Menjaga Hati

689 80 18
                                    

Meratap hanya akan membuat diri semakin lemah. Allah benci hamba-Nya yang meratapi kesedihannya dengan cara yang berlebihan.

🌻🌻🌻

"Jujur saja ... aku terkejut dengan keputusanmu, Ri!" Adeeva mengatakannya dengan tatapan menahan amarah.

Tari langsung menunduk. Tidak akan ada yang tahu seperti apa hancurnya Tari selain dirinya sendiri. Keputusan itu pun berat untuknya. Perempuan yang belum lama berganti status sebagai seorang istri itu hanya diam. Menjelaskan pun rasanya tidak akan membantu.

"Seharusnya kamu tidak melakukan ini, Ri!" Adeeva menatapnya kecewa.

"Apa karena kamu masih mencintai Faisal?" tanya Adeeva, kesal karena Tari tidak juga bereaksi.

Keduanya kini saling beradu pandang dengan reaksi yang berbeda. Sesaat kemudian Tari kembali menurunkan pandangan.

"Aku menikah dengannya bukan karena perasaan yang sempat kumiliki. Semuanya aku lakukan untuk Lala ... agar aku bisa merawatnya."

Adeeva masih tidak mengerti dengan tujuan Tari yang sebenarnya. Ditariknya satu kursi dan duduk di samping Tari. Di ruangannya hanya ada mereka berdua. Tari sengaja datang untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya.

Ditatapnya Tari dengan begitu lekat. Katanya mata itu indra yang paling jujur. Kali ini Adeeva melihat ada kebohongan yang sengaja Tari sembunyikan. Ada apa sebenarnya? Batinnya terus saja bertanya. Sejak tadi Tari memang hanya menjawab seperlunya. Dia saat ini pun hanya diam. Mulutnya seperti sengaja dikunci. Perempuan di sampingnya itu memang bukan tipe orang yang banyak bicara, selama Adeeva mengenalnya. Dia juga bukan tipe orang yang selalu bercerita ketika mendapat masalah. Tari selalu saja menelan semuanya sendiri.

Pandangan Tari masih tidak jelas fokus ke mana. Dia sama sekali tidak melihat ke arah Adeeva yang sudah hampir lima menit berpindah duduk ke sampingnya. Adeeva menghela napas dan menatapnya nanar.

"Jika memang benar seperti itu, kenapa harus dengan menikah seperti ini, Ri?"

Akhirnya Tari menoleh dengan satu sudut bibir yang tertarik. Ia menatap ke arah Adeeva hanya sekilas, lalu pandangannya kembali menurun. "Pernikahan adalah satu-satunya cara untuk menembus batas haram, agar tidak mengundang fitnah saat harus menjaga Lala bersama dengan Mas Faisal, Mbak."

"Setelah Lala sembuh bagaimana denganmu?"

Tari diam beberapa saat. Ia tarik napas panjang, baru menjawab, "Aku akan pergi, Mbak. Tugasku sudah selesai."

"Astagfirullohaladzim, Tari!" Adeeva sampai berdiri, "kamu tahu, pernikahan itu bukan untuk main-main. Kalian tidak bisa seperti ini!"

Tari menatapnya dengan berkaca-kaca. "Lalu aku harus seperti apa, Mbak? Apa aku harus tetap bersama dengan suami dari sahabatku?"

"Sejak awal keputusan kamu itu salah, Ri. Kamu bilang sudah tidak akan pernah menerima lamarannya. Kenapa kamu berubah pikiran?"

"Lala sakit karena aku, Mbak. Seperti yang aku bilang, kondisinya tidak baik-baik saja. Aku takut terjadi sesuatu padanya, Mbak ...!" Satu tetes cairan bening terjatuh. Adeeva melihat Tari benar-benar hancur.

"Lala terlalu mencemaskanmu dan merasa pilihannya untuk menikah dengan Faisal itu salah. Dia akan tetap baik-baik saja kalau kamu bisa meyakinkan dia, bahwa kamu pun baik-baik saja dan sudah mengikhlaskan Faisal untuknya," ucap Adeeva membuat Tari bungkam.

Redupnya Sinar MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang