"Bukankah kamu yang kemarin?" Wanita itu menatapku, seketika memalingkan wajahnya dari buku yang dibacanya. Ia agak terkejut saat melihatku.
"Eh, iya," katanya, agak kikuk.
"Boleh duduk di sini?" Kebetulan di jam istirahat ini semua tempat duduk hampir penuh, hanya kursi di hadapannya yang kosong.
"Tidak menunggu siapa pun, kan?"
"Eh, duduk aja," ia kembali pada bukunya, seperti tak ada minat untuk bicara denganku lagi.
Makanan yang dipesannya datang, beberapa menit kemudian menyusul pesananku.
Kami makan dalam diam. Ia makan sambil menyimak bukunya di sela-sela kunyahan, sedang aku sambil memainkan ponselku. Sekadar mengecek media sosial agar tak mati gaya.
"Sering makan di sini?" akhirnya ia bertanya padaku.
"Mmm, kadang-kadang aja sih. Makanan di sini enak, tapi agak mahal," candaku.
Ia terkekeh, "Iya, kamu betul."
"Sesekali aja boleh lah, buat apresiasi kerja keras." Ia mengangguk-angguk.
Setelah selesai makan, ia berdiri, nampaknya segera pergi. Saat berdiri, terlihatlah dengan jelas ID Card miliknya. Raras. Begitu nama depan yang berhasil kubaca.
"Aku harus kembali ke kerjaan. Thanks, ya." Aku mengangguk. Kupikir itu bukan terima kasih karena aku duduk di depannya hari ini, tapi karena tempo hari. Saat aku mendapatinya menangis sesenggukan.
Ia berlalu dari hadapanku. Kali ini diikuti dengan bau parfumnya yang wangi. Dengan cepat, wangi itu segera kuingat.***
KAMU SEDANG MEMBACA
You Owe Yourself Happiness (Berutang Kebahagiaan)
General FictionIni cerita tentang perdebatan seorang pria bernama Rake dengan masa lalunya. Sementara di satu sisi, seorang wanita bernama Raras bergumul dengan dirinya sendiri, dengan pikirannya yang begitu rumit. Keduanya kemudian dipertemukan. Saling mendengar...