Day 8

3 0 0
                                    


Kuketuk pintu tiga kali. Beberapa saat kemudian, seorang wanita paruh baya membukakannya untukku. Wajahnya kini dipenuhi kerutan, tapi kalau ia tak ada, kupastikan aku roboh seketika.

"Rake?" Ia tersenyum. Aku mencium tangannya.

"Aku pulang sehari lebih awal, buk." Ia pun menuntunku untuk masuk rumah.

"Karena kamu pulang lebih awal, ibuk nggak sempet masakin kesukaanmu."

"Ndakpapa buk. Melihat ibuk terkejut dan tersenyum lebih lebar, Rake sudah seneng banget."

"Yasudah, ibuk ambilkan nasi ya sama sayur asem." Aku mengangguk. Saat bersandar pada kursi, tiba-tiba mataku terasa berat. Lalu aku terlelap seketika.

"Rake. Rake." Ibu menyentuh ujung kepalaku, aku pun terbangun. Di tangannya, ia sudah membawa sepiring nasi dan lauk. Ia pun menyuapkan satu sendok untukku. Betapa aku rindu disuapi olehnya. Aku suka bermanja-manja dengan ibuku meski usiaku sudah lebih dari seperempat abad.

"Besok ibuk mau jalan-jalan ke mana? Seharian Rake akan temenin ibuk." Ia tersenyum, mengelus tanganku.

"Ke mana aja, asal sama kamu." Ia pun terkekeh." Selesai makan, kami pun berbincang. Aku selalu merindukan hal ini.

***

Esoknya, aku sengaja bangun pagi. Sekadar ingin berkeliling, atau menyapa tetangga.
Saat aku membuka pintu, aku merasa dadaku seperti dihantam.

Di sana, di ujung pagar rumahku, berdiri seorang wanita yang tak ingin kulihat sekarang atau sampai kapan pun.

"Rake." Ia tersenyum, melambaikan tangannya.

Tanpa berpikir lagi, aku berbalik, menutup pintu rumahku. Kuurungkan niatku untuk berjalan-jalan.

***

You Owe Yourself Happiness (Berutang Kebahagiaan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang