a/n: sebenarnya ini sudah pernah aku publish di akun sebelah, tapi ditarik karena suatu alasan. sekarang aku lepas lagi, karena sudah ketemu pengganti. Ini panjang, semoga suka.
* * *
"Gue boleh bareng lo, Wa?"
Satu-satunya orang yang rumahnya searah dengan Irene hanya Sehun seorang. Walau menumpang di mobil pemuda itu bukan pilihan bagus, Irene mau tak mau harus melakukannya saat ini.
Sehun yang sedang merapikan kursi di ruangan yang baru saja menjadi lokasi rapat mereka melirik Irene singkat. Menyadari bahwa hanya mereka berdua yang tertinggal di ruangan ini.
"Boleh," sahut pemuda itu sekadarnya. Setelah itu, dia bisa melihat senyum lega mengembang di wajah Irene.
"Makasih, Wa." Irene berucap tulus dibalas dengan anggukan kepala oleh Sehun Radewa—pemuda pemilik kontur wajah tegas, hidung bangir, dan alis tebal bagai ulat bulu.
Setelah itu suasana cukup canggung dan hening. Saat Sehun sudah mengunci kembali pintu ruangan itu dan mereka berdua mulai berjalan beriringan di koridor yang sepi, tetap tak ada obrolan yang mampir.
Irene mendadak merinding dengan suasana yang ada. Ingat kalau sudah pukul setengah satu pagi, bulu romanya makin meremang. Tanpa sadar ia kikis jarak antara dirinya dan Sehun. Sampai-sampai lengan telanjangnya bersentuhan dengan lengan Sehun yang dibalut jaket parasut.
"Kenapa?" tanya Sehun sekonyong-konyong. Suaranya yang sebenarnya tidak cukup kuat itu menggema di koridor karena kondisi benar-benar lengang.
Irene menoleh pada Sehun lalu menggeleng sekilas. "Gapapa, Wa." Gadis itu menggurat seulas senyum tipis.
Sehun lagi-lagi merespons dengan anggukan. Tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Ia bukan tipe pemuda pendiam, dingin, dan berekspresi datar yang berseliweran di dunia fiksi. Dia hanya Sehun Radewa yang cerewet bila di dekat orang yang benar-benar akrab dengannya.
Dan Irene Peverta bukan salah satu dari mereka. Kendati dia dan si gadis sudah kenal nyaris dua tahun akibat terjerumus dalam organisasi yang sama, keduanya tak sedekat itu. Walau sejak pertemuan pertama mereka, Sehun begitu berharap ia bisa dekat dengan Irene.
"Lo gak masalah pulang jam segini?" tanya Sehun tiba-tiba saat mereka sudah tiba di area parkiran. Satu-satunya yang menghuni parkiran hanya mobil Audi merah mengkilap milik Sehun.
"Gak, kok. Kos gue fleksibel," jawab Irene.
"Gue kira lo asli sini," kata Sehun lagi-lagi.
Irene terkekeh ringan. "Gue anak rantau, Wa. Kalau mau ke rumah gue mesti naik pesawat dulu," ujarnya luwes.
Sehun menaikkan kedua alisnya singkat. Tak menyangka kalau Irene rupanya tipe gadis yang cukup blak-blakan dan apa adanya.
"Ngomong-ngomong, lo manggil gue lain sendiri, ya." Sehun entah mengapa secara naluriah mulai terus mengajak gadis yang sebenarnya sudah lama ia perhatikan itu.
"Maksud lo?"
"Orang-orang biasanya manggil gue 'Sehun'. Tapi lo keliatan lebih senang dengan 'Wa'."
Irene tertawa pelan. "I'm one of a kind."
Mendengar tuturan itu, Sehun ikut tertawa. Menggeleng-geleng takjub dengan kepribadian Irene yang selama ini tak pernah ditangkap oleh radarnya.
Percakapan mereka terjeda saat keduanya masuk ke dalam mobil. Irene otomatis memakai sabuk pengaman, diam-diam dia melirik Sehun yang tengah menghidupkan mesin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aftoí
FanfictionAftoí means they in Greek. Because all of these stories are about them, Oh Sehun and Bae Irene. Special for all purlskys out there. Sehun and Irene oneshot collection. ©2O19 | rekata