Lian Hua berdiri di bawah pohon Magnolia yang sudah tumbuh tinggi. Tatapannya menerawang. Ada sesak yang menyelimuti dadanya, namun Lian Hua tak ingin membiarkan kesesakan itu menguasai hatinya. Ada sesuatu yang harus dia lakukan setelah ini. Karena itulah ia berada disini.
Setelah malam itu, saat ia mendengar percakapan kedua orangtua angkatnya. Lian Hua telah memutuskan untuk tetap berpura-pura tidak mengingat apapun dan tetap menjalani kehidupannya seperti sebelumnya. Sama seperti saat ia tak mengetahui kenyataan yang sebenarnya.
Lian Hua memutuskan untuk masuk ke dalam rumah setelah menimang sesaat. Sembari kedua kakinya melangkah memasuki rumah, tangannya terkepal erat, menahan sesak yang perlahan menyelimuti dadanya. Sangat sulit untuknya kembali menjejakkan kakinya ke rumah ini. Ia seperti menggali luka yang lama terkubur dan mengendap di dalam hatinya.
Pandangan Lian Hua menyapu ke setiap sudut rumah. Ia berjalan pelan sembari memperhatikan setiap detail sudut rumah. Lian Hua menghentikan langkahnya saat ia sampai di depan sebuah pintu. Menarik napas dalam, Lian Hua membuka pintu tersebut. Dia masih mengingat dengan jelas setiap detail kejadian malam itu di kamar ini. Lian Hua tercekat mendapati kamar yang dulu ia tempati masih dalam kondisi yang sama.
Pandangan Lian Hua terhenti pada laci lemari di kamar tersebut. Ia kemudian menarik laci dan mendapati sebuah sapu tangan dengan sulaman bunga meihua di tengahnya.
Lian Hua tertegun.
"Mei Hua, simpan sapu tangan ini baik-baik, mengerti? Namamu cantik seperti bunga meihua."
Kilasan ingatan itu membuat Lian Hua tersentak di tempatnya. "Mei Hua.." Lian Hua bergumam pelan. Wajah ibu dan ayahnya terbayang jelas di kedua matanya, membuat airmata mengalir membasahi wajahnya.
****
Lian Hua berjalan mengendap memasuki kediaman keluarga Lian. Ia pergi dengan diam-diam, tentunya setelah berbohong pada Li Wei bahwa dia memiliki urusan yang sangat mendesak dan pribadi yang tidak boleh diketahui siapapun.
Lian Hua menatap pagar tembok setinggi dua meter di depannya. Menghembuskan napas dalam, Lian Hua mengangkat rok gaunnya tinggi. Baru saja ia hendak memanjat tembok di depannya, sebuah suara membuat ia urung melakukannya.
"Apa yang kau lakukan disana?"
Lian Hua terhenyak, ia berbalik dan mendapati Guan sedang memicingkan matanya dengan raut wajah curiga.
"Apa rumah ini tidak memiliki pintu hingga kau masuk dengan memanjat pagar?"
Lian Hua meringis pelan. Ia segera berlari ke hadapan Guan dan menatap kakaknya dengan wajah tanpa dosa. "Apa kakak baru pulang? Bagaimana kalau kita membeli manisan?" Lian Hua mengerjapkan kedua matanya, mengalihkan pertanyaan Guan.
"Apa aku harus mengadukanmu pada ayah?" tanyanya dengan nada biasa, sama sekali tidak terdengar seperti ancaman untuk Lian Hua.
Lian Hua tertawa kecil. "Bagaimana kalau kue bulan? Bukankah kakak sangat menyukainya?" Lian Hua kembali membujuk Guan. Namun, kakak lelakinya itu hanya menarik kedua sudut bibirnya.
"Atau aku perlu mengatakannya pada ibu juga?" Guan berpikir sejenak, Lian Hua mulai memberengut kesal. "Kakak," rengek Lian Hua.
"Ah baiklah. Mungkin aku saja yang harus memberikan gadis nakal ini hukuman." Guan mengacak rambut Lian Hua dan membuatnya berantakan.
"Kakak!" protesnya dengan kesal. Ia berlari mengikuti Guan yang berjalan di depan. "Kakak, tolong jangan katakan apapun pada ayah dan ibu." Wajah memelas dan suara merengek, biasanya akan ampuh untuk membujuk Guan.
Guan menghentikan langkahnya. "Darimana kau?" Kali ini, airmuka pemuda itu berubah sedikit serius. "Kenapa tidak meminta Li Wei untuk pergi bersamamu?" tanya Guan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Royal Prince
Fantasy18+ Sejak kecil, Han Yuan tidak menyukai status dan gelarnya sebagai putra mahkota kerajaan Yang Han. Yuan sering menyelinap keluar istana dan bermimpi untuk menikmati kehidupannya sebagai rakyat biasa. Namun disisi lain, konspirasi politik yang ter...