Guan melangkah pelan memasuki kediaman jenderal Lian setelah mendengar dari Li Wei bahwa ayahnya sedang mencarinya. Sepulang dari istana dan bertemu dengan Niang serta menyapa para pangeran disana, Guan segera pamit untuk pulang. Guan menggeser pelan pintu didepannya. Terlihat jenderal Lian sudah duduk dibalik meja sedang menuangkan teh ke dalam cawannya.
"Ayah memanggil Guan?" tanya Guan, sopan.
Jenderal Lian mengangguk penuh wibawa. "Duduklah," pinta jenderal Lian, tenang. Wajah tegas dan tatapannya yang dalam, terkadang membuat Guan segan setiap kali sedang berdua dengan ayahnya.
Guan mengambil tempat diseberang meja, ia menerima cawan teh yang diberikan oleh jenderal Lian dan meneguknya sedikit. Melihat ekspresi ayahnya yang kini berwajah serius, membuat Guan dilanda berbagai macam pertanyaan.
"Ayah, apakah ada sesuatu yang ingin ayah katakan?" tanyanya, pelan. Ia tidak menyukai terjebak terlalu lama dalam situasi semacam ini dengan ayahnya. Tentunya, ada alasan penting setiap kali jenderal Lian memanggilnya dengan tiba-tiba.
Jenderal Lian menghembuskan napas berat. Ia meletakkan cawan tehnya ke atas meja dengan gerakan pelan. Lantas, menatap putra sulungnya dengan lekat. Ada sesuatu yang terus mengganjal dalam hatinya, yang harus dia sampaikan pada Guan.
"Seberapa dekat kau mengenal putra mahkota?" Jenderal Lian bisa melihat perubahan airmuka Guan saat ini.
"Maksud ayah?" Guan menatap jenderal Lian, terheran.
"Seberapa dekat hubunganmu dengan putra mahkota? Apakah Lian Hua tahu jika pemuda yang dikenalnya itu adalah putra mahkota?" ulang jenderal Lian, terdengar lebih tegas.
Guan menunduk, menggenggam erat cawan teh yang berada di tangannya. "Putra mahkota menginginkan aku untuk menjadi temannya, ayah." Guan menjeda sejenak. "Dan putra mahkota tidak mau mengatakan siapa dia pada Lian Hua. Dia memintaku untuk merahasiakan statusnya didepan Lian Hua."
Jenderal Lian menghembuskan napas, singkat. "Perlakukan dia seperti teman. Tidak apa. Kau bisa menjadi temannya, tapi jangan benar-benar menjadi teman yang sesungguhnya."
Guan mendongak, menatap ayahnya tak mengerti. "Apa maksud perkataan ayah?"
"Putra mahkota," jenderal Lian mendesah pelan, "kelak dia akan menjadi seorang raja." Jenderal Lian menjeda sesaat. Banyak hal yang kini memenuhi pikirannya setelah kejadian dua hari yang lalu. Dia sangat terkejut ketika Yuan datang ke rumahnya sebagai orang lain hanya untuk membela Lian Hua. Artinya, keduanya secara tidak sengaja sudah saling mengenal.
"Tak ada yang akan menjadi teman atau sahabatnya. Karena posisinya, dia tidak boleh memiliki teman. Seorang raja, tidak pernah memiliki seorang teman, Guan. Hanya ada musuh dan bawahan." Jenderal Lian menatap putra sulung satu-satunya dengan hati berkecambuk. Mengingat kenangan buruk sepuluh tahun lalu, membuat pikirannya menjadi kacau.
Guan menundukkan kepalanya dalam. Dia terlihat sedih mendengar kalimat ayahnya. Pemuda itu pun menyadari bahwa dia memang tidak bisa benar-benar berteman dengan Yuan. Ia cukup sadar akan posisinya, seakan ada sebuah dinding besar tak kasat mata yang menjadi penghalang pertemanan mereka. Dan Guan tak mampu menyingkirkan dinding itu begitu saja.
"Pagi tadi, putra mahkota datang ke sini." Jenderal Lian menatap Guan yang tampak terkejut mendengar penuturannya. "Dia meminta izinku untuk mengajak adikmu keluar."
Guan menyembunyikan keterkejutannya dengan berusaha tetap bersikap tenang.
"Sejak kapan Lian Hua mengenal putra mahkota?" Jenderal Lian menatap lekat Guan yang masih diam ditempatnya. "Kenapa mereka bisa bertemu? Ayah sudah memintamu untuk menjaga adikmu dari orang-orang di istana!" Ada nada kemarahan yang tertahan dalam nada suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Royal Prince
Fantasy18+ Sejak kecil, Han Yuan tidak menyukai status dan gelarnya sebagai putra mahkota kerajaan Yang Han. Yuan sering menyelinap keluar istana dan bermimpi untuk menikmati kehidupannya sebagai rakyat biasa. Namun disisi lain, konspirasi politik yang ter...