Pergilah! Aku sudah tidak berharap melihatmu lagi ada di depanku. Paham!” Lelaki itu menghardik seorang perempuan hingga tidak disadarinya telah membuat perempuan itu jatuh tersungkur.
“Berdirilah. Jangan rendahkan dirimu hanya untuk seorang lelaki bajingan seperti dia!” Tangan itu menuding. Tangan dari Fablo yang tak sengaja melihat kejadian itu.
Fablo memapah dan membantu wanita itu berdiri. Namun, wanita itu seakan tidak peduli dengan niat baik Fablo. Ia tetap berusaha untuk tetap menahan kekasihnya.
“Katakan sekali lagi. Aku ingin mendengarnya.”
“Lelaki bajingan!” Ekspresi mata melotot serta seringai senyum sinis.
Satu pukulan pun tak terelakkan. Fablo tidak menghindar, justru tertawa.
“Aku bisa saja menangkapmu. Aku tau siapa kau!” gertak Briptu Aditya.
“Apakah kau lihat aku melanggar hukum di sini?”
“Sudah. Cukup!” Wanita itu kesal dan mencoba untuk menghentikan pertikaian mereka.
“Terima kasih sudah membantuku. Sekarang, anda bisa pergi dan tinggalkan kami.”
“Apakah semua wanita itu rata-rata bodoh sepertimu. Jelas-jelas dia tidak menganggapmu.” Merasa dirinya kesal, Fablo kembali menjauh dan duduk di sebuah bangku di tepi jalan.
“Aku sudah tidak ingin bersamamu. Paham! Apa masih kurang jelas? Aku pergi.”
“Baiklah jika itu maumu. Jika dalam lima langkah kau tidak ingin melihatku lagi. Kuanggap, kau sudah melupakan janji terhadap ayahku sebelum ia meninggal. Akan selalu menjagaku sepanjang sisa hidupmu!”
Laki-laki itu berhenti. Apakah perempuan sekeras itu? Sepertinya ia tidak pernah memedulikan keadaan dirinya.
Di luar dugaan. Lelaki itu tetap kembali melanjutkan langkahnya. Ia tidak menggubris apa yang diucapkan oleh wanita tersebut. Bahkan, saat wanita itu berjongkok seraya tertunduk dan menangis.
“Hei, wanita bodoh! Jangan menangis di jalan.” Fablo kembali dengan mentowel-towel kepala wanita itu.
Tak digubris. Fablo pun ikut berjongkok seraya berkata, “Kau menangis untuk seseorang yang bahkan tidak peduli air matamu jatuh di pinggir jalan? Bodoh sekali kau memang.”
Ia mengangkat mukanya. Memandang Fablo lalu tiba-tiba menamparnya.
“Hei ...!”
“Sudah berapa kali kau mengatakan aku bodoh!”
“Aku tidak menghitung, hahaha ....”
Tak disangka, wanita itu ikut tertawa meski kecil karena menahannya. Namun, segera ia memasang wajah serius kembali.
“Kau pasti ingin mencari kesempatan dan ingin memanfaatkan keadaanku bukan?”
“Hei, bodoh! Kau pikir aku semurah itu? Enak saja kau bicara.”
“Lantas, kenapa kau masih di sini?”
“Aku pergi. Asal kau tau ya, di daerah sini apalagi malam seperti ini banyak sekali pria nakal dan pencuri. Apalagi pacarmu Polisi tadi pergi meninggalkanmu.”
“Kau pikir aku cewek lemah!” Setengah berteriak ia lontarkan.
Fablo menghentikan langkahnya. “Kau itu memang wanita bodoh! Siapa namamu.”
“Cinta.”
“Fablo.”
“Namamu lucu.” Kembali Cinta menertawakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik NoL
General FictionMereka hanya melihat itu dari sebuah satu sisi mata uang saja. Bukankah begitu? Tidak ada satu pun di dunia ini mampu merelakan hidupnya hanya untuk sebuah ilusi dan angan-angan semata. Benar saja jika banyak orang mengatakan bahwa hidup dimulai dar...