ADA 4

39 6 2
                                    

Jingga mulai mengusikku dengan secercah cahaya yang menyelinap masuk di antar ruas jendela yang menipis. Embun masih setia dengan daunnya, membiarkan tiap tetesnya berjatuhan menciptakan gemercik dengan damai. Mataku berusaha menyesuaikan pantulan cahaya yang menyebalkan.

"ahhh pagi yang menyebalkan"

Aku berlari masuk di bawah aliran air yang menyegarkan. Menggosok setiap bagian tubuhku dengan lembut. Menikmati air yang mengguyur setiap inci dari tubuhku. Aku kenakan handuk hingga menutupi dada hingga lutut. Kuraih seragam yang tergantung dibalik pintu. menguncir rambutku rapi dengan sedikit helai di antara pelipisku.

***

"baru dateng dir?" tanyanya seraya menarikku

"menurutmu?" aku mengikuti langkahnya tanpa canggung.

Alendra entah kenapa dia seperti perangko yang enggan kehilangan suratnya. Terus menerus menulis dibagian hidupku. Tidak memberi batas bahkan paragraf baru. Dia selalu datang dengan tawa yang riang penuh perhatian.

***

"Dir, keluar" pesan masuk dalam room chatku

"masih ada mapel bhs.inggris elah" balasku

"hanya mr kalil, bilang saja mau ke toilet"

Kenapa dia sangat pemaksa. memintaku keluar di jam pelajaran yang membuatku payah. Dasar pengganggu, apa dia tidak bisa membiarkan aku tenang sebentar. Terpaksa aku harus menuruti permintaannya, setidaknya dia tidak mengacaukan mata pelajaran yang sedang berlangsung.

Aku mengangkat tangan dengan ragu.

"pak, boleh saya izin ke toilet?"

Mr kalil hanya mengangguk menyetujui.

Aku melihat dia dari kejauhan. Memandang semesta dan langit biru beserta awan yang mengagumkan. Aku berdiri di sampingnya dengan tangan yang bersedekap di atas balkon. Ntah dia kenapa. apa perasaannya sedang terusik?

"adira coba lihat langit itu. Aku tau kamu menyukai setiap detail langit. Indahkan"

Aku mengikuti arah pandang alendra menatap langit yang mengagumkan. Aku menghirup udara dengan tenang. Apapun mengenai semesta aku selalu menyukainya. Memutuskan hidup sendiri adalah pilihan yang menyulitkan. Aku hanya ingin terlepas dari kerisauan bilik rumah yang membuatku sering kali melihat banyak kehilangan di sana. Aku hanya butuh rumah berteduh untuk mengalihkan perasaan yang sebenarnya sangat sunyi.

"kau benar. Aku sangat menyukai langit. Tapi apa kamu tau? aku lebih menyukai langit saat bersama senjanya" ucapku

"kenapa?" tanyanya nampak serius

"Senja selalu mengakhiri hari dengan indah" pujiku

"tapi senja hanya datang sebentar" jawabnya

"setidaknya dia pernah membuatku kagum walaupun hanya dengan waktu yang sebentar"

Alendra diam tidak menjawab tentang kepercayaanku kepada waktu. Dia seolah mencerna setiap kata yang aku lontarkan.

Dia meletakkan kepalanya di bahuku. Seakan butuh tempat untuk berkeluh kesah. Aku tau dia sedang tidak baik baik saja. Tapi mungkin aku akan lebih memilih diam dan menunggunya memulai.

"sebentar saja dira, aku hanya ingin seperti ini" ucapnya dengan suara yang pelan.

***

"kriiiingggg"
Bel sekolah berbunyi lantang. Mengusik kesadaran yang diam.

Siswa siswi berhamburan keluar dari masing-masing kelas. Suara riuh menggema di gendang telinga yang lebih menyukai ketenangan. Gelak tawa, hentak kaki, serta teriakan menyatu menjadi suara yang tidak bisa dikendalikan.

"Hei kalian, bukannya belajar dikelas malah berduaan di sini" sindir Biyan yang sekarang berada di tengah-tengah kami.

Alendra hanya memutar bola matanya malas tidak menanggapi omong kosong biyan. Sedangkan aku hanya tertawa ringan menanggapi celotehannya yang menggelikan. Biyan menatap kami seolah kami tersangka yang akan mengelak.

"sudahlah biyan, jangan mulai" ucapku memohon

"klo gitu teraktirlah sahabat tertampanmu ini" minta biyan dengan wajah memelas di hadapan alendra. Seakan ini permohonan untuk tutup mulut.

Alendra melayangkan sedikit jitakan di kepala biyan yang terus mengoceh. Tanpa menjawab sepatah katapun. dia beranjak merangkul biyan dan menarik tanganku untuk mengikutinya.

Ah ya, hal seperti ini sudah bukan hal tabu ketika aku berada di antara mereka.

"Elvinaaaaaa... Kita ketemu di kantin ya" teriakku pada elvina yang baru saja keluar dari pintu kelas dengan menatapku bingung.

Elvina hanya menggelengkan kepala melihatku yang pasrah ditarik tanpa permisi.

***

Kantin riuh dengan banyak suara yang berlawanan. Sepertinya tidak ada bangku kosong di sana. Aku tertunduk lesu menatap seisi ruang kantin yang menyesakkan. Di lepas begitu saja membuatku ingin lari saja dari tempat yang menyebalkan ini.

"Diraa... Di sini" panggilnya sedikit berteriak.

Aku menghampiri bangku yang dia arahkan. Tentu tempat seramai ini hanya masalah kecil bagi alendra yang dengan mudah mendapatkan bangku kosong. sedikit senyumnya, para wanita yang hanya sibuk mengeluarkan suara bisingnya akan suka rela pergi untuk alendra.

Alendra datang dengan dua mangkok bakso seperti biasa, sedangkan biyan dengan nasi pecel favoritnya.

"Aelahhh kan gue yang minta teraktir. kenapa jadi si dira yang dapet gratisan" keluh biyan.

Aku menjulurkan lidah mengejek biyan yang di sambut tawa oleh alendra. Secepat mungkin aku menyambut bakso di hadapanku yang begitu menggiurkan.

"Es teh tiga untuk meja mas alendra" ucap Mbak mina .

Mbak mina salah satu penjual favorit kami. Selain ramah dan sangat menyenangkan. Mbak mina selalu suka rela dan mengizinkan kami membayar makanan yang kami beli keesokan harinya. Menyenangkan bukan? Hahahahaha. Sebenernya bukan itu tunjuannya, tapi membuat cerita yang berbeda cukup menyenangkan bukan?

"terimakasih mbak mina" ucapku seraya tersenyum.

Kami hanya sibuk dengan makanan kami masing-masing tanpa saling membuka suara.

"Halloooo semuaaa, diem diem aja" sapa elvina dengan raut bahagia merapatkan diri duduk di sebelah biyan. Membawa semangkok mie ayam langganannya.

"busyet dah el, ngagetin aja" saut biyan yang sibuk mengunyah makanannya dengan lahap

Elvina memutar bolanya malas di samping biyan. Elvina memutar mienya dengar garpu yang sudah siap dia masukkan kedalam mulutnya dan menyeruput kuah yang akan terasa nikmat di lidahnya.

"Bagi elahhh" Rebut alendra mengambil garpu dari tangan elvina. Rawut wajah elvina cukup kecewa karena gagal memasukkan suapan pertama kedalam mulutnya.

"Alendraaaaaaaaaaaaaaa mie gue" teriak elvina yang membuat seisi kantin menoleh ke arah meja kami.

Alendra hanya tertawa puas melihat ekspresi elvina yang kesal karena dirinya. Tawaku tidak kalah nyaring memenuhi seisi kantin. Betapa lucunya wajah kecewa elvina saat mienya meleset masuk dari perkiraan.

"Mampus... hahahhhaaha" ucap biyan diiringi tawa paling puas diantara kami.

"terus ketawa teruss... " saut elvina kesal seraya memasukkan mie putaran keduanya kedalam mulut.

Aku merasa duniaku tidak seburuk itu dengan adanya mereka yang aneh. Kebahagiaan sederhana yang mereka ciptakan dengan cara yang unik cukup membuatku sangat menyayangi mereka. Aku tidak peduli seburuk apa mereka di mata orang lain, menurutku mereka yang terbaik. aku tidak pernah menyangka jika di semesta yang penuh ini aku menemukan mereka menjadi salah satu tokoh di dalam ceritaku.

***

Sahabat bukan senja yang pergi,
Tapi mentari yang selalu mendatangkan harapan-harapan yang menyenangkan

Tulisku di dinding story dengan latar wajah mereka.

Awal Dari Akhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang