05

650 77 1
                                    

Sorry for typo!

***********

Jam menunjukkan pukul 9 malam, saat Jimin sampai di rumah, Hoseok yang tadi sempat khawatir kini menatap tajam ke arah Jimin yang matanya terlihat sembab dan juga tak ada makanan yang ia bawa pulang seperti biasanya.
Seokjin yang baru saja datang pun hanya menatap keduanya, dengan heran, pasalnya Hoseok terlihat marah karena Jimin tak kunjung mengangkat telponnya dari tadi.

"Hm~ baiklah jika tidak ingin mengatakannya, kembali ke kamarmu, aku tidak akan maksamu untuk mengatakannya.Tapi jujur jika ini mengenai Taehyung lagi, aku akan bilang padanya agar tidak mengganggumu lagi." ucap Hoseok sebelum akhirnya dia pergi dari hadapan Jimin yang hanya diam mematung di tempatnya.

Seokjin menghampiri Jimin lalu memeluknya, membiarkan Jimin menangis dan membasahi pakaiannya. Dia tidak akan bertanya apapun jika Jimin sendiri enggan untuk mengatakannya, jadi yang bisa Seokjin lakukan hanyalah membuat Jimin tenang dan melepaskan emosinya.

"Tidak apa-apa, Hoseok memang seperti itu. Dia begitu juga karena dia berpikir kau adalah tanggung jawabnya karena dia yang membawa mu ke sini. Jangan di ambil hati perkataannya yang kasar itu."

"Aku tidak apa-apa Hyung, aku justru senang karena Hoseok Hyung masih memperhatikanku. Aku hanya-" ucapan Jimin terpotong karena ia kembali menangis mengingat pertemuannya dengan Taehyung tadi.

"Jangan katakan jika kau terpaksa, kami juga tidak mau terlalu banyak ikut campur urusan pribadimu, Hoseok hanya khawatir padamu." Seokjin tersenyum lalu ia juga pergi ke kamarnya meninggalkan Jimin, setelah mengusap sayang surainya.

Jimin akhirnya kembali ke kamarnya, ia mencoba untuk istirahat seperti yang di katakan oleh Hoseok sebelumnya. Namun perasaan berkecamuk tidak bisa membuatnya memejamkan mata. Ia kembali duduk dan mengambil sesuatu yang ada di dompetnya, fotonya bersama dengan Taehyung masih tersimpan apik di sana.

Jimin tersenyum melihat foto itu, namun setelahnya ia kembali menangis. Ia tidak pernah menyangka jika dia secengeng ini, padahal dia seorang pria. Ia berusah tak menangis lagi, kemudian kembali memasukkan foto itu kedalam dompetnya.

"Ini pilihan mu Jiminie~ jangan pernah menyesal, dan terus melangkah ke depan." monolog Jimin, menyemangati dirinya sendiri.

Jimin kembali membaringkan tubuhnya dan mencoba untuk memejamkan matanya lagi.

***********

"Apa?!"

"Kau di pecat!"

"Tapi kenapa? Apa salahku?" Jimin  bertanya pada wanita di depannya dengan tatapan bingung.

Ia tidak tahu apa kesalahannya, sehingga tiba-tiba dia bisa mendapatkan surat phk secara mendadak pagi itu.

"Aku juga tidak tahu. Itu semua perintah Sajang-nim." ujar wanita itu, kemudian ia pergi meninggalkan Jimin yang termenung.

"Sial! Cobaan apalagi ini?" Jimin menarik rambutnya frustasi.

Dia berjongkok di depan loker, ia hendak mengganti bajunya namun tiba-tiba manajer resto hotel itu menghampirinya dan mengatakan jika dia di pecat.

Jimim bingung sekarang, dia tidak mungkin mengatakan pada Hoseok jika dia di pecat dari pekerjaannya, karena Hyung-nya itu sangat tempramen jika ada sesuatu yang tidak pas di benaknya, tak jarang juga dia akan memarahi siapa saja yang menurutnya salah.
Jimin kini duduk di kursi loby hotel, menunggu ke datangan Seokjin, ia ingin menanyakan perihal dirinya yang tiba-tiba saja di pecat dari pekerjaannya.

"Ada apa Jim?"

"Hyung, kenapa Sajang-nim memecatku? Apa salahku?" tanya Jimin tiba-tiba, saat Seokjin menghampirinya.

Asisten Pribadi "YoonMin"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang