B┆Bumi Kepada Langit; Bumi Sayang Langit

470 83 14
                                    

Oh Sehun sebagai Bumi
Bae Irene sebagai Langit

* * *

Aku mau marah. Mau ambil batu terus melempar manusia-manusia yang sudah tega melukai wajah ganteng Bumi-ku.

Tapi sayangnya, aku gak bisa. Aku malah nangis tersedu-sedu. Aku sedih, melihat lebam di pipi dan darah di sudut bibir Bumi.

"Jangan nangis, Langit."

Bumi senyum kecil. Tapi aku gak bisa. Gimana aku mau senyum kalau pacarku terluka seperti ini.

"Bumi... Aku gak suka Bumi luka!" omelku kesal. Aku masih nangis. Biarin dibilang cengeng. Bumi masih sayang, kok.

"Laki-laki wajar luka kayak gini. Itu tandanya merek hebat. Tapi kalau mereka membuat kesayangan mereka menangis, itu namanya cupu."

Aku cemberut. Aku pukul lengan Bumi pelan. "Tapi kamu buat aku nangis!" balasku.

Dia terkekeh kecil. Padahal sudut bibirnya sedikit sobek. Kenapa sih, sampai begini? Aku sudah tanya Bumi, tapi dia gak mau kasih tahu aku.

"Makanya sekarang aku merasa cupu."

Gak tahu, aku tiba-tiba ketawa. Dia elus-elus pipi aku yang basah. Aku masih mendengus tapi senyum Bumi menular padaku.

"Lukanya aku obatin, ya? Nanti Bumi jelek. Tapi gak apa-apa, aku masih mau kok sama Bumi." Aku berkata jahil. Padahal barusan aku nangis. Sekarang udah senang aja. Dasar ya aku.

Bumi menggeleng kecil. "Gak usah. Nanti dicium sama kamu pasti juga sembuh."

"Heh! Enak aja!" ucapku dengan mata mendelik. Bumi tertawa. Dia tarik badanku ke dalam pelukan.

Aku menghirup aroma tubuh Bumi yang wangi. Selalu wangi, selalu hangat, dan selalu jadi tempat paling nyaman buat bersandar.

Kayaknya dulu, sebelum terlahir kembali, di masa lalu aku pernah menyelamatkan banyak orang ya. Makanya aku dapat laki-laki seperti Bumi. Hehehe, aku senang.

"Bumi, nanti cerita sama aku, siapa yang buat Bumi luka."

Aku bisa merasakan anggukan Bumi di bahu kiriku. Rasanya nyaman banget seperti ini. Selamanya begini aku juga betah.

* * *

Siang ini langit cantik. Kalau kata Bumi masih cantikan aku. Padahal sama-sama Langit. Tapi, kalau Bumi bilang gitu, berarti memang benar. Aku lebih cantik daripada langit, hihi.

Tapi panas. Panas banget. Aku sampai keringat banyak. Aku lupa bawa kipas. Makanya gerahnya bertubi-tubi. Aku udah ikat rambut, tapi tetap aja panas.

Bumi lagi pesan makanan. Aku lagi pengen mie goreng sama es teh. Sambil nunggu Bumi, aku kipas-kipas leher. Rasanya jadi mau buka baju.

Tiba-tiba, aku merasa adem di bagian leher. Gak tahu kenapa. Aku menoleh, rupanya Bumi yang tadi meniup leherku.

Aku tertawa gemas. "Bumi, ngapain, ih?" tanyaku.

Dia tersenyum. Nampan di tangan di letakkan ke atas meja. "Kamu kepanasan?"

Aku mengangguk. "Iya, panas banget. Aku lupa bawa kipas."

AftoíTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang