Jatuh

61 6 3
                                    

"Joonie, bisa kita bicara? Ini tentang kita"

Aku mendatangi Namjoon yang meletakkan nasi goreng di meja kerjanya. Dia terlihat serius, selalu begitu setiap aku ingin membicarakan "kita".

"hey ada apa?"

"Sepupuku yang di Indonesia sepertinya sudah tahu kalau kita 'berhubungan', dan yea so does ARMYs. Banyak orang mulai mengikuti akun instagramku, aku mengarsip semua foto-fotoku sebelum ini, jadi di Instagramku hanya ada fotomu, tapi mereka bisa tahu kalau aku 'attractive'. Mmmm... apakah menjadi populer selalu menyeramkan?"

Aku menjelaskan semua kepadanya, Namjoon mendengarkan sambil kadang terlihat berfikir. Setelah aku mengakhiri ceritaku, dia memegang tanganku, diusap dengan ibu jarinya.

Namjoon tersenyum dan hatiku seperti tersiram air terjun, dingin. Aku tidak bisa berbohong kalau aku merasakan sebuah 'koneksi' diantara kami berdua. Entah koneksi macam apa itu, tapi ini berbeda dari koneksi antara fan dengan artis.

Aku tidak pernah secepat ini memperbolehkan orang baru masuk ke dalam kehidupanku, sedekat ini, Belum pernah sampai Namjoon.

"Ra, aku awalnya sangat ingin populer, siapa sih idol yang nggak pengen populer? Tapi ya sudah, ini resiko menjadi populer. Aku kadang bingung harus seperti apa aku menyembunyikan privasiku karena dengan mudahnya mereka semua dapat mengetahui apapun"

Namjoon melepas tanganku dan bersandar pada sofa, ia memejamkan matanya dan menghela napas. Aku hanya terdiam menghadapnya, perlahan-lahan aku usap kepalanya.

"Berat ya, apalagi kamu ketua dari kalian bertujuh. Kamu pasti bisa melewati ini, aku minta maaf sudah masuk ke dalam pertahananmu beberapa hari lalu di Seine, maafkan aku..."

Dia masih belum membuka matanya namun berpindah posisi sehingga tanganku yang tadi di kepalanya sekarang berpindah ke pipinya, menjadi alas untuk lelapnya yang sementara.

Cepat sekali dia tertidur, mungkin lelah ditambah kekenyangan karena nasi gorengku tadi.

Tenang sekali memperhatikan dia tidur, seperti semua beban yang selama ini dia bawa hilang begitu saja saat dia tertidur, "Joonie, semoga kalian selalu bahagia dan baik-baik saja ya..."

Aku mengusap pipinya, sangat lembut, kalau bisa rasanya aku ingin sekali mengusap pipi Namjoon selamanya. Eh bicara apa aku ini...

***

Drrrtt... Drrrttt...

Aku merasakan getaran di sofa ini, tapi apa? Tangan kiriku meraba-raba hpku tapi tidak bergetar sedangkan tangan kananku masih disana menjadi bantal tidur siang Namjoon.

"Joonie, bangun, itu hp kamu bergetar sepertinya ada telpon... Joonie..."

Sekali lagi aku usap kepalanya dengan tangan kananku.

"NNnggnnnggg"

Namjoon hanya berpindah posisi membelakangiku tanpa membuka mata sama sekali. Astaga secapek itu kah dia?

"Joonie ayo ih bangun! Ini hp kamu ada telpon dari Bang PD lho!"

Aku mendorongnya sampai terguling.

"Ameeraaaaaaa!!!!"

"Oops! Maaf aku nggak bermaksud sampai buat kamu jatuh begitu! Hahahaha" Aku tertawa sangat keras melihat dia terjatuh dari sofa.

Namjoon berdiri, mengangkat telpon dan mulai berbicara dalam bahasa Korea yang aku tidak pernah memahami artinya apa.

Aku baru saja teringat bahwa aku belum membalas pesan Shania di Instagramku beberapa saat sebelum aku tertidur tadi.

PARIS (Indonesian Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang