Hal yang wanita butuhkan adalah bukti dan kepastian. Sementara pria sejati adalah dia yang datang memberikan bukti bukan hanya sebatas janji untuk menikahi.
🌻🌻🌻“Kamu kenapa harus kerja kaya gini, sih, Mas?” Gadis bernama lengkap Mentari Rahayu Kusuma bertanya kepada—Ahmad Faisal Kahfi—sang kekasih yang berada di hadapannya.
Sepasang kekasih itu tengah berada di ruang pengemasan percetakan milik Faisal dan sahabatnya. Pemuda itu seolah tidak peduli. Fokusnya tetap tertuju pada kotak-kotak berisi gantungan kunci—pesanan teman dan seniornya di kampus.
“Mas, iiih!” Tari kembali merengek, karena tidak dipedulikan.
“Ada apa, Ri? Tunggu sebentar. Jangan ganggu dulu!” tegas pria tersebut.
“Udah, Ri, jangan diganggu dulu. Dia kalau sudah melakukan sesuatu pasti enggak pernah bisa diganggu. Kucing saja kalau ganggu pasti dia marahi,” celetuk Rudi—sahabat sekaligus rekan Faisal dalam usaha percetakan—dengan diiringi tawa.
Pria bermata sedikit sipit itu baru saja pulang dari mengantar spanduk, pesanan tetangganya yang bekerja di Dinas Kesehatan Kota Jakarta Pusat. Sementara itu sang sahabat tak sedikit pun mengindahkan celetukannya.
Di ruko bernuansa monokrom tersebut tidak hanya ada mereka bertiga. Ada Yanto, yang sejak tadi sibuk di depan layar komputer, fokus membuat desain untuk banner, spanduk dan lainnya; Roni, baru saja menyelesaikan pin berlogo, ID card dan juga gantungan kunci; sedangkan Syamsir, sibuk mengecek pesanan yang siap untuk diantar kepada pemiliknya dan juga memisahkan yang akan dibawa di tempat.
Gadis yang akrab disapa Tari tersebut duduk seorang diri dengan suara mesin sebagai musik pengiring. Wajahnya ditekuk, kesal. Sejak dia datang—satu setengah jam lalu—tak ada seorang pun yang mengajaknya bicara.
Faisal masih sibuk membereskan kotak-kotak pesanan; menumpuknya agar tidak berceceran. Setelah selesai pun tak langsung menghampiri sang kekasih, malah pergi keluar tanpa memberitahu. Tak lama ia kembali dengan membawa satu botol air mineral dan satu gelas es teh manis yang dipesan dari warung sebelah ruko. Pria itu kemudian memilih duduk di depan Tari.
“Minum dulu, Ri.” Pemuda bertubuh cungkring tersebut menaruh gelas di meja.
Tari membuang muka; tidak merespons ucapan pria yang sudah menjadi kekasihnya sejak duduk di bangku SMA kelas satu. Di depannya Faisal menatap lekat sang pujaan hati yang selalu merajuk setiap kali keinginannya tidak terpenuhi.
“Kamu marah, Ri?” tanya pemuda tersebut dengan tenang.
“Pikir saja sendiri!”
Faisal mendengkus, kemudian menenggak habis air mineral dalam botol yang digenggamnya dan menaruh kemasan plastik tersebut di meja. Ia kemudian bangkit, meninggalkan si Gadis Pemarah itu seorang diri.
Niat hati ingin meredam pertengkaran, sikap Faisal justru malah semakin memancing emosi sang kekasih. Jemari gadis itu meremas dengan gigi bergemeletak.
“Tari, ada Lala!” Yanto tiba-tiba muncul, memberitahu dengan sedikit berteriak.
Bersamaan dengan itu, gadis bertubuh mungil melongok di ambang pintu. “Ri, pulang sekarang?”
Tanpa memberikan jawaban, Tari bangkit; berlalu begitu saja tanpa menghiraukan kekasihnya; langsung menghampiri—Arsyla Nurfitria—sang sahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Redupnya Sinar Mentari
SpiritualPada umumnya dua insan yang saling mencintai akan bahagia tatkala bersatu dalam ikatan halal. Namun, tidak dengan Mentari Rahayu Kusuma. Menikah dengan Ahmad Faisal Kahfi-laki-laki yang juga mencintainya-justru membuatnya terjerembap dalam lubang ne...