Disaat aku berteduh di bawah sebuah rumah tua, wanita itu justru menghamburkan dirinya di bawah rintik hujan. Sebelumnya, ia meninggalkan tas dan sepatunya di dekatku. "Mas, aku titip tas dan sepatuku sebentar, ya," pintanya. Aku tak kenal dirinya, begitu juga sebaliknya.
Seketika ia melompat-lompat kegirangan, lalu berteriak dan lamat-lamat teriakan itu menjelma jadi tangis.
Aku tak bisa berbuat apa-apa selain berteriak, "Mbak, cepat berteduh. Nanti mbak sakit." Kupikir hal konyol jika aku menghampirinya dan menyeretnya untuk berteduh tanpa payung atau jas hujan. Akan nampak seperti, pahlawan kesiangan.
Beberapa saat ia mengabaikan peringatanku. Ia hanya berdiri membisu, menutupi wajahnya sendiri. Lalu, seperti lelah sendiri, ia pun menepi.
Saat sampai di depanku ia tersenyum. Seolah, ia tadi hanya bermain. Pandai sekali ia sembunyi di balik senyumnya.
"Terimakasih sudah menjaga tasku," katanya masih dengan tersenyum, tapi tubuhnya menggigil. Mungkin ia kedinginan.
"Mbak mau kupinjami jaket?" tawarku.
"Tidak, rumahku dekat sini. Aku hanya perlu berlari saja. Paling 5 menit."
"Tapi tas dan sepatu mbak bisa basah." dahinya mulai berkerut, mengangguk membenarkan perkataanku.
"Boleh kuminta kantong plastikmu?" Kebetulan aku baru saja membeli beberapa makanan ringan. Aku pun segera memindahkan belanjaan yang tak banyak ke dalam tas ranselku.
"Terima kasih," aku mengangguk.
Setelah memasukkan tas dan sepatunya, ia pun berlari menuju arah timur. Aku memperhatikan geraknya sampai sosoknya tak lagi nampak olehku.***
KAMU SEDANG MEMBACA
You Owe Yourself Happiness (Berutang Kebahagiaan)
General FictionIni cerita tentang perdebatan seorang pria bernama Rake dengan masa lalunya. Sementara di satu sisi, seorang wanita bernama Raras bergumul dengan dirinya sendiri, dengan pikirannya yang begitu rumit. Keduanya kemudian dipertemukan. Saling mendengar...