Part 8

1.9K 177 27
                                    

Happy Reading
...

Yana mengikuti Bu Hapsari yang berjalan menuju pelaminan. Mereka ikut megantri untuk memberi ucapan selamat pada pengantin, Biru dan Bunga.

"Selamat ya Biru, kalian harus saling setia, ombak dalam rumah tangga pasti selalu ada, tinggal bagaimana cara kalian mengarunginya supaya kapal yang kalian layarkan tidak ikut karam bersama sapuan ombak."

Bu Fatimah memeluk Biru, setelah memberikan nasihat pernikahan kepada Biru dan Bunga.

"Maafin Papa sama Mama ya Bunda." Biru mencium punggung tangan Bu Fatimah selama beberapa detik.

"Biru, yang udah berlalu gak usah kita ingat-ingat lagi. Bunda sudah mengiklaskan semua yang terjadi di antar kami." Bu Fatimah menepuk pundak Biru.

"Terimakasih Bunda, semoga Bunda sehat selalu." Biru kembali memeluk Bu Fatimah, sangat erat.

"Kamu, jangan nangis Nak. Ini hari bahagia kamu, seharusnya tidak ada air mata di hari ini." Bu Fatimah menepuk-nepuk punggung Biru.

Sementara itu, Yana berdiri mematung menyaksikan semuanya. Yana tidak bisa mendefenisikan apa yang ia rasakan saat ini, yang pasti rasanya sangat menyakitkan.

Bu Fatimah melepas pelukannya dari Biru, lalu mengusap air mata yang menggenang di bawah mata Biru.

"Udah ya Nak." Bu Fatimah menepuk bahu Biru sekali lagi.

"Selamat ya Bunga, semoga keluarga kalian senantiasa diberkahi."

Bu Fatimah beralih memeluk Bunga. Biar bagaimanapun Bunga dulunya sangat sering main ke rumah mereka, jadi Bu Fatimah sudah sangat mengenal Bunga.

"Selamat ya Biru." Yana menangkupkan kedua telapak tangannya.

Biru menatap sekilas tepat di manik mata Yana.

"Terimakasih sudah mau datang, semoga kamu cepat nyusul."

Biru tersenyum, senyum yang telah lama tidak pernah Yana lihat lagi. Senyum yang dahulu, adalah alasan Yana jatuh pada pesona seorang Biru.

"Iya, sama-sama." Yana membalas senyuman Biru.

"Bunga selamat ya, lo tuh gak asik banget ya Bunga, mau nikah gak ngasi kabar apa-apa ke gue sama Ami. Tau-tau udah nyebar undangan aja."

"Maaf ya Yana, soalnya semua serba tiba-tiba. Oh ya Ami mana?"

"Oh iya, dia gak bisa datang Nga. Anaknya lagi sakit, dia titip salam tadi sama lo "

"Yah, next time deh ya kita janjian ketemuan. Udah lama kan kita gak reuni."

"Iya, tinggal atur aja. Btw sekali lagi selamat ya." Yana memeluk Bunga.

Yana melewati Ayah dan istri Ayahnya begitu saja, tidak berniat hendak menyapa walau hanya sekadar basa-basi.

"Kamu kenapa gak nyalam Ayah kamu tadi?" tegur Bu Fatimah, setelah mereka menjauh dari pelaminan.

"Gak pengen aja Bun," jawab Yana singkat padat dan jelas.

"Gak boleh gitu, Sayang. Mau seperti apapun tabiat Ayah kamu, dia tetaplah Ayah kamu."

"Bunda, tolong dong ngertiin perasaan Yana juga."

Bu Fatimah, tidak bisa berkata-kata apalagi jikalau Yana sudah mengatakan hal seperti itu. Bu Fatimah juga sangat mengerti semua ini pasti sangat sulit untuk Yana.

Setelah itu, Yana memilih untuk keluar gedung. Yana butuh waktu sendiri.

"Bintangnya indah."

Yana menadahkan pandangannya ke langit, perlahan air mata Yana jatuh melintasi pipinya.

Rama & Yana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang