🌷Bab 41. Rasa manis

64 10 0
                                    

---HAPPY READING---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---HAPPY READING---


    Tak terasa sudah seminggu mereka berpacaran dan sebentar lagi akan ada ujian akhir semester genap. Rasanya waktu cepat sekali berlalu dan saat ini mereka hanya bisa bersyukur atas segala karunia yang telah diberikan oleh-Nya.

Tiba-tiba Rani menatap Maha dan secara tidak sadar membuat Maha ikut menoleh dan membuat kedua mata mereka berdua saling bertemu.

"Kenapa?" tanya Maha dengan tenang. Saat ini ia benar-benar berusaha untuk tetap tenang.

Wajah Rani yang datar sedikit menekuk membuat Maha dengan angannya menggapai bagian samping wajah Rani dan menangkupnya.

Ditatapnya mata Rani serius kemudian membuat Rani tersadar akan apa yang sedang ada di hadapannya sekarang.

Rani menengadah dan membuat kening mereka berdua saling terantuk saat Rani berjalan mendekat karena terkejut melihat wajah Maha yang tepat berada di depannya.

"Aduh..." keluh Rani.

Mendengar keluhan tersebut membuat Maha yang sempat diam menahan rasa sakitnya kini beralih pada Rani yang memegang keningnya.

"Kamu gak pa-pa?" tanya Maha dengan khawatir sambil mengusap-usap kening Rani penuh kelembutan.

Melihat wajah Maha sedekat ini tampaknya agak tidak baik untuk kesehatan jantungnya. Mengapa demikian? Karena entah mengapa Maha terlihat sangat tampan di matanya sekarang.

Astaga! Pasti Rani sedang berilusi. Apa jangan-jangan hanya karena ia sedang di mabuk asmara membuat dirinya menjadi suka berilusi dan menghalu seperti ini ya? Ah, masa sih. Yang benar saja! Ini tidak boleh terjadi begitu saja dong!

Memikirkannya membuat Rani menjadi kesal. Dan lagi, laki-laki itu malah tersenyum sekarang. Apa coba maksudnya?

Argh, Rani sungguh sulit menahannya. Pipinya benar-benar panas. Saat ini pasti terlihat sangat memalukan di matanya.

"L-lo kenapa senyum?! Jangan senyum!" tajam Rani dengan kesalnya. Bagaimana tidak? Ia tiba-tiba menjadi gugup saat ini. Ini bukan dirinya yang biasanya.

"Kenapa gak boleh?"

"Gak boleh!"

Mendengar itu membuat Maha menjadi semakin heran. Emangnya kenapa ia kalau tersenyum? Mengapa tidak boleh?

"Tapi kenapa, sayang?" ujar Maha dengan lembut dan masih tersenyum walaupun tidak semerekah tadi.

Mendengar pertanyaan yang sedikit menjebak dirinya itu semakin membuatnya salah tingkah dan sulit untuk mengatakan apa. Bahkan dirinya sendiri pun susah sekali untuk tetap tenang. Jangan 'kan untuk memperlihatkan wajah tidak peduli sekarang aja dia cuma bisa gugup dan bertingkah seakan dirinya adalah wanita yang menggemaskan. Bagaimana tidak? Bayangkan saja, saat ini tanpa disadari olehnya ia menggembungkan pipinya menjadi lebih menggemaskan mungkinnya.

"Aku tanya kenapa. Kamu malah begini, kenapa? Sebenarnya kamu mau minta disayang-sayang? Hm?" ujar Maha sambil menoel-noel pipi Rani yang dikembungkannya.

"Nggak!" tajam Rani dengan cepat. Ya walaupun sebenarnya sekarang entah mengapa ia juga ingin disayang-sayang. Ia tidak mungkin juga mengatakan hal tersebut secara langsung, 'kan? Masa Maha masih belum mengerti maksudnya apa?

"Kamu marah ya?"

Tak bisa dielakkan lagi. Bisa jadi ia memang kesal dan menjadi marah sekarang pada Maha.

"Oke, aku nggak tau apa maksud kamu dari tadi. Kalau kamu jelasin, aku ngerti. Kamu tau? Selama hidup aku, wanita itu paling sulit untuk ku mengerti, tapi sebenarnya aku bukannya nggak peduli, akan jadi pusing kalau terlalu memikirkannya," ujar Maha yang sedikit frustasi.

"Maka dari itu tolong jelasin, aku bukan paranormal yang bisa meramal apa yang sedang terjadi pada kamu apalagi yang sedang kamu pikirkan."

Rani semakin cemas sekarang. Akan tetapi benar juga, akan ada ketersulitan untuk Maha apabila ia hanya diam seperti ini.

Seharusnya ia tak perlu seperti ini. Masalahnya bukan itu, yang sedang terjadi adalah rasa gugup yang melanda secara tiba-tiba saat melihat lekukan manis di bibir Maha membuat nya menjadi ada masalah dengan kesehatan jantungnya.

Maha masih diam mengamati Rani yang hanya diam saja daripada berdebat lebih baik dia diam saja. Akan tetapi, semua juga butuh penjelasan, tanpa adanya penjelasan akan lebih sulit untuk mengerti dirinya bukan? Nah, benar, ia harus kuat walau itu sulit untuk dijalani ia harus tetap kuat.

Rani menarik napas cukup panjang kemudian melepaskannya dengan hembusan yang pelan.

Dilihatnya mata cokelat itu kemudian dia berjalan lebih dekat. "Kamu tau, senyuman kamu terlalu manis untuk ku terima. Aku takut akan ada masalah kesehatan seperti diabetes karena terlalu banyak asupan rasa manis di mata aku."

Eh?

Maha langsung memeluk tubuh Rani untuk menyembunyikan rasa malunya. Benar-benar menyenangkan sekali. Rasanya bedebar kencang dan tak bisa untuk berhenti tersenyum.

"Kamu lebih manis di mata aku. Kamu mungkin gak pernah sadar, tapi karena itulah aku jadi sulit untuk berhenti tersenyum. Di dekatmu, selalu terasa nyaman dan menyenangkan, Rani. Aku tak pernah sebahagia ini sebelumnya."

Deg!

Astaga! Desiran aneh apa ini? Mengapa sangat sulit untuk di jelaskan?

Pernyataan tulus yang terucap dari mulut Maha membuatnya langsung saja membalas pelukan itu. Rasanya hangat dan sangat nyaman. Berpelukan dengan Maha benar-benar solusi akan keresahan di hatinya. Apa boleh ia bergantung seperti ini pada Maha?



-MahaRani-

TBC♡

MahaRani [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang