Satu pesan dari saya.
Bila mau baca cerita saya, harap pertajam imajinasi. Mari berpetualang di dunia imajinasi saya.
Bila tak mau? Tanggung sendiri akibatnya.
Sudah siap?
Starto! 🔥🔥****
Ada orang-orang dewasa yang bilang bahwa cerita anak hanya mengandalkan imajinasi di luar nalar. Hanya mitos, hanya berujung khayalan sampai ajal menjemput nanti.
Orang-orang bisa bermimpi sesuka hati, meski pesan mimpi masih ditentukan oleh Tuhan. Pesan mimpi bisa berupa peringatan, keberuntungan, bahkan bisa pula sebuah misi. Mungkin kebanyakan orang bermimpi pasal dirinya atau momen-momen tak terlupakan.
Tapi ini ... ia bermimpi pasal tempat indah.
Bagaikan ada di nirwana, ia bisa mencium semerbak wangi manis dari kumpulan kuntum bunga. Semuanya berjejer menghiasi tujuh tempat paling mengagumkan di depan mata. Yang paling menarik dari mimpi ini adalah sekuntum bunga berwarna emas yang masih kuncup, yang tumbuh di tengah-tengah tujuh tempat tersebut. Perlahan namun pasti, bunga emas itu mekar dan terbuka lebar, menerbangkan ribuan bulir tak kasat mata bercahayakan warna nila.Perlahan, bulir bercahaya tadi menyebar ke tujuh tempat indah tadi, membentuk sosok manusia secara siluet terang. Ia tak tahu rupa maupun jenis kelamin mereka. Yang jelas, mereka menatapnya dan mengulurkan tangan padanya.
"Achio!"
Suara nyaring itu refleks membuka mata sang pemimpi. Iris birunya tampak seperti gemericik air di laut lepas, menghiasi bentuk mata belok berbulu mata lentik. Dalam posisi terlentang, ia menatap langit-langit yang tinggal kerangka.
Secara kebetulan, seekor kupu-kupu terbang mengitari radar pandangan.
Achio menggumam kagum. Lantas, ia bangkit duduk dengan bibir seranum buah persik yang mengulum senyum bahagia. Achio tak tahu makhluk apa tadi, tapi ia berusaha menangkap serangga elok itu. Berulang kali suara gedebuk terdengar akibat cara tangkap Achio yang seperti kodok. Nasib baik lantai kayu di sini masih kuat.
Nada kecewa menjadi gumaman Achio. Segera ia berdiri dan menatap kupu-kupu bersayap senada akan warna irisnya. Kepalanya terteleng begitu dia keluar dari kamarnya. Achio ingin mengikuti jejaknya!
"Ayo, jangan malu-malu!"
Niat Achio untuk mengikuti kupu-kupu diurungkan. Gadis bersurai cokelat sepinggang ini memilih untuk melihat pria di bawah sana. Rambutnya terlihat bergelombang seperti mi dan juga lebat, ada beberapa bagian rambut yang pendek akibat senjata tajam.
Tak ada satu ekspresi di wajah ayunya. Kulit seputih gading gajah begitu mulus, meski di sekitar bawah mata dan hidung terdapat bintik-bintik. Iris biru Achio terfokus pada pria yang terus berteriak, entah apa yang beliau teriaki. Anehnya, teriakan pria itu menarik perhatian anak-anak.
"Jangan sampai kelewatan mendapatkan permen karamel! Segera berkumpul, cukup membayar sebanyak tiga leavar, kalian sudah bisa menikmati dongeng dan juga permen sebanyak yang kalian inginkan!" Pria bertopi baret motif kotak-kotak itu menunjuk ke depan, ke arah anak laki-laki berpakaian lusuh. "Hei, kau! Kau tak boleh minta permen dari yang sudah bayar. Bayar dulu baru bisa makan permen."
Bila diperhatikan, tubuhnya yang kian tua masih bisa beraktivitas seberat itu. Sungguh pria lansia yang tangguh!
"Cepat, Paman! Kita tak sabar menunggu dogengan dari Paman!" Seruan dari salah satu anak perempuan menimbulkan keributan akan dukungan dari argumen tersebut. Keributan inilah yang membuat Achio merengek dan menepuk-nepuk daun telinganya.
"Mama!" Bahkan tak jarang Achio menangis sejadi-jadinya karena suara mengerikan tadi. Ia baru bisa meredakan tangisannya setelah mendengar suara tinggi dari seorang wanita.
"Tolong diam! Achio tak suka suara itu!" Sekalinya wanita itu keluar mengatakan demikian, semua orang takut dan memilih diam.
Achio masih berjongkok menepuk-nepuk daun telinganya, tapi rengekannya mulai menghilang. Suasana kembali tenang, hanya suara embusan napasnya yang terdengar. Kini pandangan Achio tertuju pada tombak panjang yang bersandar di samping rak buku kecil.
Lebih baik Achio bermain benda panjang itu.
Ia bangkit menuju rak buku untuk sekedar mengambil senjata bermata pisau runcing. Achio merawatnya dengan hati-hati, mengusap gagang tombak seperti halnya mengelus kucing. Kaki telanjangnya begitu putih dan memiliki banyak bercak merah, menapak di area sinar matahari untuk ancang-ancang memainkan tombak kesayangannya.
"Anak-anak, tahukah kalian tentang legenda tujuh surga?" Pria tua ini berdiri membungkuk, membenarkan letak topi baretnya. Itu yang Achio lihat kala mengerling ke luar jendela.
"Legenda tujuh surga?"
"Apakah itu legenda kuno?"
"Iya. Legenda tujuh surga memang tergolong cukup kuno. Banyak peramal yang mengatakan akan penemu harta karun tujuh surga. Tapi dari tahun ke tahun, semua ramalan yang disampaikan hanya mitos. Sampai sekarang pun belum ada yang bisa menemukan keberadaan tujuh surga yang aku jelaskan."
Perkataan sang pendongeng tadi menghentikan Achio yang tengah menghunusksn tombaknya. Ia ingin tahu lebih banyak dalam posisi masih seperti itu. Ia tak tahu maksud celotehan si pria berkulit sawo matang, namun mendengar dua kata itulah yang menarik perhatian Achio.
Tujuh surga.
Legenda tujuh surga.Achio terbayang akan mimpi tadi.
"Apa yang menarik dari legenda tujuh surga, Paman?" Iris biru Achio terpapar sinar matahari, mengerling mendapati anak perempuan berambut kuncir tanduk. Senyum yang merekah dari bibir mungilnya menggugah rasa bahagia di mata Achio.
"Ada sekuntum bunga yang dipercaya mampu menghancurkan kutukan autis dan memberikan kekuatan. Bahkan, bunga itu akan menjadikan sang penemu sebagai Ratu di kerajaan misterius. Kerajaan itu bisa dibilang surganya dari tujuh surga."
Sorakan penuh takjub dari mulut anak-anak melemaskan cengkeraman tombak, jatuh begitu saja begitu gadis berpiyama rok selutut ini berdiri di bingkai jendela.
"Apa nama bunga itu?"
Salah seorang anak lelaki mengangguk mantap. "Apakah bunga itu sulit dicari?"
"Bunga Herbiopheia," jawab sang pendongeng sembari melemparkan permen dalam toples kaca. "Bunga itu hanya tumbuh satu dalam seluruh dunia dan tergolong bunga gaib, jadi tak bisa dilihat dengan mata telanjang. Bunga Herbiopheia hanya bisa dilihat dan dipetik oleh sang penemu tujuh surga. Sewaktu-waktu bunganya akan tumbuh jika sang penemu meninggal dalam masanya sebagai Ratu.
"Wujudnya seperti bunga matahari, hanya saja mahkota bunga Herbiopheia lebih besar dan berjumlah lima. Dari bunga sampai ke batang berwarna emas. Bila mahkotanya disentuh sedikit, akan ada ribuan partikel berkilau yang bisa menyuburkan tanah dan menyembuhkan orang sakit.
"Bunga Herbiopheia hanya bisa ditemukan jika tujuh surga sudah ditaklukkan."
Mendengar dongengan pria lansia itu membuat tubuh Achio rubuh, terbaring menahan kantuk. Kelopak matanya kian menutup dan akhirnya layar hitam mengajaknya berkelana di bumi mimpi.
Achio merasakan firasat buruk saat dirinya tidur. Sayang sekali gadis ini masih berpikiran balita. []
Apakah kalian puas dengan ceritanya?
Klik bintang bila suka.
Komentar bila merasa tidak puas.
Share bila cerita ini layak direkomendasikan.Temui saya di IG: revina_174
Luv U
Revina_174
KAMU SEDANG MEMBACA
Achio: The Legend of Seven Paradise
FantasySang pendongeng di luar sana pernah menceritakan legenda tujuh surga, tujuh tempat yang memiliki satu benda sakral untuk menghancurkan tujuh kutukan autis dan memberi kekuatan serta menjadikannya sebagai raja di atas penguasa tujuh surga bagi yang m...