Mimpi Buruk

129 9 0
                                    


Aku baru saja hendak menyiapkan sarapan untuk anak-anak ketika menyadari ada yang salah dengan diriku. Tanganku dipenuhi oleh luka yang mulai membusuk. Bukan hanya tangan, bahkan luka ini ada di sekujur tubuhku. Kuraba wajah sembari berlari menuju cermin.

Seketika aku merasa lunglai, menatap pantulan yang ada di dalam sana. Seluruh wajahku telah dipenuhi luka yang sama. Seperti kudis yang parah. Aku terjatuh ke lantai yang dingin. Terpana saat menyadari kuku-kuku kakiku bahkan hampir terlepas. Bagaimana ...?

Namun, tangisan Shena tiba-tiba mengalihkan perhatianku. Suaranya begitu melengking dan mengiba. Bergegas aku berdiri dan mencari keberadaannya. Kutemukan gadis kecilku itu di halaman depan rumah. Ia terduduk di tanah yang basah sembari memegang boneka kesayangannya.

Sekumpulan anak kecil berdiri di depan pagar, meneriaki dan menertawakan Shena. Beberapa di antaranya bahkan melempari Shena dengan kerikil.

Aku segera berlari mendekat, dan mengusir anak-anak itu pergi. Mereka tak bisa melakukan ini pada putriku. Dasar anak-anak badung. Inikah yang diajarkan orang tua mereka di rumah?

Kuhampiri Shena yang masih menangis, dan kurangkul ia dalam pelukku. Namun, aku kembali terkesiap menatap tubuh kecilnya dipenuhi luka yang sama persis seperti milikku. Kuku-kuku tangannya bahkan sudah lepas sebagian.

"Shena ...."

Kutatap wajah mungil yang kini juga sedang menatapku. Aku tersentak. Kedua matanya menatapku tajam, seolah marah dan menuntut. Lantas tangan kecil itu mencekikku kuat.

Aku kesulitan untuk bernapas. Kucoba melepaskan kedua tangan itu dari leherku. Namun, entah bagaimana Shena menjadi jauh lebih kuat, dan wajahnya ....

Bagaimana putri kecilku berubah mengerikan seperti ini?

Shena ....

****

"Ma ... Ma." Suara si kembar tiba-tiba mengejutkanku. Mereka mengguncang lenganku dengan panik.

Kubuka mata dan mengedarkan pandang berkeliling, cahaya silau dari lampu kamar sedikit membuat mataku perih.

"Shena ...."

Kulirik ke samping dan mendapati Shena masih nyenyak dalam tidurnya. Tak ada luka apapun di tubuhnya. Syukurlah semua hanya mimpi.

"Mama kenapa?" tanya Ulfa kembali mengalihkan perhatianku.

Wajah si kembar terlihat ketakutan. Apakah aku menjerit dalam tidurku tadi?

"Nggak, Sayang. Mama cuma mimpi buruk tadi. Kalian kaget, ya?" tanyaku sembari merangkul mereka berdua. "Nggak apa-apa. Mama baik-baik aja. Kalian tidur lagi, ya."

Kubantu kedua putriku itu untuk kembali tidur, dan menyelimuti mereka. Astaga ... mimpi itu terasa seperti nyata. Aku bahkan masih bisa merasakan jantungku yang berdegup kencang. Ya Tuhan ... lindungi anak-anakku.

****

Sintya datang sesuai waktu yang telah dijanjikan. Ia nampak cantik dalam balutan kerudung merah jambu. Aku masih tak habis pikir, bagaimana gadis sesempurna Sintya masih memilih hidup sendiri hingga hari ini. Jika ia mau, tentu akan banyak lelaki di luar sana yang bersedia menjadi imamnya. Tak ada yang kurang dalam diri sahabatku itu..

Namun, begitulah Sintya sejak dulu. Ia tak mau terlalu memikirkan masalah cinta, dan tak pernah mau mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya. Aku bahkan tak pernah tahu, apakah Sintya pernah jatuh cinta atau tidak.

"Gimana keadaanmu hari ini, Say?" tanyanya sembari meletakkan beberapa bungkusan berisi makanan di atas meja.

"Aku mimpi buruk, Sin," jawabku pelan. Mengingat kembali mimpi itu membuatku bergidik ngeri.

AndiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang