Nekat

101 6 0
                                    

"la classe est finie, à demain!"

Cuma itu suara yang terdengar dari kelas musik pagi ini dari dosen favoritku, Profesor Valerie. Beliau adalah dosen terbaik sepanjang aku belajar di Sorbonne. Beliau yang membantu aku bertahan di Paris, beliau yang sering mengajakku bicara karena beliau tau kalau aku bukan orang Perancis.

Akhirnya selesai juga kelas ini, aku sebenarnya merasa tidak ingin kelas, tapi karena Profesor Valerie adalah orang yang baik, aku jadi tidak enak untuk membolos kelasnya.

Aku tidak tahu kenapa, tapi yang ada di otakku pagi ini adalah Namjoon. Setelah pertemuan kemarin, aku benar-benar tidak bisa melepaskan dia dari pikiranku.

Sebenarnya yang lebih mengganggu pikiranku adalah dia yang terlihat tidak baik-baik saja. Tapi yasudahlah, aku akan coba memperbaiki moodku hari ini dengan berlatih menyanyikan lagu Perancis untuk cafe Pierre nanti malam.

Aku berjalan menunduk, menghindari bertatap muka dengan manusia-manusia yang memang sebenarnya tidak bersalah, tapi aku benar-benar tidak bersemangat untuk bertemu siapapun.

Belum sampai aku ke ruang latihan di kampus, seseorang meneriakkan namaku.

"AMEERA!!"

Aku mengenal suara itu dengan baik, "Namjoon-ah?"

"hey, besar sekali ya kampusmu, aku bingung harus mencarimu kemana di kampus sebesar ini" katanya. Matanya melebar, senyumnya renyah sekali pagi ini.

Aku bingung, menengok kesana kesini, "kamu ngapain disini? don't you bring your mask?"

Dia menggeleng, aku menepuk dahiku. Aku melihat di sekeliling kita dan melihat beberapa mahasiswi menancapkan pandangan kepada Namjoon dan berbisik-bisik dengan temannya.

"Namjoon-ah, aduh, kenapa nggak pakai masker? bahaya tau!"

Aku menarik lengannya untuk masuk ke ruang latihan dan mengunci pintunya. Dia terlihat bingung tetapi tidak protes, hanya mengikutiku saja ke dalam.

Setelah aku merasa semua aman, kebetulan ruangan latihan juga sedang tidak digunakan siapapun. Aku baru bisa sedikit bernafas lega.

Dia masih dengan wajahnya yang bingung berjalan ke tengah ruangan, memperhatikan ruangan ini. Tidak seberapa luas, tapi semua alat musik lengkap dan tersusun rapi di sudut ruangan, dindingnya dipenuhi oleh karpet peredam suara, baunya harum.

"Kenapa? Suka ya? Aku suka sekali di tempat ini, apalagi kalau tidak ada siapa-siapa begini" kataku mencoba memecah keheningan.

"Mm-hm" dia hanya mengangguk dan berjalan kembali ke tempatku berdiri. Dia berhenti tepat di depanku dan menunduk untuk melihatku. "Kamu tidak suka ya aku kesini dan mencarimu?"

What... Come on Namjoon?

tapi yang keluar dari mulutku hanya sebuah suara, "huh?"

Dia masih menatapku dengan mata yang menipis dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana jeansnya yang robek-robek.

"Gara-gara aku tarik kamu kesini? No, maksudku, kenapa aku harus tidak suka dengan kamu yang datang kesini dan mencariku? Beberapa perempuan di luar sudah menyadari keberadaanmu sebagai leader dari BTS. Bagaimana kalau mereka menjadi gila, mendatangimu, berteriak-teriak, mencaka--"

Aku tidak sadar bahwa aku terdengar seperti perempuan yang khawatir pacarnya kenapa-kenapa. Namun aku belum selesai bicara, Namjoon malah tersenyum sangat lebar sampai matanya menghilang.

"Kenapa ketawa?" kataku memotong pembicaraanku sendiri.

"Kamu benar-benar terlalu banyak membaca fanfic ya. As you can see, I am fine" katanya dengan nada yang sangat riang dan senyum yang tidak pernah hilang.

"Nggak, aku terlalu banyak lihat video di Youtube tentang sasaeng-nya BTS" jawabku sinis.

Aku berjalan menjauhinya menuju ke piano favoritku diantara seluruh piano di departemen musik Sorbonne. Aku menyentuh setiap ujung badan piano yang terbuat dari kayu, terlihat tua, tapi aku tetap menyukainya dibanding piano lainnya.

Namjoon hanya memperhatikanku dari jauh, aku bisa melihatnya dari sudut mataku. Aku duduk di depan piano tua ini dan mulai menekan satu tuts...

forever, we are young...

Aku menyanyikan lagu kesukaanku, Young Forever, lagu yang tidak banyak orang bicarakan diantara lagu-lagu BTS yang lain. Aku mengakhiri permainan pianoku dengan air mata, pertama hanya satu, semakin lama semakin deras. Aku tidak sadar bahwa Namjoon tiba-tiba saja berada di sebelahku.

"are you okay?" tangannya menyentuh bahuku. Sedangkan aku yang masih larut dalam lagu terus menangis dan sedikit terkejut karena merasakan tangan Namjoon di bahuku, besar dan kuat.

"I am fine" hanya itu yang bisa aku keluarkan dalam keadaan seperti ini, aku tau lagu ini menyakitkan tapi aku tidak pernah bisa berhenti mendengarkan dan menyanyikannya.

"Let's get out of here, kamu punya sisa masker? Aku rasa aku harus memakai masker sekarang seperti yang kamu bilang" suaranya begitu menenangkan.

Namjoon menarik lenganku untuk berdiri dan dia memegang setengah menyeretku untuk pergi dari ruangan latihan itu.

Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Namjoon saat itu, mungkin dia merasa bersalah karena itu lagu mereka?

Atau mungkin dia tidak tau harus berbuat apa dengan seorang perempuan yang menangis?

Atau mungkin saja dia hanya ingin membuat aku lupa dari Young Forever dengan mengajakku keluar dari ruang latihan. Entahlah...

Setelah aku bisa berhenti menangis, aku baru menyadari bahwa kita sedang berada di dalam van yang berjalan. Bingung, itu yang ada di pikiranku saat ini melihat jalanan Paris yang padahal sudah aku kenali.

Mungkin karena aku bersama Namjoon, orang yang benar-benar baru aku kenal kemarin. Gila.

"kamu bawa aku kemana?" tanyaku meskipun masih terlalu malu untuk berbicara pada Namjoon.

"kita harus pergi, mungkin ke basecamp BTS di dekat sini" Namjoon menjawab tetapi tanpa melihatku. Dia sibuk dengan hp yang daritadi tidak berhenti berbunyi.

Aku semakin bingung, aku? ke markas BTS? keanehan apa lagi ini Ya Tuhan? Aku tidak siap untuk bertemu mereka meskipun aku sangat ingin.

I mean, lihat aku, hanya begini saja penampilanku, aduh, aku benar-benar tidak bisa bertemu mereka sekarang. Tapi aku tidak bisa, lebih tepatnya tidak berani melawan Namjoon dengan wajahnya yang seserius itu.

Akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi Pierre karena tidak bisa datang bekerja malam ini, tentu saja dengan alasan lain agar dia tidak curiga. Aku keluarkan hp dari saku mantel kesayanganku dan mulai mengetik pesan untuk Pierre.

"Pierre, je suis désolé. I have something to do with my friend from abroad. Gotta see you soon tomorrow."

Setelah kukirim, aku hanya terdiam melihat hpku, membuka Instagram hanya untuk scrolling tanpa tau apa yang harus aku lakukan. Tidak ada sama sekali unggahan teman-temanku yang menarik perhatian.

Aku meletakkan hp kembali di dalam saku mantel, mencoba melihat ke luar jendela, menikmati jalanan Paris yang dihiasi daun jatuh di musim gugur. Cantik sekali...

Sesaat aku lupa bahwa aku sedang berada di dalam satu van dengan leader dari boy group yang sedang mendunia ini. Aku melihat Namjoon yang masih diam di sebelahku.

Otot wajahnya menegang, tangannya tidak berhenti mengetik huruf-huruf hangul di layar smartphone termahal sejagad raya itu.

Sangat berbeda dari Namjoon yang tadi pagi menyapaku di depan ruang latihan di kampusku. Sepertinya sedang ada masalah, tapi aku tidak tau apa itu. Masalahnya terlihat berat karena ekspresinya benar-benar serius. Ada apa? Apa aku harus bertanya?

PARIS (Indonesian Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang