Shania Alena Natasia—daritadi hanya mengaduk sarapan yang telah tersaji di meja makan di hadapannya. Ia terdiam mendengar celotehan Ferdi—adik pertamanya kepada ayah, mengenai bagaimana dirinya memenangkan kejuaraan badminton SMA se-Jawa Barat dan akan dikirim untuk menjadi wakil dalam tingkat nasional beberapa hari ke depan.
Dari arah kirinya, seperti biasa ia mendengar dua adik kembarnya, Ribka dan Ricky, yang masih SD bertengkar hanya karena sosis milik Ricky telah habis dan Ribka enggan berbagi. Permasalahan anak kecil.
Namun bukan itu yang menjadi pengalih perhatian Shania, tetapi pikiran yang berkecamuk. Semua pertanyaan yang berkeliaran di kepala akhir-akhir ini belum bisa ia jawab. Tentang laki-laki yang terduduk di depannya.
Sial, pun dari awal Shania tidak akan menyangka akan seperti ini jadinya. Dari ujung matanya ia mencuri pandang, tentang bagaimana laki-laki itu sudah bersiap mengenakan pakaian dinas coklatnya dengan jas lengan panjang menyelimuti. Terlihat tampan, well, sebenarnya tidak heran toh dari pertama mereka bertemu Shania memandang Andri—ajudan yang ditugaskan ayah untuk menjaga Shania, Ferdi, dan kedua adik kembarnya itu, sebagai sosok laki-laki yang tak jarang membuat kebanyakan perempuan langsung menaruh hati.
Yang membedakan, mungkin dulu Shania menaruh rasa tidak sukanya karena kedatangan Andri yang membuat dirinya merasa tidak bebas, tapi kini berbeda, tiap kali ia melihat wajahnya, ada satu degupan rasa. Ah gila, sudah berapa kali Shania mencoba untuk menyangkal tapi tetap saja.
"Shania!" panggil Pak Rudy—ayah Shania, yang telah bersiap mengenakan pakaian dinasnya, melaksanakan tugas yang seharusnya diemban seorang jenderal militer.
"Eh ya, pah? Kenapa?"
"Kamu ini dipanggil daritadi gak nyaut, malah ngeliatin Andri. Kenapa?"
Deg! Shania merutuki diri sendiri dan memejamkan mata beberapa detik menyesali kebodohannya. Disamping itu pun ia tidak ingin menatap Andri tepat di kedua bola matanya. Tidak lain lagi, pasti laki-laki itu sedang terdiam menatap dirinya seperti anggota keluarganya yang lain.
"Naksir tuh sama Mas Andri," celetuk Ferdi semena-mena. Gelak tawanya tidak bisa dihindari lagi.
Dalam sedetik Shania melotot padanya dan menendang kursi meja makan di sebelah dan membuat Ferdi tersedak sesaat karena kaget.
"Yee apaan sih," ucap Shania setengah berbisik menekan nadanya.
"Enggak kok, pah. Ngawur. Orang aku lagi ngelamun tadi kok.
Mendengarnya, Andri tersenyum tipis. Shania melihat hal itu dan tiba-tiba merasa hatinya menghangat. Sialan, Shania benar-benar sudah gila sekarang. Shania mengambil segelas air putih dan meminumnya perlahan menenangkan diri.
"Kalo kamu naksir juga gapapa. Papa restuin kok."
Uhuk! Shania tersedak disertai gelak tawa dari Ferdi dan Ribka juga Ricky. Duo tuyul kembar itu tentu tertawa karena melihat Shania tersedak, tetapi gelak tawa Ferdi terdengar seperti hinaan bagi Shania. Pasti adik laki-lakinya itu paham kalau akhir-akhir ini Shania memendam sesuatu pada sosok Andri yang ditugaskan ayahnya tersebut.
"Ya udah sih pah, jodohin aja. Mas Andri juga keliatannya suka kok. Ye gak, mas?" Ferdi dengan sengaja menyenggol lengan Andri dan membuatnya menundukkan wajah.
Pak Rudy dan Ferdi tertawa melihat wajah Shania yang memerah seperti kepiting rebus dan Andri yang menundukkan wajah karena malu telah berhasil mereka kerjai. Tetapi dalam hati Shania, pagi itu ia merasa senang karena untuk pertama kalinya, yang ia lihat dari sosok Andri di hadapan adalah senyumannya. Dan itu cukup. Cukup membuat Shania bucin setengah mampus.
***
"Cewe gilaaa! Ayo dong cepetan. Gue telat masuk nih, guru gue killer!" seru Ferdi dari kursi belakang sembari menurunkan kaca mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Hati, Abdi Negara (Buku 1-3)
RomanceShania Alena Natasia--telah menjalani hubungan yang indah sebelum akhirnya bertemu Andri, sang abdi negara yang menjadi anak asuh ayahnya yang notabene seorang Jenderal sekaligus mengemban tugas menjadi ajudan baginya. Shania yang mencoba melupakan...