"Mau ganjelan nggak?"
Terhitung sudah seminggu setelah pertemuan pertama mereka, diikuti dengan chat intens selama seminggu penuh, sepertinya Mahesa belum terbiasa dengan tingkah laku dan perkataan Arsa yang terkadang di luar dunia.
Mahesa benar-benar baru saja sampai di depan rumah Arsa, kemudian menarik persneling mobilnya sebelum melepas kacamata hitamnya. Di samping kaca mobilnya yang terbuka, Arsa masih berdiri. Dengan kemeja garis-garis lengan pendek yang tipis dan nyaman, dan celana kulot selutut berwarna hitam. Gadis itu masih belum memakai sepatu, kakinya yang berbalut kaus kaki pendek hanya memakai sendal rumahan.
"Gimana?" Mahesa masih belum bisa menebak apa maksudnya.
"Ganjelan, makanan ringan, maksudku."
Oh, itu.
"Ya, boleh." sahut Mahesa singkat. Arsa kemudian langsung tersenyum dan berlari kembali ke dalam rumahnya, tak lama kemudian kembali dengan dua buah cheese tart yang dialasi tissue. Kali ini ia sudah memakai sepatunya.
Begitu Arsa sudah duduk di kursi penumpang samping Mahesa, pemuda itu langsung memakai kembali kacamata hitamnya setelah membuka dashboard dan memberikan gadis itu secarik tiket konser yang akan mereka datangi hari itu.
"Waaah! Berapa nih Sa langsung gue transf⏤"
"Nggak usah. Buat lo aja."
Arsa mengerjapkan kedua matanya, dan kedua tangannya juga masih memegang cheese tart yang belum diberikan kepada Mahesa karena pemuda itu tengah memundurkan mobilnya. "Eh serius nih?"
Mahesa tidak menjawab, hanya mengangguk sambil masih fokus menyetir. Maka dari itu Arsa hanya mengulurkan salah satu cheese tart-nya agar pemuda itu bisa menggigitnya.
"Makasih, Sa."
Perasaan Arsa saat itu benar-benar campur aduk. Bukan karena ia merasa berdebar Mahesa telah membelikan tiket konser itu secara cuma-cuma atau bagaimana, melainkan karena perasaan tidak enak. Menurutnya Mahesa tidak perlu sampai membelikannya tiket hanya karena dia yang mengajak duluan.
Tetapi... ah.
Haruskah Arsa menikmatinya saja dulu?
Perjalanan mereka menuju Kemayoran saat itupun dihabiskan dengan memakan cheese tart dan mendengarkan playlist Arsa yang terputar pelan di stereo. Juga dengan beberapa obrolan ringan dan debat kecil mengenai jalan mana yang seharusnya mereka lewati.
================================================
Sesampainya disana, tidak begitu lama untuk mereka mendapatkan tempat parkir karena belum terlalu sore dan belum seramai malam nanti.
Langit saat itu cerah, dengan sinar kekuningan yang samar-samar menyeruak. Tidak terlalu panas, namun tetap terik. Benar-benar waktu yang pas untuk bergandengan tangan, setidaknya itu yang dipikirkan oleh Arsa. Tetapi yang ia lakukan saat ini malah memeluk tumbler-nya sendiri.
Suasananya juga berbeda. Apa karena ini pertama kalinya Arsa pergi ke konser berdua setelah beberapa lama? Tahun lalu ia juga mendatangi konser yang sama, tetapi bersama teman segengnya.
"Langitnya juga secerah ini tahun lalu." ucap Arsa tiba-tiba. Dan Mahesa sudah berekspektasi kalau hal itu akan terjadi kapan saja; Arsa yang berbicara tiba-tiba.
"Oh, ya?" suaranya tidak terlalu terdengar seperti tertarik, tetapi Arsa tidak peduli. "Iya! Well, nggak sesiang ini sih gue datengnya, tapi langitnya biru dan ada sedikit warna orange-nya."
Sudut bibir Mahesa sedikit terangkat, tidak menyangka kalau gadis itu akan tetap meladeninya. Sementara itu hatinya sendiri gusar. Memori konser ini tahun lalu sekarang terasa sangat berbeda kalau dipikir-pikir.
"Capek nggak Sa, ngurus PR konser ini tahun lalu? Capek pasti. Tapi terbayar, kan? Artisnya keren-keren banget sih tahun kemarin. Dan kita bisa aja bumped into each other nggak sih? Kemarin ya pas Dewa tampil gue tuh⏤"
Dan cerocosan lainnya dari seorang Arsa, sampai-sampai ia tidak sadar kalau mereka harus berpisah sejenak karena body checking.
"Sa, jangan kemana-mana! Gue takut hilang." bisik Arsa sebelum akhirnya berbaris di barisan perempuan, dan Mahesa di barisan laki-laki.
Setelah itu Mahesa menghela napas, tidak terpikir kalau ia benar-benar akan datang ke konser tahun ini dengan orang yang berbeda. Dengan orang yang 180 derajat berbeda dengan orang sebelumnya.
Memori itu kembali menyeruak ke dalam pikirannya, bagaimana tahun sebelumnya benar-benar menyenangkan.
Namun semua itu seakan-akan buyar begitu ia keluar dari proses terakhir body checking dan pengecekan tiket, sebuah tangan pucat namun hangat langsung menggenggam pergelangan tangannya.
"There you are. Kirain bakal lo duluan yang selesai dicek." dan senyum kekanakannya Arsa kembali muncul.
Tetapi belum cukup untuk menenangkan hati Mahesa yang meradang.
