01

1K 79 0
                                    

Sorry for typo!

***********



"Cukup! Aku tidak mau mendengar apapun lagi, kita sudah selesai turuti ke inginan orang tua mu, biarkan aku pergi!"

"Tapi kemana kau akan pergi? Hanya aku yang kau miliki di sini Jimin, tetaplah di sini bersamaku."

"Aku mohon biarkan aku pergi, ini sudah jadi ke putusanku, aku tidak sendiri di kota ini, banyak yang ku kenal, dan mereka mau membantu ku." Jimin mengabaikan pria yang berdiri di belakangnya, dia terus memasukkan semua pakaiannya ke dalam kopernya.

"Jiminie~ Aku tidak mau berpisah! Aku tidak mencintai wanita itu, kau tahu itu." pria itu berjongkok meremas lengan Jimin cukup kuat.

"Lepas! Kau menyakitiku."

"Aku tidak akan melepaskan mu! Kau hanya akan tetap di sini bersamaku." ujar pria berkulit tan itu bersikeras.

Namun tiba-tiba pintu kamar terbuka dan seorang wanita paruh baya masuk ke dalam nya. Jimin segera melepaskan dirinya dan kembali memasukkan barang-barangnya ke dalam koper serta ranselnya.

"Taehyung, hentikan ke gilaan ini, biarkan dia pergi!"

"Aku tahu, pasti Eomma yang membuat Jimin ingin pergi meninggalkanku!" teriak Taehyung pada wanita yang tak lain adalah ibunya sendiri.

"Kau bahkan berani berteriak padaku hanya karena pria ini hemb? Lebih baik dia pergi dari ke hidupanmu, aku tidak mau kau jadi gay hanya karena dia terus ada di sini."

Jimin meremas pakaiannya, saat mendengar ucapan Eomma Taehyung, tak terasa air matanya mengalir, namun ia segera menghapusnya dan segera bergegas pergi dari hadapan mereka.

"Aku pergi, trima kasih atas semua yang pernah kau berikan padaku. Dan selamat tinggal." pamit Jimin, ia menyeret kopernya dan segera pergi dari apartemen itu.

Sampai di loby apartemen, Jimin melihat seseorang yang ia kenali sedang berdiri di depan pintu loby, ia segera menghampiri orang itu, dan berusaha terlihat baik-baik saja.

"Hyung!"

"Sudah siap?"

"Hm! Maaf merepotkanmu Hyung~ "

"Tidak masalah. Hari ini aku sedang cuti, jadi aku yang menjemputmu."

Jimin berusaha tersenyum dan mengikuti langkah namja di depannya lalu masuk ke dalam mobil. Dia meletakan koper di dalam bagasi kemudian duduk di samping kemudi.

"Kau bisa menangis sekarang. Aku janji tidak akan tertawa."

"Isshh! Aku laki-laki Hyung! Aku tidak akan menangis." Jimin mempoutkan bibirnya.

"Aigo~ Jiminie~ " pria itu menepuk pelan kepala Jimin, "kau tahu, menangis bukan berarti kau itu lemah. Menangislah jika itu bisa mengurangi sedikit beban di hatimu."

"Aku baik-baik saja Hyung~ jangan khawatir." Jimin meremas tangannya sendiri.

"Aku tidak memaksamu, aku hanya memberi saran Jiminie. Tidak perlu malu menangis di depanku, di sini tidak ada Seokjin Hyung yang akan menertawakanmu." pria tersenyum lalu menjalankan mobilnya. Sedangkan Jimin kini diam, tak bersuara lagi.

Setelah perjalanan selama 30 menit lamanya, mereka akhirnya sampai di sebuah rumah yang cukup besar, ada beberapa kamar di lantai atas juga di lantai bawah.

"Kamarmu ada di lantai bawah, kau bisa tempati yang paling ujung. Aku sudah membersihkannya." Jelas pria itu, Jimin hanya mengangguk dan menyeret kopernya masuk ke dalam kamar itu.

Jimin merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia tidak tahu harus kemana lagi selain meminta bantuan dari Seokjin, orang yang ia kenal dengan baik. Meskipun mereka hanya beberapa kali bertemu.
Selain Seokjin dan Hoseok, ia tidak lagi memiliki teman yang bisa membantunya di Seoul.

Tok tok tok

Ketukan pintu membuyarkan lamunan Jimin, dengan langkah gontai, dia membuka pintu dan ada seorang namja asing berdiri di depan pintu kamarnya.

"Hai?"

"Ne?"

"Hoseok Hyung memintamu datang ke meja makan, untuk makan siang bersamanya.

"Oh, trima kasih. Aku akan segera ke sana."

Jimin hendak menutup pintunya, tapi sepertinya pria di hadapannya masih ingin bicara dengannya, dia mengulurkan tangannya di hadapan Jimin.

"Kim Mingyu."

"Park Jimin." Jimin menjabat tangan teman barunya.

"Aku tidak tahu apa masalahmu, tapi jangan terlalu larut dalam kesedihan. Em ... Ngomong-ngomong senyuman mu sangat manis Jimin." Mingyu menggaruk belakang lehernya, kemudian membungkuk kecil pada Jimin dan menghilang dari pandangannya.

Jimin menyunggingkan sudut bibirnya, hatinya sedikit lega ketika menyadari masih banyak orang baik yang peduli padanya. Menutup pintu kamarnya, dia bergegas menghampiri Hoseok yang sudah menunggunya.

"Jangan terlalu sedih. Mungkin dia bukan yang terbaik untukmu. Dan kau bisa mulai bekerja besok, aku berharap kau cepat melupakannya." Hoseok berkata tanpa melihat ke arah Jimin yang duduk di sisi kirinya.

"Aku baik-baik saja Hyung~ cuma ... Ya, Aku harus bisa melupakannya meskipun itu sulit, dan trima kasih sudah mau membantuku lagi."

"Aku tidak menerima ucapan terima kasih saja, kau harus membayarku."  Jimin tertegun, dia bingun bayaran apa yang di maksud oleh Hoseok, sedangkan dirinya saja tidak memegang uang sepeser pun.

"Aku tidak punya uang Hyung, tapi aku Janji setelah mendapatkan gaji pertamaku, aku akan-"

"Aku tidak butuh uang mu, aku cuma ingin melihatmu bahagia Jiminie. Aku yakin Seokjin Hyung juga akan sependapat denganku."

"Trima kasih Hyung, aku tidak tahu bagaimana jika tidak ada kalian di kehidupanku." Jimin menunduk, menyeka air matanya.

"Cukup berterima kasihnya, Sekarang makanlah."

Jimin hanya mengangguk, dan segera melahap makan siangnya dengan sedikit obrolan ringan dengan Hoseok mengenai pekerjaannya.

********

Beberapa hari berlalu...
Jimin memulai aktivitasnya dengan baik, tidak ada keluhan, ia justru terlihat bahagia dengan pekerjaan barunya, meskipun hanya sebagai pramusaji di sebuah restoran hotel, tapi ia tetap bersyukur karena bisa melupakan rasa sakitnya. Memiliki teman baru dan bertekad akan benar-benar melupakan seseorang yang membuat hidupnya berantakan.

Sampai seseorang kembali mengusik kehidupan damainya, dan Jimin kembali menghadapi dilema dalam hidupnya yang tak kunjung usai.





TBC
18,04,2022

Asisten Pribadi "YoonMin"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang