Nona #10

5.5K 306 3
                                    

Setelah berhasil memarkirkan motornya di pelataran parkir fakultas, tanpa berbincang lain lagi Melati melepas helm dan jaket tanpa menunggu Fandi yang masih sibuk sendiri. Rasa kesal dalam hati Melati masih membara panas. Percakapan demi percakapan laknat itu terngiang di kepalanya.

"Eh Mel, tungguin," seru Fandi melempar jaketnya sembarang entah menempel di atas motor atau tidak, yang ia tahu ia harus mengejar Melati yang berjalan seperti kesetanan.

"Lo kenapa sih?" tanya Fandi mensejajarkan langkah.

"Gapapa."

Tentu Fandi tidak sebodoh itu, balasan ketus Melati menandakan telah terjadi sesuatu. Ditambah ekspresi sebal dan bete darinya, menambah kesan horror.

"Lagi dapet lo? Tumben-tumbenan."

"Lo gak denger ucapan temen kos gue tadi?" Melati masih kukuh mempertahankan ritme berjalannya. Dirinya ingin segera masuk kelas dan tidak ingin bertemu siapapun.

"Emang mereka ngomong apa?"

Melati menghentikan langkahnya dan memadang Fandi tajam. Nafasnya memburu dengan sorot mata dalam.

"Mereka ngomong kalo gue deketin lo karena lo kaya. Lo gak sadar ya, Fan? Dari dulu lo terus bareng sama gue?"

"G-gue bareng sama lo pas ada kesempatan doang, sisanya kan sama anak cowok lain."

"Lo ga ngerti, Fan. Mereka, literally tetangga kos gue, ngomong gitu. Dikira gue cewe apaan. Kalo gue mau deketin cowo karena harta dari dulu gue udah punya sugar daddy kali, udah punya rumah, udah tinggal di apartemen, udah punya mobil jadi lo ga perlu anter-jemput gue. Sebel hih bete!" Melati menendang-nendang lantai gedung fakultas tidak menghiraukan tatapan aneh padanya.

Fandi bukannya ikut menangkan malah tertawa sembari menutupi dengan kepalan tangannya. Melati menghembuskan nafas beratnya. Memajukan bibirnya beberapa senti ke depan.

"Malah ketawa sih lo? Bukannya ngebelain gue?"

"Lucu soalnya, baru kali ini gue lihat lo se-marah ini. Gokil sih. Agak-agak gila gimana gitu."

Sontak Melati terkekeh dan memukul-mukul lengan dan dada Fandi. Membuat laki-laki itu berlarian kesana kemari berusaha menghindar. Walaupun begitu, Fandi berhasil membuat Melati mengurungkan amarahnya untuk terus meledak-ledak hanya dengan gurauan seperti ini. Melati tidak tahan untuk tidak tertawa jika Fandi sudah mengeluarkan gelagat aneh dan gurauan-gurauan jayusnya.

"Gak usah dipikirin lagi, oke? Abis ini lo gue ajak deh." Fandi memperbaiki posisi tas nya.

"Kemana tuh?"

"Ada lah."

Terkejut, tiba-tiba Fandi merangkulkan lengannya pada pundak Melati dan menariknya untuk memasuki kelas. Berlaku seperti ini mereka memang telah terbiasa, namun entah mengapa sejak tadi malam, ada rasa yang berubah ketika Fandi memperlakukan Melati bagaimana pun bentuknya.

"Nih sahabat gue, cuman sahabat, sahabat nih sahabat," ucap Fandi mengacungkan telunjuk pada Melati masih dengan merangkulnya. Fandi tanpa rasa malu sedikitpun memamerkan Melati pada tiap orang yang berpapasan walaupun banyak yang mereka tidak kenal.

Bukannya membuat Melati risih maupun malu, malah dirinya tidak bisa menahan tawa. Ditambah ekspresi Fandi yang amat sangat bangga.

"Nah gitu dong, senyum," ucap Fandi menoleh pada Melati. Alhasil wajah mereka sangat dekat kini. Bahkan Melati dapat merasakan deru nafas Fandi disana.

"Iya-iya, thank you dah bikin gue malu se-antero jurusan," balas Melati masih terkekeh.

'Sahabat ya? Lihat aja gue bakal bikin lo menjadi orang yang paling bahagia di dunia nanti, Mel. Dengan atau tanpa status sahabat kita ini,' batin Fandi tersenyum.

Jatuh Hati, Abdi Negara (Buku 1-3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang