02

739 82 3
                                    

Sorry for typo!


**********

Beberapa hari berlalu..
Jimin terlihat baik-baik saja, tidak ada lagi raut wajah sedih yang biasanya terpancar di wajahnya.
Hoseok dan Seokjin merasa lega melihat perubahan Jimin yang kembali ceria seperti biasanya.

Hari ini Restoran cukup ramai, dan nanti siang akan ada beberapa orang penting yang akan datang serta makan siang di sana.
Seokjin yang menjabat sebagai manajer di hotel itu, mengatakan jika hari ini bos pemilik hotel itu akan datang dengan beberapa rekan relasi kerjanya.

Bruukk!!

"Ah! Maaf Tuan Saya tidak sengaja." Jimin tertunduk tak berani menatap wajah pria di depannya.

"Hm, bersihkan ini." upria itu memberikan jasnya yang kotor pada Jimin.

Jimin pun, menerima jas itu dengan wajah bingungnya, kemudian ia melihat ke arah Seokjin yang sedang berdiri di belakang pria itu.
Pria jangkung itu hanya mengangguk dan tersenyum pada Jimin, agar ia segera pergi dari sana.

"Seokjin, ambil  jas di kamarku, dan kau! Antar jas itu ke kamar ku nanti."

"Ba_baik Tuan ." jawab Jimin gugup. Kemudian ia segera berlalu dari hadapan mereka.

"Dia menakutkan!" batin Jimin saat ia tanpa sengaja menatap mata tajam pria itu.

*********

Hari mulai gelap, Jimin seharusnya sudah pulang dan istirahat saat ini karena shiftnya sudah selesai.
Namun karena tadi siang dia menumpahkan jus di jas bosnya , ia terpaksa mengantarkan jas itu langsung ke lantai paling atas, dimana kamar bosnya itu berada.

"Hyung~ apa harus aku yang mengantarnya?" Jimin terlihat ragu untuk mengantar jas itu sendiri ke kamar sang atasan.

"Karena kau yang dia minta. Jadi kau yang antar! Aku sudah bosan mendengar perkataannya yang pedas itu." Seokjin tampak lelah, tapi dia tetap mengantar Jimin sampai di depan pintu kamar sang atasan.

"Baiklah, terima kasih sudah mengantarku Hyung~ "

Entah kenapa kini Jimin merasa tidak enak, dan takut saat menaiki lift menuju ke lantai paling atas.
Ia sampai di depan pintu besar seraya menggigit bibirnya takut juga gugup, mengingat tatapan mata yang tajam itu tadi pagi. Di dalam hati ia berdoa agar semua pikiran-pikiran buruk itu hilang.

Tok tok tok

"Masuk!" suara berat menyapa indra pendengaran Jimin.

Jimin tak langsung memasuki kamar mewah itu, dia menatap takjub pada apa yang ia lihat pertama kali, ia bahkan tak sadar jika sedang di perhatikan oleh sang pemilik kamar. Pria berkulit pucat itu menatapnya dari tempatnya duduk.

"Kemarilah." Jimin mengangguk, melangkahkan kakinya mendekat.

"Duduk di sini!" ujar Pria itu lagi sambil menepuk sofa tepat di sampingnya.

Jimin agak ragu, namun ia akhirnya menuruti ucapan bos besarnya itu.

"Siapa namamu?"

"Jimin Sajang-nim, Park Jimin."

"Sejak kapan kau bekerja di hotel ini?"

"Sekitar 3 minggu yang lalu." jawab Jimin mulai berkeringat dingin, pria itu mengangguk dan meraih segelas wine di atas meja.

"Sajang-nim Sa_saya mengantar jas anda yang sudah di cuci."  Jimin meletakkan jas yang masih terbungkus itu di atas meja.

"Simpan di sana." tunjuknya pada lemari pakaian yang tak jauh dari ranjang king size itu.

Jimin mengangguk dan kembali mengambil jas itu dan segera meletakannya di dalam lemari pakaian.
Tiba-tiba saja tubuhnya menegang, saat menyadari ada tangan yang melingkar di pinggangnya.
Dan tubuhnya meremang saat merasakan hembusan nafas orang itu di lehernya.

"Sa-Sajangnim,  Apa yang anda lakukan? Aaahh!" Jimin segera menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Layani aku malam ini, dan akan aku berikan apapun yang kau mau." 

Mata Jimin membola mendengar ucapan bosnya, kemudian ia menggeleng dan mencoba melepaskan diri dari rengkuhan tangan itu.

"Maafkan saya Sajang-nim, Saya bukan orang seperti itu!" Jimin dengan wajah tegasnya menolak permintaan sang atasan.

"See? Kau menolakku?"

"Maaf Tuan, saya harus pulang."

"Kau tahu, tidak ada yang pernah menolak tawaran ku sebelumnya, dan kau yang pertama melakukan nya."

Pria itu mebalik tubuh Jimin agar menghadap ke arahnya, mencengkeram rahangnya, mentap intens mata Jimin yang sangat indah baginya. Perlahan wajah pria itu mendekat, mengikis jaraknya dengan Jimin. Lantas sang bawahan menutup matanya saat pria itu menciumnya di bibir, Jimin mengatupkan rapat mulu nya meskipun sang bos terus saja memaksakan lidahnya untuk masuk ke dalam mulut nya.

Brakk!

"Ssshh~" eluh Jimin, saat tangan penuh urat itu menghempaskan kepalanya, hingga terbentur pintu lemari.

"Cepat pergi sebelum aku berubah pikiran."

Mendengar ucapan atasannya Jimin segera berlari keluar dari kamar itu, sesampainya di dalam lift tubuh kecil merosot duduk di dalam lift dengan nafasnya yang tersenggal, Jimin menetikan air matanya, ia hampir saja mengalami pelecehan oleh atasannya sendiri.

"Kenapa aku selalu saja mendapatkan masalah? Apa tidak bisa aku hidup lebih tenang?"

Jimin meremas jaket yang ia kenakan, dadanya terasa sesak dan kepalanya mulai pusing, ia baru ingat jika dia melupakan makan malamnya, dan tadi siang dia hanya memakan sebungkus roti saja.
Jimin segera menyeka air matanya saat pintu lift terbuka, dia tidak melihat Seokjin di manapun, karena mungkin pria itu kembali di sibukkan dengan kerjaannya yang seolah tak ada habisnya.

Dengan menaiki taksi, akhirnya Jimin sampai di rumah,  dan menemukan Hoseok sedang mengambil minuman.

"Ada apa dengan wajahmu itu?"

Mendengar pertanyaan Hoseok Jimin memegang wajahnya dan menatap Hyung-nya dengan tatapan bingung.

"Apa kau menangis lagi? Kenapa baru pulang? Apa kau bertemu si sialan itu lagi?" tanya Hoseok beruntun, Jimin menghela nafasnya, lalu duduk di sofa ruang tengah di ikuti oleh Hoseok.

"Aku baik-baik saja Hyung, dan aku tidak bertemu Taehyung, aku baru pulang karena baru mendapatkan taksi" jelas Jimin berbohong, meskipun sebagian dari ceritanya itu benar.

"Kenapa tidak menelpon ku? Aku bisa saja menjemputmu."

"Tidak perlu Hyung, aku tidak mau selalu merepotkanmu. Dan sebaiknya aku segera tidur, selamat malam Hyung."

"Hm, Selamat malam Jiminie. "

Jimin masuk ke dalam kamarnya, merebahkan tubuh lelahnya di atas ranjang, ia menatap langit-langit kamar dengan tatapan sendu. Dia berpikir keras, memikirkan bagaimana caranya agar ia tidak lagi bertemu dengan atasnya itu.

"Apa aku keluar saja dari sana? Tapi.. Aku belum mendapatkan uang yang cukup, untuk mengganti uang Hoseok Hyung saja aku masih belum bisa."

Jimin berganti posisi tidurnya dengan miring menatap bingkai foto keluarganya, ia ingin sekali pulang dan memeluk ibunya, namun lagi-lagi ia ingat akan ucapan sang ayah yang kecewa padanya karena ia lebih memilih Taehyung dari pada keluarganya sendiri, dan kini ia malah berpisah dengan pria itu.

Penyesalan memang selalu datang saat tak ada jalan lagi. Namun sepertinya Jimin masih berharap ke depannya nanti ia bisa hidup lebih baik lagi.


TBC
19,04,2022

Asisten Pribadi "YoonMin"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang