Hanya karena aplikasi lebah berbasis kencan itu, semuanya bisa berawal.
Dengan pertanyaan random sebagai pembuka dari seorang Arsyadia Gytha kepada Mahesa Adskhan Al-Aqsa, semuanya bisa saja terjadi.
'Masih inget nggak tanggal 21 Desember 2012 lo lagi ngapain?'
Mahesa tidak bisa melupakan pertanyaan aneh itu.
Bioskop di salah satu mall belahan Jakarta Selatan menjadi saksi dimana keduanya akhirnya bertemu secara langsung, setelah beberapa minggu hanya berkomunikasi lewat chat.
"Hai. Arsa," terulur tangan pucat itu di depan si tinggi Mahesa; yang sedang berdiri memerhatikan jadwal film. Arsa terlihat kecil; substil dan lembut. Dengan rambut hitam sedada yang ikal ujungnya, dan t-shirt hitam yang lebih terlihat seperti dress karena panjangnya sampai di atas lutut gadis itu.
Kendati terlihat kelam dari atas sampai bawah, senyum Arsa yang kekanakan langsung menghancurkan itu semua.
"Oh, iya. Mahesa." kemudian sepertinya terlalu kuat membalas jabatan tangan gadis itu.
Canggung. Sebuah situasi yang sepertinya memang tidak bisa dihindari oleh siapapun yang sedang mengalami pertemuan pertama. Keduanya kini berdiri bersebelahan, dengan tinggi badan yang cukup kontras.
"Jadi mau nonton Pretty Boys?" tanya Arsa berusaha memecah es diantara mereka.
"Ya, boleh." dan dengan begitu pemuda itu langsung berjalan menuju loket tiket, diikuti dengan Arsa yang mengikutinya dari belakang. Si tampan hanya mengerutkan dahinya sedikit begitu si cantik sampai di sebelahnya.
"Duduk sini aja, ya?" katanya dengan suara kecil sambil menunjuk kearah seating bagian F. Mahesa menunduk untuk melihat wajah gadis yang sedikit tertutupi helai-helai halus poni hitamnya, bibir kemerahan Arsa mengerucut lucu sementara jarinya bergerak tidak yakin.
Dan Arsa menghela napas lega karena sepanjang film diputar, tidak ada gelagat aneh dari cowok di sampingnya ini. Malahan Mahesa mengajak gadis itu untuk menemaninya mencari celana setelah menonton dan dengan senang hati Arsa pun mengiyakan.
Kemudian sebuah restoran bubur dengan konsep pecinan di daerah Santa menjadi pilihan Mahesa untuk makan malam, dan Arsa sama sekali tidak keberatan. Selain karena konsep pecinannya sendiri, Arsa memang kebetulan ingin makan yang hangat-hangat.
Beberapa hal yang Mahesa berhasil baca dari seorang Arsa despite aura substilnya; ternyata gadis ini cukup bawel dan pecicilan. Omongannya kadang asal dan seperti tidak dipikirkan terlebih dahulu. Tetapi anehnya Mahesa sama sekali tidak ambil pusing. Mungkin orang-orang seperti Arsa memang cocok dengan Mahesa yang kaku dan terorganisir.
Obrolan-obrolan ringan seputar diri masing-masing terus berjalan dengan mulus, sampai akhirnya tersentil sebuah pertanyaan yang menjadi awalan dari segalanya;
"Suka nonton konser nggak?"
Arsa langsung mengangguk antusias, karena menurutnya konser adalah ajang dimana ia bisa mengekspresikan dirinya dengan bebas, menyanyi dengan lantang, dan menari-nari sepuasnya.
"Suka! Yang deket-deket ini tuh yang di Kemayoran kan, ya?"
"Iya, minggu depan."
Gadis itu menaruh sendoknya, "Tahun lalu gue dateng sama teman-teman. Seru!"
"That's nice. Gue salah satu staff PR-nya tahun lalu."
Sebuah ekspresi terperangah langsung ditunjukkan dari wajah Arsa. "Wow I must say kalau lo dan tim lo did a great job then." lalu kembali melanjutkan makannya yang sempat terhenti.
Mahesa tersenyum kecil, masih memerhatikan gadis di depannya yang makan sambil sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Mau... nonton sama gue nggak?"
Arsa nyaris tertawa karena betapa canggungnya Mahesa saat menanyakan itu. Suaranya kaku dan seperti tanpa intonasi apa-apa. Seakan-akan Mahesa berbicara di udara yang kosong. "Boleh aja. Kebetulan teman-teman gue pas diajakin udah pada ada acara lain."
"Oke. Gue cariin ya tiketnya."
"Sure. Let me know ya!"
Akan tetapi, sampai sehari sebelum konser, Mahesa tidak pernah mengungkit-ungkit soal tiket. Dan Arsa tidak begitu masalah.
Toh, berharap apa, sih, sama orang yang ketemunya aja dari aplikasi kencan?
