HAI SAGOVERS!
Absen dulu yuk! Siapa aja yang hadir buat baca part ini🐶
🍀HAPPY READING🍀
"Jangan norak bisa nggak, sih, Wa! Capek gue ngadepin ketidak warasan lo. Apa perlu gue mohon-mohon dulu ke lo supaya lo nggak bertingkah alay kayak gini? Nggak, kan?" decak Gaolin. Cowok itu masih menatap penuh kewaspadaan ke arah Sawa yang kini tengah nangkring di atas pohon jambu air.
Bukan tanpa sebab gadis itu nangkring di atas pohon sana, itu salah satu trik yang jitu supaya Gaolin tidak bisa menghentikannya untuk menggunakan gunting di genggamannya yang mau dipergunakan untuk menusuk perutnya.
"Wa, turun ya. Jangan kayak anak kecil. Sini guntingnya lempar ke gue aja, jangan buat nusuk perut lo. Nggak baik, sakit, Wa." Gaolin masih berusaha membujuk pacarnya untuk tetap berpikir normal.
"Lo tau nggak, kenapa gue masih bertahan hidup pas mama sama papa gue nggak sayang lagi sama gue. Itu karena gue masih punya lo, gue masih pengin bahagia bareng lo. Tapi untuk saat ini, jangankan bahagia, lo aja selalu bikin gue kecewa sama sakit hati. Gimana bisa gue masih berpikir normal?" Sawa melempar gunting di tangannya ke bawah, jatuh di hadapan Gaolin. "tapi gue hargain usaha lo tadi buat gue nggak bunuh diri. Ya walau pun mungkin lo cuma kasihan aja sama gue. Tapi nggak papa, sih. Btw, gue mau lompat. Kalau lo nggak berhasil nangkep badan gue, kita putus hahaah!" sambungnya lalu terbahak.
Yang Gaolin lihat sekarang ini, tidak sama dengan apa yang Sawa rasakan. Gadis itu mungkin mampu tertawa lepas seperti sekarang ini, bahkan tanpa beban. Tapi Gaolin yakin, dibalik tawa itu, ada luka yang terus dibiarkan menganga.
Jarak antara Sawa dan Gaolin tidak terlalu jauh, sebab Sawa hanya memanjat beberapa ranting besar saja. Bahkan tingginya tidak melebihi kepala Gaolin, jadi cowok itu dapat dengan mudah untuk menangkap pacarnya. Itu hal kecil.
"Guntingnya lo simpenin ya Gao. Siapa tau gue pengen mokad esok hari, lo tinggal nyodorin ke gue aja." Ucapan Sawa tidak Gaolin hiraukan. Dia menggendong gadis itu dan membawanya menuju ruang rawat.
"Lo istirahat. Jangan banyak gerak. Jangan pecicilan kondisi lo belum stabil," perintah Gaolin yang tidak sama sekali Sawa dengarkan. Gadis itu sibuk membolak-balikkan tangannya sambil menatapnya rumit.
"Gue baru nyadar kalau gue nggak punya cincin. Hahaha. Nanti gue minta sama Alex, deh. Btw Gao makasih ya udah jagain gue di rumah sakit ini. Nanti malem lo nggak usah susah-susah ke sini, biar Alex aja."
Marah? Sangat. Bahkan Gaolin tidak tahan lagi ketika pacarnya menyebut nama cowok lain di depannya. Ini sebuah penghinaan. Bahkan, dia tidak tau sampai kapan dia sanggup menahan amarahnya. Dia ingin cepat-cepat meluapkan emosinya, salah satunya mengomeli pacarnya itu. Tapi dia takut, takut kelepasan dan berakhir menyakiti hati gadis itu.
Sejatinya, Gaolin sangat menyayangi Sawa. Sangat mencintai gadis itu.
Setelah meletakkan Sawa ke atas ranjang, Gaolin menarik selimut untuk menutupi tubuh pacarnya hingga sebatas dada.
Gaolin menatap lembut ke arah Sawa, "Jangan aneh-aneh. Please. Gue yang akan jagain lo malem ini, nggak cuma malem ini, gue bakal jagain lo sampai lo sembuh." Setelah mengatakan itu, Gaolin mengambil tangan Sawa, membawanya menuju bibirnya, mengecupnya dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Sawa! (On Going)
Fiksi RemajaJangankan mendapat kebahagiaan, dijenguk mama dan papa-nya pada saat dirinya di rumah sakit saja hanya srbatas angan-angan. Jangankan dapat tertawa bahagia, saat dirinya nyaris mati saja kedua orangtuanya masih sibuk dengan urusannya sendiri. Jangan...