listen to pamungkas' sorry & to the bone!
Setelahnya, Arsa tidak bisa dihubungi.
Walaupun baru tiga hari setelah kejadian itu, Mahesa tetap pusing bukan main.
Sudah tiga hari tanpa 'SELAMAT PAGEEEEEEE kepada burung-burung kecil di depan rumah Mahesa only' atau 'Sedang apa si Kribo kucingnya Mahesa?'. Sudah tiga hari tanpa Arsa mengirimkan foto makan siangnya, atau kucing oranye gendutnya. Tiga hari tanpa gadis itu mengirimkan foto bosnya yang sudah dicoret-coret aneh, tiga hari tanpa update-an kopi susu dari kedai mana lagi yang dibeli.
Terlalu banyak hal yang bisa dilakukan Arsa dan diberitahukan kepada Mahesa hanya dalam sehari. Maka ketika kini ponsel hitam itu tidak lagi menyala layarnya untuk menampilkan notifikasi dari si cantik, Mahesa merasa kesepian.
Pemuda itu sekarang berbaring di kasur bersprei biru tuanya, ia memutuskan untuk mengambil day-off hari itu. Minggunya diawali dengan kesepian yang begitu tiba-tiba dan mendadak, sehingga kalau boleh jujur ia cukup kelabakan kemarin. Mahesa tidak tahu apa yang Arsa sekarang sedang lakukan, tapi mengingat kalau pagi itu masih hari kerja, ya sudah pasti gadis itu berada di kantornya.
Mahesa menghela napas kasar. Merutukki dirinya sendiri, dan berkontemplasi mengenai keputusan-keputusan yang sudah diambil. Ia mulai menyesali keputusan awalnya dalam menginstal aplikasi tersebut, tetapi tidak bisa menyesali ia yang sudah bertemu Arsa.
Kini entah bagaimana semuanya terasa biasa, kosong, dan dingin. Tidak menyenangkan, rasanya seperti awal-awal ia dan mantannya putus waktu itu; tapi ini lebih aneh. Lebih dingin.
Mahesa jelas tidak menyukainya. Tapi di waktu yang bersamaan ia juga tidak tahu harus apa.
Bukankah ini yang ditawarkan Mahesa waktu itu? Bukankah Mahesa memperbolehkan Arsa untuk marah dan apapun itu? Tapi kenapa sekarang ia menyesalinya?
Yang gelisah pun hendak mengambil ponselnya di meja, tidak sengaja matanya menangkap foto polaroid yang menampilkan Arsa dan kucing Mahesa si Kribo, namun hatinya mencelos ketika menyadari bahwa ia meletakkan foto tersebut di samping polaroid terakhirnya bersama mantannya.
Dengan berat hati ia mengambil salah satunya, lalu meremasnya di tangannya yang kuat, dan sedetik kemudian foto itu sudah berada di tempat sampah hitamnya.
Sementara itu, tidak, Arsa bukan berada di kantornya seperti yang Mahesa pikir pagi tadi.
Dua hari sudah ia habiskan untuk mengisolasi diri di kamarnya, tidak masuk kerja, keluar hanya seperlunya. Otaknya seperti tidak berhenti bekerja. Bahkan ia sudah tidak sanggup hanya untuk menangis, perasaannya sendiri membuatnya bingung. Until she decided to take a walk.
Gadis itu terus menuruti langkah kakinya kemanapun ia mau. Cipete menjadi destinasi pertamanya, entahlah, Arsa hanya menyukai keramaiannya; dan segelas kopi susu dari kedai kesukaannya menemaninya sampai si cantik sudah berada di MRT.
Dan sekarang ia sedang berjalan dari MRT Bundaran HI menuju Sarinah, entah sudah berapa kilo yang ditempuh. Tetapi begitu ia sudah sampai di Sarinah, gadis itu malah berjalan lebih jauh menuju Jalan Sabang. Ke jalanan yang dimana selalu ramai tiap malam karena banyak yang berjualan aneka macam makanan.
Lebih tepatnya ke warung penjual bebek sambal hijau yang sering ia makan bersama Mahesa.
Arsa tanpa babibu memesan, dan memakan makanannya dengan damai. Padahal mati-matian menahan tangisnya sendiri. Seluruh memori yang tidak diharapkan tiba-tiba datang; Mahesa yang kalah suit dan akhirnya setuju untuk makan bebek goreng dengan sambalnya yang pedas itu, Mahesa yang melap sisa sambal di pinggir bibir Arsa, Mahesa yang menghabiskan tiga gelas es teh manis sekaligus karena kepedesan, dan yang lain-lain.
Ponsel yang diletakkan di sebelah piring itu tidak henti-hentinya menampilkan notifikasi dengan nama Mahesa di layarnya. Dan Arsa berusaha sekuat mungkin untuk tidak membaca atau mengangkat telfonnya.
Arsa hanya butuh waktu untuk berpikir, tetapi ia sendiri tidak tahu sampai kapan. Si cantik tahu bahwa seharusnya ia tidak menghilang tiba-tiba seperti ini, apalagi sampai tidak masuk kerja tiga hari seperti itu. Gadis itu bahkan tidak tahu kalau Mahesa hari ini kerja atau tidak, pikirnya berani sekali ia kesini; bagaimana kalau tiba-tiba Mahesa muncul?
Setelah membayar makanannya, gadis itu kembali berjalan ke salah satu kedai kopi dimana ia pernah menunggu Mahesa selesai bekerja disitu. Lagi-lagi perasaan beratnya kembali muncul, kenapa ia dengan tega menyakiti dirinya sendiri dengan berpergian tanpa tujuan ke tempat-tempat yang biasa ia kunjungi bersama Mahesa?
Gadis itu kemudian berdecak, tangannya tidak jadi menggenggam gagang pintu kedai kopi tersebut. Kedua kakinya berbalik arah dan mengantarnya kembali ke jalan utama, mengarah ke Stasiun Sudirman. Walaupun Arsa tahu berarti ia harus berjalan lebih jauh lagi, tidak apa-apa.
Setidaknya, dengan berjalan kaki sendirian membuatnya sedikit lebih tenang dari sebelumnya.
Setidaknya, dengan berjalan lebih jauh, Arsa bisa lebih menerima keadaan yang jauh dari bayangannya itu.
==================================
Siapa yang disini kalau galau, bingung, ngerasa putus asa, cara distract-nya adalah dengan berjalan kaki? Ya itu aku 🙋🏻 Dan siapa yang udah mulai bosan di rumah? Ya itu aku juga 🙋🏻
Mau ngapa-ngapain bener-bener ketahan gara-gara pandemi, tapi semoga semuanya selalu dalam keadaan yang baik dan sehat ya! Jangan keluar rumah kalau benar-benar tidak perlu.
Stay safe for yourself, and people around you!