Fakta yang Terungkap

842 100 18
                                    

Sudah sepekan dari hari itu, Adeeva masih ragu bertanya pada Tari. Takut malah membuatnya tidak nyaman. Banyak sekali pertanyaan dalam hatinya yang membutuhkan penjelasan. Anehnya, Tari tetap bekerja seperti biasa. Ia selalu memasang topeng, yang membuat semua orang tertipu. Adeeva kerap memperhatikannya diam-diam, saat Tari dan karyawan lainnya berkumpul. Pandai sekali Tari berkamuflase seolah dia baik-baik saja, pikirnya.

"Ri, bisa kita bicara?"

Tari yang baru saja hendak duduk bergabung dengan karyawan yang lain, segera bangkit dan menyusul Adeeva yang berjalan menuju ruangannya.

"Ada apa, Mbak?" tanyanya, tanpa merasa curiga.

"Duduk dulu, Ri."

Adeeva menghela napas dalam-dalam. Mereka saling memandang satu sama lain. Tari masih belum melepas celemek, karena saat Adeeva datang dia baru saja memasukkan adonan ke dalam oven.

"Jadi, Faisal itu ayahnya Fatan?" Adeeva bertanya dengan penuh keraguan.

Mendengar pertanyaan itu, Tari langsung membuang muka. Beberapa saat ia diam, sengaja tidak menjawab. Baginya itu diluar pekerjaannya. Jadi, ia tak memiliki kewajiban untuk menjelaskan.

"Jawab Tari!" Adeeva kini mendesaknya.

"Maaf, Mbak! Aku rasa konteks itu di luar pekerjaan. Jadi, aku tidak harus menjawabnya." Tari beranjak.

"Aku bertanya sebagai sahabat. Bukan sebagai bos, Tari!" Adeeva sedikit berteriak.

Diam tetap menjadi jawabannya. Tidak semua orang bisa berbagi pada siapa saja. Tidak semua hal bisa dibagi begitu saja. Masa lalu itu terlalu menyakitkan untuk kembali diceritakan. Jika ia bercerita sekarang, peluang untuk semua orang tahu akan semakin besar. Fatan pun pada akhirnya akan tahu. Ibu dan bapaknya juga akan tahu pertemuannya dengan Faisal. Ia tak ingin masa lalu itu menghancurkan kehidupannya dan keluarga.

Cukup lama Tari diam mematung. Sentuhan di pundak menyadarkannya. Adeeva menatapnya, masih menunggu jawaban. Tari pun sadar, lambat laun masa lalu itu akan terungkap. Sekalipun ia tak menceritakannya pada Adeeva sekarang. Saat ini Tari benar-benar merasa dilema.

"Masuk!" ujar Adeeva saat mendengar ketukan pintu.

"Ada yang mau ketemu Tari," ujar seorang karyawan memberitahu.

Tari merasa lega. Ia jadi memiliki alasan untuk pergi. Segera ia meninggalkan ruangan Adeeva yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri. Setelah mengetahui seseorang yang mencarinya. Tari terkejut bukan main. Lala kini berdiri di hadapannya.

"Aku mau kita bicara sebentar, Ri," katanya.

Ada jarak yang tampak dari dua orang sahabat yang tumbuh bersama sejak usia mereka masih kanak-kanak. Kini mereka tampak asing satu sama lain.

"Maaf, aku sibuk ...!"

Tari menolak. Rasa sakit itu masih berkuasa dalam hati dan sangat sulit baginya menerima kenyataan bahwa takdir Faisal adalah bersama Lala, sahabatnya.

"Pergilah, Ri! Semua bisa diurus sama Mbak Weni dan yang lainnya."

"Tidak, Mbak. Aku sudah sering bolos dari pekerjaan. Tidak enak sama karyawan lain," ujarnya beralasan.

Redupnya Sinar MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang