

(Discontinued) Hey, Arrest - jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang