Terpisah

16 3 0
                                    

"Sudah semua? Tas? Kamu nggak perlu bawa alat musik? Kamu punya yang di Korea kan? Apalagi ya? Mmm... kamu cuma bawa ini aja?"

Aku mengecek isi tas Namjoon satu persatu, meyakinkan bahwa tidak ada yang tertinggal.

Namjoon keluar dari kamar mandi membawa sebuah kotak kecil berisi sikat gigi dan odol.

"Aku rasa engga ada sih, Ra."

Tas Namjoon terasa ringan sekali, "kamu dari Korea bawa apa aja sih Joon? Kenapa ini kosong amat?"

"Uh? Nggak ada, aku nggak bawa apa-apa dari Korea, i guess?" Dia kembali sibuk dengan beberapa alat untuk membuat musik di studio kecilnya. Sedangkan aku yang sudah merasa yakin dengan barang-barangnya kembali duduk di sofa.

"Hah? Sama sekali?"

Namjoon melihat ke arahku, tersenyum dan menggeleng, "iya, hehehe"

"terus baju-baju kamu gimana dong? masa engga bawa juga dari Korea?" Aku berdiri menghampirinya dengan pandangan bertanya-tanya.

Dia berdiri, berjalan ke arahku dan tertawa seperti anak kecil, "beli lah, aku nggak punya banyak waktu untuk check in di counter di bandara kalau aku bawa koper besar untuk baju-bajuku. Jadi ya.... aku beli aja disini."

"ooohh gak punya banyak waktu tapi punya banyak duit ya pak produser?" Aku tertawa memukul ringan lengannya.

Dia kembali mondar-mandir menyiapkan beberapa helai pakaian yang akan dia bawa kembali ke Korea.

"Lagian, Ra. Kamu kan tau aku suka foto-foto, masa baju aku itu-itu aja? Kan engga mungkin..."

Aku duduk di kursi besar di hadapan komputer raksasa milik Namjoon. Pada dasarnya aku tidak bisa diam jadi aku selalu duduk dan berputar di atasnya.

"Iyalah kamu kan suka upload foto-foto boyfriend material gitu di Twitter. Iya kan?"

Namjoon berhenti di belakang kursi tempat aku duduk dan memutar kursi menghadapnya, "boyfriend material? Ada ya istilah gitu? Apa itu?"

Aku mengangguk, "ada, yaaa gimana ya, gaya-gayanya itu kayak gaya fotonya dan bajunya cowok yang cocok dijadikan pacar."

Sekarang ganti Namjoon yang mengangguk, "banyak yang biasa komen kayak gitu di V Live kalau aku online, pernah aku tanggapi satu dan jadi ramai di Twitter. Lucu ya ARMY? Hal kecil kayak gitu bisa sampai ramai dibicarakan."

Aku tertawa kecil, "Joonie, kamu nggak sadar ya aku ARMY juga?"

"Sadar kok, kamu juga salah satu yang bilang aku dan styleku boyfriend material, ya?" Namjoon mencolek pipiku.

"Jujur aja iya sih Joon, abis gaya kamu tuh casual banget, nggak kayak artis gitu kalau lagi jalan-jalan." Aku berdiri dan berjalan melewati Namjoon menuju sofa.

Namjoon tersenyum, "isn't that cool? The one you think is boyfriend material enough now being your boyfriend?"

Kakiku berhenti sebelum sampai ke sofa, sepertinya jantungku ikut berhenti.

Apa? Namjoon bilang apa?

"Gimana?" Aku menoleh ke arahnya yang berhenti di belakangku. Namjoon tersenyum, mukanya memerah padam, "enggak, gak apa-apa, lupain aja?"

"Ih? Kok jadi kamu yang malu? Harusnya aku yang malu Joon, kan yang punya pacar boyfriend material aku?" Kataku sambil menarik lengannya untuk duduk di sofa.

Namjoon menutup mukanya dengan kedua telapak tangannya yang besaaar itu, "jadi sekarang kamu sudah mengakui aku jadi pacarmu?"

Aku menoleh padanya, "JOON IH UDAH DEH MALUUU AKUNYA!" tanganku menarik tangannya dan mencubitnya pelan.

Tiba-tiba datang suara dari arah pintu studio Namjoon yang sengaja tidak dikunci,

"Iya-iya tau yang lagi PACARAN, udah jam berapa nih liat, telat baru tau rasa ya berdua?"

Jin sudah berdiri dengan membawa koper lengkap dengan boneka RJ di atasnya. Memakai topi dan masker hitam membuat Jin terlihat benar-benar seperti selebriti.

"Ah hyung, iya maaf, yuk Ra? Kamu ikut kan nganter ke bandara?" Namjoon berdiri dan menarik lenganku untuk juga ikut berdiri.

"Udah yuk Ra ikut aja sekalian biar terkenal hahaha"

Sebenarnya aku sedikit tersinggung dengan perkataan Jin, tapi setelah aku ingat bahwa dia Jin, apa boleh buat?

"Yuk? Biar followers instagram aku naik, ya kan Bang Jin?"

Jin memutar kepalanya, "Bang? Apa itu bang?"

"Oh? Itu panggilan untuk laki-laki yang lebih tua, sama seperti hyung atau oppa, tapi itu versi Indonesia." Aku menjelaskan sambil tertawa.

"Okedeh, Ra. Yuk? Keburu telat, kamu pake masker sama topi ya, soalnya flash kamera wartawan bisa bikin buta." kata Jin meninggalkan pintu studio Namjoon.

Aku melongo, menoleh pada Namjoon, "bikin buta? kok... bisa? jadi selama ini kalian?"

Namjoon tertawa lepas melihatku, tangannya diarahkan menuju rambutku dan mengacaknya, "engga sayang, kamu dibohongin sama Jin-hyung, tapi gapapa, pakai bucket hat sama masker aku aja ya buat jaga privasi kamu. Yuk?"

Deg. Apa? Nggak salah denger nih? "Sayang"?

***

Van hitam Bangtan sudah sampai di depan pintu keberangkatan bandara. Wartawan sudah berjajar sepanjang pintu masuk untuk meliput kepulangan mereka ke Korea.

"Noona, tenang saja. Mereka nggak apa-apa kok, cuma kadang flashnya emang bikin sakit. Nanti nunduk aja, ok?" Jungkook mencoba menenangkan aku yang terlihat gelisah di sebelah Namjoon.

"Koo, jangan panggil noona dong, geli. Hehehe. Just call me Ra, nggak apa-apa kok. Beneran deh. Tapi omong-omong, terima kasih. Itu cukup menenangkanku." kataku merespon Jungkook yang sedang membereskan tas ranselnya yang sebesar dosa manusia.

Aku menoleh pada Namjoon, "are you sure? Apa aku pulang aja ya?"

Ia menggeleng, "no baby, nggak apa-apa, asal jangan lepas dari aku, ya?"

Namjoon menarikku keluar dari van, wartawan sudah siap dengan kameranya yang super besar dan banyak sekali. Jantungku berdetak lebih cepat dari saat aku dikejar anjing belasan tahun lalu.

Astaga, gimana nih?

Kami turun, beberapa laki-laki bertubuh besar dibantu oleh petugas pengaman bandara mulai mengerubungi kami. Namjoon masih dengan sangat erat menggenggam bahuku, suara kamera dimana-mana. Aku hanya bisa menunduk menghindari flash-flash yang seperti petir datangnya.

Hingga aku merasa sangat terhimpit oleh manusia-manusia yang aku tidak tahu itu siapa. Tangan Namjoon terlepas dari bahuku, aku panik!

Aku melihat kedepan, banyak sekali manusia yang mengerubungiku, mengarahkan kameranya padaku. Aku sama sekali tidak melihat Bangtan di sekitarku. Mati!

"Mbak, apakah sudah lama kenal dengan Namjoon?"
"Bagaimana bisa bertemu dengan Namjoon?"
"Apa yang membuat jatuh cinta dan memutuskan berhubungan dengan RM?"

Aku mencoba berteriak memanggil namanya, mencari keberadaannya di sekelilingku.

"Joonie? Namjoon?!"

Tidak ada jawaban. Oh shit.

Semua pertanyaan dan flash-flash kamera yang kata Jin bisa membutakan mata benar-benar mengganggu. Aku kebingungan harus bagaimana dan seperti apa.

Tiba-tiba aku merasakan tangan menyentuh pinggangku dari belakang.

"Ra, nggak apa apa?"

Aduh, siapa lagi ini?

PARIS (Indonesian Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang