"Rake."
"Raras?" Ia berjalan ke arahku."Aku menunggumu." Lama aku tak melihatnya. Kupikir Raras seperti orang asing lainnya yang kusapa di jalan, lalu pergi. "Boleh kita berjalan-jalan sebentar? Aku akan menraktirmu es krim." Aku mengangguk, tentu bukan karena es krim.
Saat melewati mini market, aku menunggu di luar. Ia keluar membawa dua es krim cup. Diberikannya satu untukku.
Kami berhenti di bangku pinggir jalan, tempatku menggambar tempo hari. Raras bilang, ia suka tempat itu karena ia bisa melihat banyak sudut pandang.
"Jadi?"
"Kenapa tidak menikmatinya saja?" tanyanya. "Bukankah begini menyenangkan? Di sampingmu ada seorang teman, makan es krim dan bersantai melihat kesibukan orang?" Ia diam sejenak. "Atau, kau punya urusan lain?"
"Ah tidak, jam kantor sudah selesai dan it's free time." Jawabku.
Ia menghela napas, sambil sesekali memakan es krimnya.
"Beberapa minggu ini aku merasa buruk. Kupikir menyendiri adalah jawaban. Namun, itu tidak memperbaiki keadaan." Ia memandang ke depan, ke arah yang tak tentu.
"Kamu benar, semakin dewasa semakin rumit. Aku merasa sendirian. Seperti tak ada yang peduli.
"Rasanya, semakin hari dadaku semakin sesak. Aku tidak tahu apa yang kupikirkan, apa yang kurasakan, bahkan apa yang kuinginkan. Aku hilang kendali.
"Orangtuaku memberiku kebebasan. Aku bebas mengambil alih kehidupanku. Namun, ternyata ragaku saja yang bebas, hati dan pikiranku tidak.
.
"Aku merasa payah. Jangankan musuh, teman saja seperti tidak punya. Tidak ada yang mengerti atau peduli." Raras berhenti bicara, menengok ke arahku. Awalnya tersenyum, lalu matanya berkaca-kaca.
.
"Sejak pertemuan pertama kita, aku merasa kau mengerti diriku. Lalu kita bertemu secara tidak sengaja. Hanya hari ini yang benar-benar kurencanakan untuk menemuimu. Karena, rasanya bebanku sudah menumpuk. Aku butuh seseorang untuk mendengarku."
Ia mengusap air matanya. "Terima kasih." Aku mengangguk.Saat ia bercerita, aku hanya mengangguk, diam mendengarkan, dan sesekali menjawab jika ia bertanya. Itu yang ia butuhkan saat ini. Sesekali kulirik Raras, ekspresi wajahnya jauh lebih baik dari sebelumnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
You Owe Yourself Happiness (Berutang Kebahagiaan)
General FictionIni cerita tentang perdebatan seorang pria bernama Rake dengan masa lalunya. Sementara di satu sisi, seorang wanita bernama Raras bergumul dengan dirinya sendiri, dengan pikirannya yang begitu rumit. Keduanya kemudian dipertemukan. Saling mendengar...