Paris - Seoul

20 3 0
                                    

"Yoongi?"

Kok malah Yoongi? Huh? Yoongi yang dingin itu?

Dia mengalihkan wajahnya kepada wartawan, "tolong ya agak dikurangi flashnya, kita butuh privasi, jadi tolong agak mundur ya biar kami nggak telat."

Beberapa bodyguard Yoongi membantu membuka jalan untuk kami berdua. Untuk sesaat aku merasa sangat aman berjalan di samping Yoongi.

"Terima kasih, Gi."

Yoongi mengangguk, "kamu aman?"

"Ama—"

"AMEERA? Astaga!" Namjoon berteriak, berlari menghampiriku, "kamu nggak apa apa? ada yang sakit? luka? pusing nggak?"

Aku menggeleng, "aman Joon, untung tadi ada Yoongi yang jalan di belakangku."

Namjoon melihat Yoongi, aneh, begitupun sebaliknya, "ngapain ngeliatin kayak gitu?"

Namjoon menggelengkan kepalanya,
"nggak, thank you, hyung."

"Ra? Kamu nggak apa-apa?" Jimin dan Taehyung mendatangiku yang masih gemetar akibat kejadian tadi.

Aku mengangguk lemas, "nggak apa apa Jim, Tae. Terima kasih.."

Jimin mengusap lenganku, "aku minta maaf tadi aku jalan di depan sendiri sama Tae jadi engga tahu kalau kamu ketinggalan." Tae menyetujuinya dengan menganggukan kepala.

Aku tersenyum, "nggak apa apa Jim, Tae. Thank you."

Namjoon memegang tanganku dan menarikku pergi, "sebentar ya Jimin, Taehyung, aku ingin bicara dengan Ameera."

Ia memisahkan diri dari Bangtan sehingga hanya ada kami berdua. Tangannya menggenggam tanganku dengan sangat kuat hingga aku kesakitan.

"Joon, maaf, tapi tangan aku sakit banget..."

Namjoon berhenti, menoleh ke arahku dan memelukku. Lagi-lagi jantungku berhenti beberapa detik.

"Ameera... Aku minta maaf, astaga, aku panik sekali. I've tried to find you but..."

Aku mengusap punggungnya, "Joonie, nggak apa-apa, buktinya aku disini nggak apa-apa, kan?"

Dia semakin kencang memelukku, mengusap kepalaku, "I am sorry, really"

Aku melepaskan pelukannya, mengusap tangannya dengan ibu jariku. Namjoon sangat khawatir, aku bisa melihat dari caranya melihatku. Matanya penuh dengan ketakutan dan kekhawatiran.

"Joonie, baby, aku nggak apa-apa, tenang aja? Aku akan terbiasa dengan mereka. Ini kan baru pertama, jadi ya wajar kan kalau aku ketakutan?"

Namjoon mengangguk, menggigit ujung bibirnya. Aku mencoba menenangkannya, "tenang aja, aku akan baik-baik disini. Aku tahu diam-diam kamu sewakan aku bodyguard kan?" kataku mencolek lengannya.

Dia tersenyum, sangat manis.

"Joonie, terima kasih, ya?"

Namjoon mengangguk, memegang tanganku dan mengajakku kembali ke teman-temannya.

***

Hampir setengah jam kami duduk di ruangan prioritas bandara, iya, aku diizinkan masuk karena Namjoon yang memintanya.

"Yuk, guys. 15 menit lagi boarding nih, dicek lagi ya semua barangnya."

Suara Jin membuyarkan lamunanku yang terlalu nyaman duduk bersama Namjoon. Tidak lama, Namjoon berdiri dan mengecek ulang barang bawaannya dan aku membantu.

"Sudah semua ya? Alat musik? Laptop? Charger udah? Airpods aman Joon? Kamu udah ilang berapa kali ya ini hayooo?"

Namjoon tertawa tipis, "sudah semua, Ra. Aman"

Aku mengangguk, "paspor?"

Raut wajah Namjoon berubah tegang, tangannya mulai mencari-cari di seluruh bagian saku.

"ADA YANG TAU PASPOR AKU NGGAK?" Namjoon berteriak di tengah ruangan.

Yoongi yang daritadi tanpa suara berdiri, melepas airpods miliknya, "duh Joon, kamu nih pinter tapi bego ya, paspor dikumpul tuh sama manajer, menghindari kejadian oon kayak kamu gini."

Aku melihatnya, kesal!

"Joon ih kok bisa lupa sih?"

Namjoon tertawa bersama Jungkook dan Jimin, "sengaja kok biar kamu panik" katanya sambil mencubit hidungku.

"Ish! Ngga lucu deh" kataku.

Manajer mereka datang dan memberitahukan bahwa pesawat sudah siap untuk terbang ke Seoul.

Wartawan masih berkumpul di luar, memotret setiap pergerakan Bangtan dimanapun mereka berada.

"Kamu nggak capek ya diikutin terus begitu?" kataku sambil membantu merapihkan tas dan koper Namjoon.

"Aku? Capek sih, tapi senang. Apalagi ada ARMY, cinta sekali. Aku pengen ARMY tahu, kalau kami sangat menyayangi mereka." Namjoon menutup tasnya dan mulai memasang airpods.

Aku tersenyum, "we knew it."

Namjoon ikut tersenyum, matanya menghilang. Manis sekali.

Aku berdiri di hadapannya masih memegang erat tangannya. Hatiku terasa sangat berat melepas Namjoon kembali ke Seoul.

"Janji bakal baik-baik aja, Joon?" kataku.

"Aku janji. Terima kasih sudah membuat musim gugur di Paris jadi lebih hangat." Namjoon mengusap kepalaku.

Aku menahan tangisanku sekuat tenaga agar dia tidak melihatku menangis. Aku benar-benar membenci perpisahan.

"Namjoon, 5 menit ya, nanti langsung naik pesawat aja. Koper biar diurus sama manajer-nim."

Namjoon mengangguk ke arah Jin seakan memberi isyarat bahwa sebentar lagi ia akan naik ke pesawat menyusulnya.

Aku memeluknya, erat sekali. Tidak tahu perasaan apa yang ada dalam hatiku. Entah aku ragu, tidak tahu, atau tidak mau tahu tentang perasaanku sendiri.

Namjoon melihatku, mencium pipiku. Aku memejamkan mata sambil terus menggenggam tangannya.

"Ra, jaga diri, ya?"

Pertahananku runtuh, air mataku jatuh mendengar suaranya bergetar menahan sakit. Namjoon memelukku sekali lagi. Aku hanya mengangguk sambil sesekali menghapus air mataku.

"Ameera, terima kasih, Paris-Seoul tidak berarti apa-apa. Aku tetap mencintaimu seperti ini. Sampai jumpa lagi, cantik!"

Deg. Cinta? Namjoon mencintaiku? Menyatakan bahwa Paris-Seoul tidak berarti apapun?

Hatiku semakin sakit mendengar pengakuan Namjoon tengang perasaannya padaku. Semakin berat melepaskan dia pulang ke negara yang sangat dia cintai.

Namjoon pergi, satu langkah, dua langkah, semakin jauh, hatiku semakin sakit melihatnya. Semakin jauh, aku semakin tahu, semakin yakin dengan apa yang aku rasakan.

Namjoon, aku mencintaimu.

PARIS (Indonesian Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang