J┆Jangan Main-main Dengan Rasa

780 130 22
                                    

Oh Sehun as Sagraha Ajidanu

Bae Irene as Iretta Rendana

* * *

Sebenarnya, selain cantik dan pintar, tidak ada alasan lain untuk jatuh cinta kepada seorang Iretta Rendana. Gadis dengan tubuh dengan tinggi sekitar satu setengah meter lebih beberapa senti itu terang-terangan dicap punya kepribadian yang tidak baik. Cara dia menatap entitas manusia lain aja sudah menginterpretasikan bahwa seolah ada kebencian imajiner berwarna merah yang menjulur dari kedua bola mata beriris cokelat terang itu.

Kendati cara dia mengurai kalimat terdengar sopan-saya-kamu adalah ciri khas gadis berambut lurus sebahu itu-tetap saja hal itu tak mampu memperbaiki citra Iretta di persepsi orang lain. Mulutnya lebih tajam daripada silet, tak cukup hatimu dia bisa sakiti, mental pun bisa terguncang jika tak kuat menghadapi.

Mana lagi, sekarang, seorang Sagraha Ajidanu, pemuda yang dikenal dengan kepribadian acaknya tengah mencoba mencari peruntungan dengan merecoki ketenangan Iretta. Mencoba mencuri hati katanya, selagi mencuri hati tak menyalahi aturan hukum di negara demokrasi ini.

Gadis yang lebih suka sendirian-atau ditemani embusan napasnya sendiri-itu jelas keberatan soal itu. Maka tak heran makian-sedikit sopan-terlontar lewat celah kedua ranum merah mudanya. Makin kacau saja impresi Iretta di mata orang lain. Walau sebenarnya, Iretta tak ambil pusing soal itu. Yang penting sekarang dia menjalani hidupnya sesuai keinginan hatinya.

"Anjing kamu," maki Iretta tertahan saat mendapati Sagraha tengah melempar sebuah ceringan ringan padanya.

Lelaki yang jauh lebih tinggi daripada Iretta itu nampak tak merasa bersalah meski telah melakukan sesuatu yang membuat berpuluh pasang netra mengarah pada mereka berdua.

"Duh, baru kali ini gue dengar cewek ngumpat tapi kedengaran adem," cerocos Sagraha luwes. Matanya mengerling pada sosok Iretta yang sekarang bagaikan hewan banteng ditawarkan kain merah.

Iretta mengepalkan kedua telapak tangannya. Membentuk dua kepala tinju yang amat sangat dia harapkan jatuh menghantam paras Sagraha yang memamerkan perangai paling menyebalkan di bumi.

"Jauh-jauh dari saya!"

Iretta hampir berteriak. Ia kesal bukan main. Enak saja pemuda yang tengah cengengesan ini telah mencuri satu kecupan ringan di pipi kanannya tanpa izin. Iretta rasanya ingin menukar pipinya saja. Lelaki asing yang tidak dia kenal ini benar-benar menghancurkan paginya.

"Gimana dong, gue udah ngasih tanda ke lo," goda Sagraha santai. Tidak peduli dengan kemarahan Iretta yang sebelas dua belas dengan bom waktu. Meledak dalam hitungan detik saja.

"Jauh-jauh, atau saya tendang burung kamu?!"

Kalimat Iretta jelas merupakan ultimatum mengerikan yang membuat Sagraha mengernyit ngilu. Bulu kuduknya meremang merasa ngeri. Tapi tentu, ia gak menyerah begitu saja. Menelan bulat-bulat ancaman itu sebagai candaan, Sagraha kemudian terkekeh geli.

"Lo lucu banget, sumpah. Bibir gue gak salah cium, nih."

Menguras kesabaran seorang Iretta sebenarnya bukan sebuah aktivitas yang akan berujung menyenangkan. Tak seperti dongeng pelangi yang katanya bila kau sabar mencari ujung sang pelangi maka akan kau temukan satu tempayan penuh emas di sana. Ini tragedi yang berbeda.

Sebab detik selanjutnya, Sagraha bisa merasakan sekujur tubuhnya seolah digigit oleh ribuan ular yang sedang marak diberitakan di teve. Laki-laki itu memegang selangkangannya dengan kepala pening menahan rasa nyeri yang seolah menertawai dirinya.

AftoíTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang