Pertemuan Pertama #6

6.6K 359 2
                                    

Ketika melihat wajahnya lagi, ada sesuatu hal yang Shania rasakan, namun tak dapat dijelaskan dalam kalimat. Harus diakui, Hasyim terlihat tampan dengan jas berwarna hitam dan dasi kupu-kupunya. Terlihat imut dan menggemaskan. Laki-laki itu sedang menelepon seseorang entah siapa. Terlihat sedikit cemas dan gusar karena berkacak pinggang.

"Mas, lo... mau ikut atau—"

"Gak, aku disini aja. Kamu selesaikan aja, biar lega," ucap Andri yang sempat terkejut menghadapi fakta bahwa Shania memanggilnya dengan panggilan 'mas' tadi.

Shania menoleh pada Melati, gadis itu langsung memahami. Dengan langkah pelan menaiki altar panggung, Shania melihati Hasyim yang juga dalam sedetik langsung menyadari kehadiran dirinya disini.

Hasyim yang masih menahan hape di samping telinganya pun mematikan panggilan dan memasukkannya ke dalam kantong celana. Melati semakin mencengkram erat tangan Shania, mungkin gadis itu juga baru sadar bahwa pasang mata mengarah ke mereka. Ah tentu saja, semua yang datang adalah teman-teman Hasyim, juga teman-teman Indah yang tentu saja teman Shania dan Melati.

Tidak-tidak, Shania tidak ingin berlagak seperti orang mellow dan sok sedih seperti di video internet kebanyakan. Terlalu alay.

"Hasyim, selamat ya!" seru Melati bersalaman dan memeluk satu tangan pada Hasyim disana.

"Thanks, ya! Gila, cakep banget lo pake ginian," puji Hasyim tanpa canggung.

"Iyalah, Melati gitu loh." Dengan tampang imutnya Melati berlagak sok cantik dan membuat Shania tidak bisa menahan kekehan.

Melati kembali bergerak, sedetik ia menoleh pada Shania. Sebagai sahabat, Melati begitu memikirkannya. Ah tidak, Shania bukanlah seperti gadis pada umumnya. Ia tahan banting.

Hingga akhirnya Shania melangkah dan berdiri di hadapan Hasyim. Sempat ia tidak ingin menegakkan kepalanya untuk menatap wajah itu. Seolah ia tidak berani tadi. Semuanya terasa begerak lambat. Sial sekali.

"Hasyim, selamat yaa! Semoga longlast. Gue ikutan seneng kok," ucapan Shania dan menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Ia tersenyum manis menatap sang mempelai pria.

Hasyim sempat melihati wajah Shania sedetik, dua detik. Cantik, masih cantik, dan tetap cantik. Gadis itu tidak lagi memanggilnya dengan panggilan untuknya dulu. Rasa sesal itu masih menghuni disana. Begitu banyak kalimat yang ingin ia sampaikan, begitu banyak paragraf dalam kepala Hasyim yang ingin ia jelaskan pada Shania. Meskipun tidak didapati kebencian dari sorot mata maupun wajahnya, tetapi dapat Hasyim kenali sakit dan amarah itu.

Hasyim menerima jabat tangan Shania. Ia menawarkan senyumnya yang sehangat matahari. Shania melihat itu, mencoba mencerna momen yang ada, dan akan ia simpan dalam kenangan. Tentu, setelah ini Shania akan melepas Hasyim untuk lebih baik.

Melihat senyumnya, seolah menularkan satu rasa tersendiri. Sudah lama Shania tidak melihat lengkungan senyum semanis rembulan itu. Seolah semua kenangan yang telah mereka lewati berpendar dan berlarian liar di kepala Shania.

"Thanks, ya!" balas Hasyim masih enggan melepas jabat tangan itu. Shania terkekeh.

Lama, cukup lama hingga tiba-tiba Hasyim menarik Shania dalam pelukannya. Andri yang daritadi berdiri melihati pun ikut terkejut. Baru kali ini ia melihati pemandangan seperti ini.

Shania kaget, ia seperti tak sadarkan diri beberapa mili detik tadi. Dapat Shania rasakan Hasyim memeluknya erat. Namun tak berlangsung lama. Seperti Hasyim yang dulu Shania kenal, pria itu akan terus menghormati perasaan pasangannya.

Tak ingin berlama dan tak ingin membuat drama, Shania berlalu hingga langkahnya terhenti ketika mendapati Indah berdiri disana di samping Melati, mengenakan gaun putih indahnya. Dari cara berdirinya ia tidak begitu nyaman, melihati Shania dengan wajah nanarnya.

Jatuh Hati, Abdi Negara (Buku 1-3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang