Day 4

4 1 0
                                    


"Mengapa kita selalu bertemu?" Aku mendongak, meletakkan minumanku di atas meja.

"Ini tempat umum," kataku. Ia lalu duduk di hadapanku. "Kenapa kamu selalu datang dan pergi, senyum dan marah seenaknya?"

"Rumit, seperti katamu. Makin dewasa makin rumit."

"Ya," kataku singkat.

"Sorry, Ke." Raras menundukkan kepalanya. "Untuk ketidaksopananku."

"It's ok, Ras." Gelas minumanku telah kosong. Aku berdiri, "Mmm, agaknya aku harus kembali ke kantor."

Tiba-tiba, Raras ikut bangkit. "Boleh kutemani berjalan sampai kantormu?" aku mengernyitkan dahi.

"Bukankah kamu mau makan siang?"

"Belum terlalu lapar." Wanita aneh, pikirku.

"Baiklah, terserah saja."

Kami pun berjalan ke luar. Aku berjalan duluan, sedang ia di belakangku.

"Kenapa berjalan di belakang? Aku bukan bosmu." Buru-buru, ia berjalan di sampingku. .

Aku diam, sengaja menunggunya bicara.

"Hari itu, di bawah hujan adalah luapan dari dalam diriku. Sebelumnya aku tidak bisa marah, teriak, atau menangis, bahkan aku tidak bisa cerita ke orang lain." Raras mulai bicara perlahan. "Tapi, di bawah hujan itu, semua beban terasa hilang lewat air mata yang mengalir bersama hujan."

"Apa seberat itu bebanmu?" Tanyaku setelah ia berhenti bicara.

"Setidaknya bagiku, ya, itu berat. Aku tahu beban hidup orang lain mungkin lebih berat."

"Wajar lagi, Ras. Semua orang punya perspektif sendiri. Kalau berat, pindahkan sedikit demi sedikit bebanmu ke hal lain. Atau bahkan hilangkan sama sekali."

"Maksudnya?"

"Beban berat kadang bukan karena memang ada masalah, tapi karena pikiran kita yang mengadakannya. Melebih-lebihkan, padahal kenyataannya tidak semenakutkan itu," aku berusaha bicara sangat hati-hati karena kupikir hatinya sedang rapuh saat ini. 

Ia pun tersenyum lebar, "Kalau aku sering muncul di hadapanmu, jangan pernah usir aku, ya!"

Kali ini aku yang dibingungkan olehnya. "Tergantung, kamu muncul dalam wujud apa. Selama masih menjadi manusia, aku sih fine aja."

Ia tergelak. Kami telah sampai di depan kantorku.

"Baiklah, selamat bekerja." Ia menghentikan taksi. Taksi itu melaju setelah Raras melambaikan tangannya padaku.

***

You Owe Yourself Happiness (Berutang Kebahagiaan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang