Part 19

5.1K 182 3
                                    


Aku hanyalah mantan simpanan pria beristri yang berharap hidup ini akan selalu bahagia.
Entahlah, aku sendiri tak mengerti seperti apa itu definisi bahagia.
.
.
.

3 Tahun kemudian...

Nadia duduk di muka rumah, menatap bunga yang kini kian layu. Sama seperti dirinya kian hari kian tak bersemangat. Senyum yang dulu ada, kini seolah sirna. Kebahagiaan itu belum lama ia rasakan. Dicintai Mas Satria tapi hanya sesaat. Rupanya, pria itu sangat menginginkan keturunan tapi selama ini Nadia belum juga dikaruniai anak.

Masih ingat kan? Perempuan yang pernah datang ke rumah bersama Mas Satria? Semula suami Nadia ini dan ibu mertua bersekongkol untuk merahasiakan identitas Mega. Ialah wanita yang dianggap saudara. Awalnya memang begitu Satria memperlakukan Mega seperti adik sendiri. Namun tidak demikian, ibunya menjadi penghalang cinta tulus Satria pada Nadia. Lagi-lagi karena mertua. Cinta yang hampir terajut sempurna, kini direnggut oleh ibu mertua yang tak suka pada menantunya. Sudah 3 tahun Nadia hidup bersama mertua. Bukan tak ingin hidup memisah, tapi berhubung ibunya Satria hanya seorang diri di rumah minimalis itu dan Satria anak tunggal jadi mau tak mau Nadia harus menanggung beban kehidupan. Seperti berhadapan dengan mertua yang cerewet setiap harinya. Kalau cerewetnya mempermasalahkan pekerjaan rumah sih it's oke aja. Tapi ini, semua yang ada pada diri Nadia seolah tak pernah sempurna hingga selalu dibanding-bandingkan dengan Mega saudara angkat itu.

"Nadia, kamu punya uang dua juta, 'kan?" tanya Ibu mertua yang kini tengah bermanis ria di hadapan Nadia yang sedang menyisir rambut hendak pergi ke toko.

"Maaf Bu, uang simpanan Nadia kan untuk modal usaha butik. Lagian keuangan kantor Mas Satria masih krisis. Ibu kan tau sendiri kami masih merintis," jawab Nadia sembari memakai lipstik.

Ibunya diam. Memperhatikan penampilan Nadia yang hendak pergi itu.

"Kalau boleh Nadia tau, emang uangnya untuk apa, Bu?" tanya Nadia hati-hati.

"Jangan kepo, deh." Wajah sinis itu menatap Nadia kesal.

Nadia hanya bisa menghela napas mengingat ibu mertuanya yang sangat sosialita. Emak-emak jaman now yang sukanya arisol sambil gunjing-gunjang

"Tapi Minggu lalu Nadia kan ngasih ibu satu juta," ucap Nadia.

"Healah neng, satu juta bagi ibu itu nggak cukup untuk lebih dari seminggu. Lagian kamu tuh ya, saya perhatikan semua perhiasan kamu bermerek. Tas import, baju import, sepatu sandal semua serba import yang harganya ngalahin harga rumah ini. Masa ibunya minjem aja nggak dikasih? Kayak Mega dong! Royal sama ibu. Coba dia yang jadi...," ucapan Ibu menggantung menatap Nadia intens, "ah sudahlah, percuma juga saya memperjelas. Kamu tetap saja pelit."

Sontak Nadia kaget dengan kata terakhir.
"Astaghfirullahalazim, ibu." Tidak ingin berkelit-kelit, ia pun mengeluarkan uang dua juta yang sebenarnya untuk modal ambil barang dari supplier.
Lalu menyodorkan uang itu. Soal barangnya yang serba import itu memang benar, tapi tahukah kalian... Itu semua KW super yang harganya relatif murah. Hiks.

"Untuk ibu?" Senyum ibunya mengembang.

Nadia mengangguk.
"Maaf Bu, Nadia harus pergi ke butik."

"Ikhlas nggak?" tanya ibunya memastikan.

Dengan sedikit kesal, Nadia masih bisa menyempatkan tersenyum yah walaupun terpaksa.
"Ikhlas, Bu."

***

Di Toko, tepatnya di kursi kebanggaannya, Nadia tengah memijit pelipisnya yang sedang meradang. Merasa akan betapa kelitnya hidup ini. Mertua yang matre bin cerewet, suami yang cuek bin bebek.
Auk ah. Nadia pusing sekali permisah. Kisah ini lebih pusing dari sekedar jadi simpanan seseorang.

PRIA BERISTRI (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang