Day 3

7 1 0
                                    


Sejak jadi anak rantau, aktifitasku tak pernah jelas setelah bekerja. Apalagi saat hari Minggu seperti ini. Berdiam diri di dalam kos agaknya tak begitu bijak. Jadi, berakhirlah di bangku sisi jalan yang cukup teduh.

Di samping kananku tersedia kopi susu siap minum, sementara kedua tanganku memegang pensil dan buku sketsa.

Mataku sibuk mencari angle yang cocok untuk kugambar. Beberapa menit kemudian, perlahan kutransformasikan hasil pandangku ke dalam goresan. Sesekali sambil menyesap kopi susu yang kadar kemanisannya berkurang akibat es yang mulai cair. Semua ini tak pernah gagal membuat mood-ku membaik.

"Kita ketemu lagi," tanganku berhenti. Wanita itu lagi.

"Raras?" Ia mengernyitkan dahi. Bingung.

"Tempo hari kulihat dari ID Card milikmu." Ia mengangguk-angguk, lalu duduk di sampingku sambil mengintip yang ada di tanganku.

"Gambarmu keren," pujinya.

"Amatiran lebih tempatnya, to keep me sane."

"Memangnya kamu nyaris gila?" Aku merengut. Ia terkekeh. "Hanya bercanda."

"It's ok."

"Harusnya pertanyaan itu untukku sendiri," nada suaranya terdengar getir.

"Eh?"

"Ah, tidak. Bukan apa-apa." Ia tergelak. "Anyway, kamu?"

"Aku Rake, baca 'e' seperti kamu mengatakan sate." Ia pun tertawa lepas kali ini.

"Gambar apa sebenarnya?"

"Kamu lihat lelaki tua di depan sana? Yang menarik becak, pakai baju kotak-kotak?"

"Iya. Kenapa?" Ia minum dari botolnya.

"Dari tadi kuperhatikan, ia unik banget deh. Masih nyimpen duit di sisi samping pecinya." Ia ikut memperhatikan. "Untuk dapet momen itu harus nunggu ada transaksi. Biasanya abis narik penumpang."

"Berapa lama kamu di sini?"

"Kurang lebih dua jam."

"Hanya untuk dapat satu momen?"

"Tepatnya untuk dapet angle yang pas," koreksiku.

"Sketsa itu kamu jual?"

Aku menggeleng tegas. "Koleksi pribadi."

"Sampai menunggu berjam-jam?" Ia heran.

"Seperti tadi kataku, to keep me sane. Aku serius. Semakin dewasa, makin rumit." Raras pun nampak tertegun, tiba-tiba diam. Lalu ia berdiri meninggalkanku tanpa pamit. Aku berusaha mengingat setiap pembicaraan, mengoreksi bagian mana yang membuatnya tersinggung. Namun hasilnya nihil.

***

You Owe Yourself Happiness (Berutang Kebahagiaan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang