Rasa kantuk mulai aku rasakan sejak dua jam mendengarkan ceramah Pak Budi, guru bahasa Indonesia. Kalo saja yang dia bahas adalah materi pembelajaran sih aku masih, ini, Pak Budi sedang membahas topik lain di luar intensitas yang menurutku tidak penting untuk di perdalam.
Rasa kantuk ini membebani kelopak mataku membuatku tak kuasa menahan beban kepala sendiri, aku menyandarkan kepalaku di telapak tangan sambil memandang wajah Pak Budi yang tua.
"Kriiinng! Kriiinng! Kriiinng!" Akhirnya suara penyelamat berbunyi, siswa-siswi dengan cepat mengemas perkakas sekolahnya dan bersiap untuk pulang. Pak Budi meninggalkan ruang kelas kemudian disusul murid di belakangnya, disaat aku berada di luar kelas Firman memanggilku sambil berlari ke arahku aku pun menoleh kearahnya.
"Selly, loh sibuk nggak nanti malam?" Tanya Firman. Aku pun diam sejenak dan berfikir.
"Nggak, emang ada apa." Balasku.
"Jadi gini, nanti malam ada wahana malam di dekat perumahan regency, masalahnya aku nggak ada teman untuk bareng kesana." Ujar Firman.
"Loh ajaklah orang tua mu." Ujarku.
"Orang tuaku sibuk. Tolong nah ya, aku pengen ke sana cuma nggak ada teman, please." Ujar Firman sambil menggenggam tangannya di depan wajahku.
Aku sebenarnya ingin menolak ajakannya, tetapi aku juga tak tega sebab dia sudah banyak menolongku.
"Yaudah aku ikut, tapi aku izin dulu sama Ibuku." Ujarku setuju.
Firman terlihat gembira, senyumannya terukir di wajahnya bersamaan dengan lesung pipinya membuat wajahnya manis duh jangan terlampau jauh Selly.
__________________________
Malam harinya aku bersiap-siap untuk pergi ke wahana malam. Aku telah izin pada Ibu, Ibu setuju asalkan tidak lewat jam setengah sebelas malam, aku memakai kaos tebal dengan gambar Doraemon ditengahnya, celana panjang berwarna hitam, dan tak lupa jaket wool ku.
Aku menunggu di depan pintu karena Firman akan menjemputku, tak butuh waktu lama sekitar sepuluh menit melamun di teras rumah, Firman datang, mengendarai mobil sedan yang waktu itu dipakai untuk menolong Pak Dody,
aku pun masuk ke dalam mobil."Lamanya!" Ujar Firman.
"Lumayan sih, emang kenapa?" Tanyaku.
"Tadi di jalan pelangi ada kecelakaan motor, jalanan macet di sana jadi agak lama kesini." Ujar Firman.
Aku hanya mengangguk dan senyum, kemudian Firman menjalankan mobilnya. Di sepanjang perjalanan lampu-lampu jalan menyinari di setiap mobil melaju.
Singkat cerita kita sampai di wahana malam itu, Firman menyuruhku untuk menunggu di pintu utama sedangkan dia memarkirkan mobilnya. Sekitar tiga menit kemudian Firman pun datang dan kami pun masuk ke dalam.
"Eh mau nyoba apa dulu ini?" Ujar Firman bertanya.
"Bianglala!" Ujarku menawar.
"Hmm, gimana kalo rumah hantu" tawar Firman.
"Nggak usah ngelawak deh, kita berdua ini indigo, ngeliat begituan bukannya nangis histeris malah garing." Ujarku.
Firman tertawa kecil, menggaruk kepalanya yang tak gatal. Akhirnya kami naik bianglala. Dari atas puncak bianglala mataku dimanjakan oleh pemandangan kota pada malam hari membuat ingin berlama-lama di atas bianglala, namun seiring berjalannya waktu bianglala berputar turun.
____________________________
Di rasa sudah puas menaiki dan mencoba sebagian wahana kami memutuskan untuk pulang, namun di tengah perjalanan masih di area wahana malam kami melihat kerumunan orang di sebuah panggung yang sepertinya panggung konser.
Tak lama kemudian para medis keluar dari tenda belakang panggung membawa seseorang di ranjang beroda, para medis itu berlari dan berteriak-teriak supaya memberikan jalan, kemudian firman berinisiatif bertanya kepada salah satu kerumunan orang itu.
"Maaf mas ini ada apa ya?" Ujar Firman bertanya kepada seseorang.
"Oh ini dek, penyanyi panggung barusan tiba-tiba ambruk kemudian di gotong ke belakang panggung, tak lama kemudian para medis datang." Ujar pemuda itu.
Di saat Firman berbincang-bincang, aku memperhatikan sekeliling. Tiba-tiba aku melihat sosok astral yang pernah aku lihat, dan aku ingat, itu adalah hantu kebaya merah kemudian aku menarik lengan Firman.
"Firman coba kamu lihat." Ujarku sedikit gagap.
Firman pun menoleh kearah jari telunjukku menunjuk, refleks Firman sama sepertiku, terkejut. Firman menghela nafas.
"Ayo kita ikuti dia." Ujar Firman.
Aku tak habis pikir, tapi aku juga penasaran jadi mengikuti Firman dari belakang. di tengah-tengah kerumunan orang wanita berkebaya merah itu menghilang tanpa jejak, aku dari mana tempat mencarinya namun tak kunjung ketemu juga.
Akhirnya kami memutuskan untuk menyudahi ini dan pulang.
Hai Readers gimana petualangan Firman dan Selly di wahana malam.
Silahkan vote bila eps ini bagus dan komen jika menemukan kejanggalan.
Untuk next eps di tunggu aja ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Indigo Diary (Sudah Terbit)
TerrorMereka dimana-mana, di rumah, di taman, dan di sekolah. Anugerah pemberian Tuhan ini awalnya menakutkan bagi sebagian orang tapi bagiku biasa saja melihat mereka yang tak kasat mata. Mereka seperti kita hanya saja tak kasat mata. Hidup mereka sepert...