Jeritan seseorang terdengar sampai pada tempat Achio berdiri. Dia menyerukan namanya. Jantung seketika berdegup kencang. Achio celingukan gelisah. Ia harus cari tempat aman, tapi di mana? Berlindung di balik pepohonan sama sekali tak membantu. Pemilik jeritan itu akan menemukan Achio.
"Diam dan jangan bergerak."
Iris mata Achio langsung menciut. Suara siapa tadi? Di mana dia? Apakah dia penyelamat Achio? Ia kembali melirik cepat, tak menemukan sosoknya barang sedikitpun. Namun, puluhan kupu-kupu biru tiba mengerubunginya. Takkan ada celah yang bakal menampakkan keberadaan Achio. Ia hanya duduk lemas ketika matanya menangkap suatu hal menakutkan.
"Achio...." Suara nyaring yang familier di benak Achio bercampur suara paling berat. Dia terkekeh pelan sambil menyeret sebuah tombak penuh duri dan darah. Sosok dengan pakaian biarawati, itu bukan Ste. Wajahnya kini menghitam, banyak kulit yang mengelupas hingga dara mengalir deras. Mata dia putih menyeluruh, tapi tetap banjir cairan merah gelap.
"Di mana KAU?" Tepat dia berkata demikian, tatapannya menusuk pada Achio yang mencicit ketakutan. Sosok mengerikan itu mulai mendekat, sedangkan Achio seakan enggan bergerak. Kupu-kupu in seolah melarangnya untuk berlari.
"Ini aku, Achio. Aku Ste," katanya menyeringai lebar. Betapa tajamnya gigi Ste, apa lagi kalau Achio jadi santapannya. "Aku tahu kau bersembunyi."
"P-pergi...." Suara Achio parau saking takutnya. Tubuh ini bergetar hebat. Ia tak mau jadi makanan Ste. "S-seseorang...."
"Takkan ada yang memedulikanmu selain aku, Achio!" Selang kemudian, sekelebat angin berhasil menusuk pipi Ste tepat ketika menerkam Achio. Ada yang melemparkan tombak kecil bertalikan rantai, terbukti bagaimana senjata tersebut menancap di pohon dan seseorang datang secepat kilat hendak menusuk muka Ste dengan belati hitam. Sayang, Ste lebih dulu menyerang lawan menggunakan sihir duri yang menusuk rahang bawahnya. Alhasil, Ste lah yang berdiri gagah sambil pulihkan luka di kedua pipinya.
Dengan cepat, Cera melesat lakukan serangan menggunakan sabit raksasa yang panas akan magma. Ia menghindari semua sihir milik Ste berupa sulur penuh duri. Sulur itu merayap mengejarnya, juga menargetkan Achio yang kehilangan persembunyian. Achio hendak bangkit, tapi senjata Ste sebentar lagi mengenai matanya, andai Cera tak segera memotongnya. Dia berdiri di hadapan Achio sambil menghalau serangan beruntun.
"Cepat pergi dari sini!" pekiknya dengan napas pendek. "Cari persembunyian dan jangan keluar bila aku belum selesai kalahkan Ste!"
Tanpa pikir panjang, Achio lekas berdiri dan lari dari jangkauan pertarungan mereka. Tak peduli telapak kakinya terluka, yang penting Achio harus sembunyi. Cera sedang menyelamatkannya dengan mengorbankan diri melawan Ste. Hujan lekas turun genangi tanah gembur. Pijakan Achio meninggalkan jejak yang menarik perhatian seseorang.
"Ada manusia?" Perempuan berambut hitam penuh kepangan itu memandang punggung Achio yang semakin jauh. Lalu, senyum manis terbit di bibir semerah kamelia. "Baik aku ikuti dia."
Di sisi lain, Cera terus menghindari serangan liar Ste. Hujan deras menyebabkan sulur duri yang berserakan di tanah jadi terendam. Itu menghambat pergerakan Cera, setidaknya ia masih sanggup lindungi diri dan menyerang balik bila Ste ada dalam jangkauannya.
"Kupikir kau tetap pada pendirianmu, Cera," kata Ste terkikik licik. "Berusaha membunuh orang yang diduga berkaitan dengan ramalan buatan Ronto."
KAMU SEDANG MEMBACA
Achio: The Legend of Seven Paradise
FantasySang pendongeng di luar sana pernah menceritakan legenda tujuh surga, tujuh tempat yang memiliki satu benda sakral untuk menghancurkan tujuh kutukan autis dan memberi kekuatan serta menjadikannya sebagai raja di atas penguasa tujuh surga bagi yang m...